Selasa, 01 Mei 2012

Keracunan Makanan Akibat Mengkonsumsi Ikan Tengiri dan Tuna

Arsip Cofa No. C 033

Asosiasi Ciguatoksin-Protein Dalam Daging Ikan Tengiri

Hahn et al. (1992) meneliti asosiasi ciguatoksin-protein dalam otot rangka ikan tenggiri. Sampel jaringan otot rangka dari ikan tengiri (Scomberomorus commersoni) yang beracun dan tak beracun difraksionasi, sentrifugasi, presipitasi (NH4)2SO4 dan protein terlarutnya dikenai kromatografi Sephacryl S-200. Ciguatoksin hasil kromatografi dengan protein terlarut memiliki berat molekul antara 35.500 dan 59.500. Racun ini mengandung 1,4 % dari total sampel protein dan 15 % dari daya racun sampel total, dengan aktivitas spesifik meningkat 7,2 kali lipat. Perbandingan SDS-PAGE menunjukkan dua jalur protein di dalam kisaran berat molekul 37.400 dan 40.600 yang muncul di dalam fraksi protein terlarut beracun, tetapi tidak terdeteksi di dalam sampel kontrol (tak beracun). Penemuan ini menunjukkan adanya asosiasi antara ciguatoksin dengan sedikitnya satu protein terlarut monomer berberat molekul 37.000 sampai 40.600 di dalam otot rangka ikan Scomberomorus commersoni beracun.

Baca juga :
Alergi Terhadap Ikan dan Makanan Laut

Ciguatoksin Ganda Dalam Daging Ikan Tengiri

Lewis dan Setlin (1992) menyatakan bahwa kebanyakan kasus ciguatera (keracunan ikan) disebabkan mengkonsumsi daging ikan yang tercemar ciguatoksin-(ciguatoksin); bagaimanapun, daya racun daging ikan berciguatoksin menyulitkan upaya mengidentifikasi racun(-racun) ini. Dengan memanfaatkan teknik “high performance liquid chromatography” (HPLC), spektroskopi massa dan bioesei tikus, telah diketahui bahwa ciguatoksin-1 (MH+ m/z = 1112), ciguatoksin-2 dan ciguatoksin-3 merupakan racun-racun ciguatoksin utama yang ada dalam daging ikan ciguatera. Ciguatoksin-1, -2 dan -3 terdapat sebanyak 0.19, 0.09 dan 0.02 mikrogram/kg daging ikan, berturut-turut, pada ikan tengiri Scomberomorus commersoni; 0.08, 0.09 dan 0.07 mikrogram/kg daging ikan, berturut-turut, pada ikan Plectropomus spp.; dan 0.67, 0.61 dan 0.06 mikrogram/kg daging ikan, berturut-turut, pada ikan pari Pomadasys maculatus. Dua racun minor, yang mungkin dioksidasi lebih lanjut oleh analog-analog ciguatoksin-1 dan ciguatoksin-2, juga telah diidentifikasi. Keberadaan ciguatoksin ganda dalam daging ikan memiliki dampak penting bagi pendeteksian ikan ciguatera dan mungkin juga menjadi salah satu sebab bervariasinya gejala-gejala ciguatera.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Keracunan Akibat Mengkonsumsi Ikan Tuna

Lavon et al. (2008) mempelajari beberapa penelitian mengenai keracunan scombroidea. Mereka menyatakan bahwa laporan pertama kasus keracunan scombroidea diterbitkan tahun 1830 yang dialami lima pelaut yang mengkonsumsi ikan bonito, salah stau anggota famili Scombridae. Ikan-ikan non scombroidea (misal ikan layaran, salmon Australia, sardin berbintik) juga dilaporkan bekaitan dengan keracunan ikan scombroidea. Histamin berkonsentrasi tinggi ditemukan pada ikan penyebab keracunan ini; karena itu histamin diyakini merupakan agen penyebabnya. Histamin dibentuk dari histidin oleh enzim dekarboksilase yang dihasilkan oleh bakteri di dalam daging-gelap ikan. Berbagai jenis bakteri telah diidentifkasi berkaitan dengan fenomena ini, di antaranya adalah Klebsiella pneumoniae, Proteus morganii, Serratia marcescens dan Enterobacter intermedium. Bakteri-bakteri tersebut merupakan flora normal pada ikan, tetapi keberadaan mereka biasanya disebabkan oleh kontaminasi dari orang yang menangani ikan. Pendinginan dan penanganan ikan secara tidak tepat bisa menimbulkan poduksi histamin secara besar-besaran oleh bakteri-bakteri tersebut.

Baca juga :
Keberadaan Bakteri Pembentuk Histamin Pada Daging Ikan

Lavon et al. (2008) melaporkan bahwa keracunan akibat memakan ikan scombroidea merupakan penyakit akut yang diakibatkan oleh mengkonsumsi ikan yang banyak mengandung histamin. Penanganan ikan secara tidak tepat menyebabkan ikan tersebut tercemar bakteri. Enzim-enzim bakteri mengubah histidin menjadi histamin. Gejala keracunan berkembangan dengan cepat dan mirip dengan reaksi alergi yang diperantarai oleh imunoglobulin E. Diagnosis seringkali keliru. Sering timbul komplikasi serius berupa kejang bronchus dan tekanan darah rendah. Pada kasus ini tuna merupakan ikan yang paling banyak dikonsumsi oleh korban keracunan. Gejala klinis berkembang dalam waktu 20 menit setelah mengkonsumsi tuna. Gejala klinis utama berupa ruam (pada wajah), kulit kemerah-merahan, gangguan perut dan sakit kepala. Keracunan ikan scombroidea mungkin terjadi pada orang yang menunjukkan gejala mirip alergi histamin yang berkaitan dengan konsumsi ikan (terutama tuna). Ikan scombroidea berdaging-gelap meliputi beberapa famili, terutama Scombridae dan Scomberesocidae yang mencakup tuna, tengiri, bonito dan cero. Keracunan scombroidea sering terbatas dan mudah disembuhkan dengan anti histamin. Keracunan scombroidea juga bisa disebabkan oleh konsumsi keju, namun hal ini sangat jarang.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda