Sabtu, 09 Juni 2012

Parasit Ikan

Arsip Cofa No. C 051

Parasit Pada Ikan Hias Air Laut

Blasiola (2000) menyatakan bahwa penyakit akibat parasit merupakan masalah besar bagi ikan-ikan akuarium air laut. Hampir semua ikan laut memiliki parasit sampai beberapa tingkat keparahan. Protozoa, binatang mikroskopik kecil yang umumnya tidak bisa dilihat oleh mata telanjang, merupakan jenis parasit yang paling berbahaya. Ada banyak parasit yang bertanggung jawab atas berbagai penyakit pada ikan laut, di antaranya adalah sebagai berikut :

- Penyakit terumbu karang atau “coral reef disease” (Amylodinium ocellatum), yang merupakan salah satu penyakit ikan laut yang paling sering dijumpai. Ia dapat menyebabkan kematian mendadak bila tidak ditangani dengan layak. Parasitnya, yang berupa protozoa kecil, terutama menyerang insang, tubuh dan sirip ikan.

- Penyakit bintik putih atau “white spot disease” (Cryptocaryon irritans). Penyakit yang juga dikenal sebagai “saltwater itch” (gatal air laut) menyerang insang, sirip dan tubuh ikan. Ikan yang menderita penyakit ini mengembangkan bintik-bintik putih yang tersebar acak pada tubuh dan siripnya. Bintik putih ini agak lebih besar daripada bintik mirip-debu kecil pada penyakit terumbu karang. Ikan yang sakit suka menggesek-gesekkan tubuhnya pada benda-benda di dalam akuarium, laju pernafasannya cepat, berkerumun di dekat area akuarium yang arus airnya sangat deras, dan berhenti makan.

- Penyakit ikan badut atau “clownfish disease” (Brooklynella hostilis). Ini merupakan penyakit serius yang menyerang clownfish (Amphiprion spp.; juga dikenal sebagai ikan anemon) atau kuda laut dan beberapa jenis ikan laut lainnya. Berbagai jenis clownfish sangat rentan terhadap infeksi parasit ini. Penyakit ini disebabkan oleh sejenis protozoa ciliata kecil yang tak dapat dilihat dengan mata telanjang. Protozoa ini memparasiti insang dan kulit ikan, dan siklus hidupnya relatif sederhana dengan reproduksi melalui pembelahan sel. Sebagai akibatnya, parasit ini berkembang biak dengan cepat pada tubuh ikan yang terinfeksi sehingga terjadi kematian dalam waktu yang singkat.


- Gatal hitam (black itch). Penyakit ini ditemukan pada berbagai spesies ikan laut dari Hawaii dan daerah Indo-Pasifik, dan pertama kali dilaporkan pada ikan surgeonfish seperti yellow tang (Zebrasoma flavescens) dan sailfin tang (Zebrasoma veliferum). Bagaimanapun, ia juga menyerang banyak spesies lain, termasuk ikan angelfish (manvis) dan wrase. Penyakit gatal hitam muncul sebagai bintik-bintik hitam kecil yang tersebar di seluruh tubuh ikan. Bintik ini sebesar setengah ukuran kepala peniti atau lebih kecil lagi. Bintik-bintik hitam ini terutama ditemukan pada tubuh dan mudah dilihat pada bagian tubuh yang berwarna cerah atau pada bagian sirip yang transparan. Ikan yang terinfeksi akan menggosok-gosokkan badannya di dasar akuarium atau pada benda-benda lain. Gejala lain penyakit ini adalah lesu, warna badan menjadi pucat dan kehilangan nafsu makan. Penyakit gatal hitam disebabkan oleh cacing kecil yang dikenal sebagai turbelaria.

- Fluke (cacing pada insang dan tubuh). Fluke, atau trematoda monogenetik (monogenetik = membutuhkan satu inang), merupakan parasit eksternal yang menempel pada kulit dan insang ikan laut. Ikan yang teserang parasit ini menunjukkan berbagai tingkah laku yang tak wajar, seperti menggosok-gosokkan tubuh, dan hal ini merupakan gejala serangan parasit yang paling jelas. Gejala lainnya adalah pernafasan makin cepat dan warna badan berubah. Pada serangan parasit yang parah, luka yang menjadi borok mudah terlihat pada ikan.

- Kopepoda (krustasea parasit). Mereka merupakan salah satu dari beberapa kelompok krustasea parasit yang menyerang insang dan tubuh ikan laut. Karena ukurannya, kopepoda tersebut umumnya mudah dikenali. Berbagai spesies kopepoda bersifat spesifik-spesies, yang berarti bahwa mereka hanya akan memparasiti satu spesies ikan saja. Bila ada spesies lain di dalam akuarium, mereka tidak akan menyerangnya.

Baca juga :
Hubungan Aerasi dengan Kejadian Penyakit dan Parasit Ikan

Protozoa Parasit Pada Ikan Liar dan Budidaya

Alvarez-Pellitero et al. (1993) melakukan survei parasit pada ikan sea bass, Dicentrarchus labrax (L.), liar dan budidaya. Mereka menemukan tiga belas spesies protozoa parasit. Ektoparasit mencakup dua ciliata (Trichodina spp.), satu dinoflagelata (Amylodinium sp.) dan satu zooflagelata (Cryptobia sp.). Endoparasit diwakili oleh anggota-anggota Apicomplexa (Hemogregarina sp., Eimeria spp.), Microsporea (spesies tak teridentifikasi) dan Myxosporea (Myxobilatus sp., Ceratomyxa spp., Sphaerospora dicentrarchi, Sphaerospora testicularis). Myxobilatus sp., Eimeria spp. dan microsporea ditemukan hanya pada ikan liar, sedangkan Amylodinium sp. dan Hemogregarina sp. hanya djumpai pada ikan budidaya.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Cacing Parasit Pada Ikan Danau

Cave et al. (1991) melakukan studi terhadap cacing-cacing parasit pada ikan Dicentrarchus labrax yang ditangkap di Danau Sabaudia dan Caprolace, Italia. Identifikasi dilakukan dengan mempelajari morfologi dan morfometri serta menggunakan analisis elektroforesis terhadap sistem gen-enzim. Helminthes (cacing) yang teridentifikasi adalah : Monogenea yang mencakup Diplectanum aequans; Digenea yang meliputi Acanthostomum imbutiforme, Timoniella praeteritum, Lambratrema minimus, Bucephalus labracis, Cainocreadium labracis; serta Nematoda yang diwakili oleh larva Contracaeum rudolphiidarvae dan Contracaeum sp.

Baca juga :
Ekologi Parasit Ikan

Perbedaan Jumlah Parasit Akibat Perbedaan Spesies Ikan Inang

Landry et al. (1992) mempelajari fauna parasit pada ikan blueback herring (Alosa aestivalis) dan ikan alewife (Alosa pseudoharengus) untuk mengevaluasi kemungkinan penggunaannya sebagai indikator biologi dalam diferensiasi kedua spesies simpatrik ini. Tiga belas spesies parasit telah diidentifikasi dari masing-masing 100 spesimen ikan blueback herring dan alewife yang ditangkap dari estuaria utama Sungai Miramichi, New Brunswick; sebanyak 11 dan 8 di antaranya, berturut-turut, merupakan penemuan baru. Perbedaan nyata (p < 0,05) dalam hal jumlah Mazocraeoides sp., Diplostomum spathaceum (metacercaria), Derogenes varicus, Anisakis simplex (larva) dan Echinorhynchus gadi antara ikan blueback herring dan alewife mencerminkan perbedaan fisiologi dan ekologi di antara kedua ikan inang tersebut.

Baca juga :
Formalin Untuk Mengendalikan Parasit Ikan dan DampaknyaTerhadap Kualitas Air Kolam

Pengaruh Spesies, Ukuran dan Jenis Kelamin Ikan Terhadap Jumlah Parasit

Alvaro-Villamar dan Ruiz-Campos (1992) melakukan studi perbandingan mengenai tingkat serangan makroparasit pada enam spesies ikan Sebastes (Sebastes constellatus, Sebastes elongatus, Sebastes rosaceus, Sebastes umbrosus, Sebastes helvomaculatus dan Sebastes chlorostictus). Analisis dilakukan terhadap 220 spesimen dari tangkapan komersial pada bulan April 1989 sampai Februari 1990 di beberapa lokasi sepanjang pesisir barat-laut Baja California, Meksiko, antara Pulau Coronado dan Teluk San Quintin. Jumlah parasit makro pada berbagai organ dianalisis untuk setiap spesies ikan serta untuk setiap kelas ukuran dan jenis kelamin. Cacing nematoda (Anisakis sp.) dan trematoda monogenea (Microcotyle sp.) ditemukan pada semua spesies Sebastes tetapi parasit yang lain seperti kopepoda parasit (Lernaea sp.) dan sejenis trematoda digenea (Opecoelus sp.) dijumpai hanya pada Sebastes umbrosus dan Sebastes rosaceus, berturut-turut. Nematoda merupakan parasit yang paling dominan pada semua spesies ikan Sebastes dengan persen kejadian 82,4 dan diikuti oleh trematoda digenea (9,5 %) serta acing cestoda (3,1 %). Jumlah rata-rata makroparasit berbeda di antara keenam spesies Sebastes, dengan jumlah makroparasit terbanyak adalah untuk ikan Sebastes helvomaculatus. Jumlah rata-rata makroparasit antar jenis kelamin berbeda untuk setiap spesies Sebastes, kecuali pada Sebastes constellatus. Tidak ditemukan perbedaan nyata dalam hal jumlah rata-rata parasit antar kelas ukuran pada keenam spesies Sebastes.

Baca juga :
Kekebalan Ikan terhadap Infeksi Patogen dan Parasit

Karakteristik dan Adaptasi Jamur Parasit Aphanomyces

Banyak jamur penginfeksi krustasea bersifat oportunistik (menginfeksi setiap ada kesempatan), sedang Aphanomyces astacus beradaptasi untuk hidup sebagai parasit . Ia tidak dapat ditemukan selain pada crayfish, kecuali pada wadah lembab tempat crayfish sakit. Unestam (1965, 1966) menemukan bahwa jamur ini akan tumbuh subur pada media buatan, tetapi sumber karbonnya terbatas hanya dari asam amino dan glukosa. Ia tidak dapat tumbuh pada media asin, dan produksi zoosporanya dibatasi oleh konsentrasi ionik yang agak rendah, sama seperti yang biasa terjadi pada air danau. Aphanomyces astaci menghasilkan enzim kitinase , tetapi tidak memproduksi pektinase dan selulase. Kitinase ini bisa diproduksi oleh tubuh jamur itu sendiri tanpa memerlukan kehadiran substrat yang mengandung kitin.

Baik Aphanomyces astaci maupun jamur penyerang-serangga, Entomophthora apiculata, dapat menembus kutikula lunak crayfish, padahal spesies Aphanomyces saprofitik tidak dapat. Selain itu, spesies saprofitik ini tidak dapat hidup bila disuntikkan ke dalam Astacus astacus, sedangkan baik Aphanomyces astaci maupun jamur serangga tadi dapat hidup, meskipun hanya setelah sejumlah besar sporanya disuntikkan ke crayfish. Struktur istirahat, tidak dikenal pada Aphanomyces astaci, mungkin tidak dibutuhkan oleh parasit selama ia dapat beradaptasi terhadap inangnya dan inang ini tidak terbunuh oleh parasit tersebut serta si parasit selalu siap menginfeksi.

Beberapa peneliti memperkirakan bahwa enzim protease, bersama dengan esterase yang ada di dalam “paku penginfeksi” (infection peg) pada zoospora yang sedang bertunas, mungkin bertanggung jawab atas kemampuan Aphanomyces astaci untuk menembus lapisan luar epikutikula, terutama epikutikula yang mengandung lemak. Epikutikula yang kuat pada tubuh crayfish yang kebal-krebpest membantu mencegah masuknya jamur ini ke dalam tubuh. Unestam dan Weiss (1970) menemukan bahwa bila epikutikula (dan mungkin sebagian eksokutikula) dihilangkan dari membran antar-segmen pada crayfish yang kebal, misalnya crayfish Pacifastacus leniusculus, binatang ini akan mudah terinfeksi spora yang dimasukkan ke dalam akuarium tempat memeliharanya. Pacifastacus leniusculus yang membran antar-segmennya tidak dirusak tetap sangat kebal terhadap infeksi pada percobaan seperti ini. Hemolimfa spesies crayfish yang kebal juga lebih sanggup menghambat aktivitas kitinase ekstraseluler yang dikeluarkan oleh jamur daripada hemolimfa Astacus astacus.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

3 Komentar:

Pada 14 Desember 2015 pukul 01.01 , Blogger Unknown mengatakan...

Gimana cara mengatasi ikan yg suka gesekkan badannya

 
Pada 14 Desember 2015 pukul 01.02 , Blogger Unknown mengatakan...

Gimana cara mengatasi ikan yg suka gesekkan badannya

 
Pada 18 Oktober 2017 pukul 22.39 , Blogger Unknown mengatakan...

rendam ikan di larutan air garam, atau larutan PK

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda