Sabtu, 09 Juni 2012

Komunitas, Ekologi dan Pemanfaatan Rumput Laut

Arsip Cofa No. C 052

Persilangan Laminaria dari Atlantik Utara dan Selatan

Percobaan hibridisasi antara tujuh spesies Laminaria Atlantik utara dan selatan telah dilakukan oleh Dieck dan Oliveira (1993). Sporofit F1 yang secara morfologi normal telah dihasilkan dari persilangan antara spesies-spesies Altantik selatan berikut ini : Laminaria pallida x Laminaria schinzii, Laminaria pallida x Laminaria abyssalis dan Laminaria schinzii x Laminaria abyssalis. Sporofit F1 normal juga diperoleh dari persilangan berikut : Laminaria digitata (Atlantik utara) x Laminaria pallida (Atlantik selatan) dan Laminaria digitata (Atlantik utara) x Laminaria abyssalis (Atlantik selatan). Hibrida antara Laminaria ochroleuca (Atlantik utara) dan Laminaria pallida, Laminaria schinzii dan Laminaria abyssalis (semuanya dari Atlantik selatan) dan antara Laminaria digitata (Atlantik utara) dan Laminaria schinzzii (Atlantik selatan) semula berkembang sebagai sporofit normal tetapi kemudian menjadi cacat dan perkembangan selanjutnya terhambat. Tidak ada hybrid yang dihasilkan dari persilangan antara Laminaria saccharin (Atlantik timur laut) dan Laminaria abyssalis (dari Brazil).

Asosiasi Lamun dan Rumput Laut di Teluk

Coppejans et al. (1992) mempelajari komunitas lamun (seagrass) dan vegetasi rumput laut (makroalga) di Teluk Gazi, sekitar 30 km selatan Mombasa, Kenya, pada 88 stasiun sepanjang 7 transek. Hubungan antara distribusi lamun dan beberapa faktor abiotik (ukuran partikel, komposisi kimia substrat) tidak cukup jelas. Namun, zonasi umum dan suksesi lamun tampak nyata : sebuah zona peralihan antara hutan bakau dan hamparan lamun ditutupi oleh Boodleopsis pusilla; asosiasi perintis Halophila ovalis + Halodule wrightii tumbuh di bagian berpasir pada batas atas hamparan lamun, juga terdapat di seluruh daerah pertengahan litoral di mana lapisan-lapisan pasir baru saja ditimbun (misal pada hamparan karang); vegetasi klimaks di zona intertidal tampaknya adalah Thalassia hemprichii yang kadang-kadang berasosiasi dengan Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata, tentunya di kolam yang lebih dalam dan dekat dengan garis air rendah; Halimeda opuntia, Gracilaria salicornia dan Gracilaria corticata juga sering ada pada tipe vegetasi ini; dari garis air pasang ke bawah juga ada kelompok-kelompok vegetasi mono spesies Enhalus acoroides; dari garis air rendah rata-rata ke bawah sampai -1 meter terdapat vegetasi campuran Thalassia, Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata dan Halodule uninervis yang berkembang dengan baik; rumput laut Halimeda macroloba dan Avrainvillea obscura juga khas di zona ini; kelompok-kelompok lokal Syringodium isoetifolium tumbuh subur dan Halophila stipulacea tumbuh sebagai vegetasi perintis di pasir yang kosong; dari -1 ke bawah seluruh laguna ditutupi oleh semak homogen, mono spesies Thalassodendron ciliatum, yang secara lokal diganti oleh Enhalus acoroides.

Baca juga :
Agar-Agar Rumput Laut

Pola Penimbunan Logam Berat Pada Rumput Laut

Murugadas et al. (1995) melaporkan bahwa rumput laut yang dikumpulkan dari perairan Malaysia menimbun logam berat secara biologis sampai kadar yang tinggi. Tujuh spesies, yaitu Chaetomorpha linum, Padina tetrastomatica, Sargassum baccularia, Sargassum siliquosum, Gracilaria changii, Gracilaria edulis dan Gracilaria salicornia, digunakan dalam studi statis untuk mempelajari pola penimbunan logam berat pada rumput laut. Hal ini dilakukan dengan merendam rumput laut di dalam air laut dengan satu kisaran konsentrasi logam dan kemudian menentukan kandungan logamnya, selama periode pemaparan 24 jam. Lima pola penimbunan logam telah diamati dalam penelitian ini : Pola (1) Penyerapan awal yang cepat, diikuti penimbunan bertahap hingga 24 jam; (2) Pola penimbunan bertahap yang kontinyu selama seluruh periode 24 jam; (3) Penyerapan awal yang cepat, diikuti oleh suatu pola pelepasan-penyerapan sebelum konsentrasinya mencapai stabil atau penimbunan yang kontinyu hingga 24 jam; (4) Pola penyerapan-pelepasan yang bergantian selama 24 jam; (5) Pola penimbunan awal neto, diikuti pembuangan yang kontinyu dan teratur hingga 24 jam.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Rumput Laut Budidaya

Kang (1981) dalam Dogma et al. (1990) melaporkan bahwa rumput laut dari stok alami maupun dari akuakultur telah banyak dimanfaatkan di Korea sejak lama. Porphyra pertama kali dibudidayakan 360 tahun yang lalu. Budidaya Undaria pinnatifida telah diperkenalkan sejak 10 tahun yang lalu. Laminaria spp. juga diperkenalkan melalui metode kultur buatan. Laminaria religiosa ditanam di hampatan alami sepanjang pertengahan pesisir timur setelah pembudidayaan spesies ini mulai dilakukan. Saat ini, produksi Undaria pinnatifida dari pertanian adalah jauh lebih banyak daripada hasil panen alami. Spesies Porphyra yang paling banyak dibudidayakan adalah Porphyra yezoensis, tetapi Porphyra tenera juga dibudidayakan di beberapa daerah. Setelah Conchocelis berhasil ditumbuhkan, metode pembenihan buatan menjadi lebih terkenal. Produksi Porphyra budidaya adalah 34.025 mt pada tahun 1980; Undaria pinnatifida 153.333 mt pada tahun 1979; Laminaria 5.192 mt pada tahun 1979.

Baca juga :
Aspek Ekologi dan Pemanfaatan Kandungan Kimia Dalam Rumput Laut

Pemanfaatan Rumput Laut

Dhargalkar dan Pereira (2005) menyatakan bahwa arti penting rumput laut untuk konsumsi manusia telah dikenal baik sejak tahun 300 Sebelum Masehi di Cina dan Jepang. Kedua negara ini merupakan pembudidaya, produsen dan konsumen utama rumput laut di dunia. Di wilayah Samudra Hindia seperti Malaysia, Indonesia, Singapura, Thailand, Korea, dll., rumput laut digunakan dalam salad, agar-agar, sup dan lain-lain. Di India, bagaimanapun, konsumsi rumput laut bisa diabaikan kecuali dalam pembuatan bubur dari Gracilaria sp. dan Acanthophora sp. di daerah-daerah pesisir Kerala dan Tamil Nadu. Tiga jenis koloid komersial utama asal-tumbuhan yang diekstrak dari rumput laut adalah agar-agar dan karaginan yang berasal dari alga merah seperti Gelidiella, Gracilaria, Chondrus, Hypnea dan lain-lain serta alginat dari alga coklat seperti Ascophyllum, Laminaria, Turbinaria, Sargassum. Ketiga jenis produk tersebut sulit disintesis secara buatan karena besarnya penghalang kimiawi dan karena itu untuk produk komersial penting tersebut kita bergantung pada sumber daya rumput laut. Rumput laut juga bisa diubah menjadi tepung untuk digunakan sebagai pelengkap pakan ternak, unggas dan sebagainya. Telah dibuktikan dalam beberapa penelitian bahwa tepung rumput laut meningkatkan kesuburan dan tingkat kelahiran binatang serta memperbaiki warna kuning pada telur. Tepung yang dibuat dari Gracilaria, Gelidiella, Hypnea dan Sargassum dipakai untuk membuat pakan ikan dan udang; pakan tersebut membantu mempertahankan kualitas air dalam akuakultur dan lebih disukai ikan serta kaya akan mineral, asam amino dan karbohidrat. Selain digunakan sebagai pakan, rumput laut juga dimanfaatkan dalam pemurnian air karena ia dapat mendaur ulang air yang tercemar limbah ikan dalam akuakultur.

Baca juga :
Lamun : Habitat, Pertumbuhan dan Peranan Ekologis

Dhargalkar dan Pereira (2005) menambahkan bahwa banyaknya kandungan kalium, nitrogen, hormon perangsang pertumbuhan, mikronutrien, asam humus dan lain-lain di dalam rumput laut membuatnya menjadi pupuk yang istimewa. Tidak seperti pupuk kimia, pupuk yang berasal dari rumput laut (Fucus,Laminaria, Ascophyllum, Sargassum dsb.) bersifat dapat-duraikan secara biologis, tak beracun, tidak mencemari dan tidak berbahaya bagi manusia, binatang serta burung. Pupuk kimia bisa menurunkan kesuburan tanah dengan membuatnya menjadi asam sehingga tidak cocok untuk meningkatkan hasil panen. Petani di seluruh dunia sekarang beralih ke pupuk organik. Pupuk dari rumput laut selain meningkatkan kesuburan tanah juga meningkatkan kapasitas menampung-air serta memasok trace elemen logam sehingga memperbaiki struktur tanah. Hal ini menjelaskan luasnya penggunaan pupuk rumput laut di sepanjang daerah pesisir.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda