Kamis, 06 September 2012

Pemanfaatan Kitin dan Kitosan

Arsip Cofa No. C 075

Kitin dan Kitosan

Kumar (2000) menyatakan bahwa kitin merupakan polisakarida amino alami paling melimpah dan diduga dihasilkan setiap tahun sebanyak produksi selulosa. Ia banyak menarik perhatian tidak hanya karena kurang dimanfaatkan, tetapi juga karena merupakan material fungsional baru yang berpotensi tinggi dalam berbagai bidang, dan kemajuan baru-baru ini dalam hal kimia kitin membuktikan bahwa kitin merupakan material yang sangat berharga.

Menurut Rinaudo (2006) kitin merupakan polimer alami paling penting kedua di dunia ini. Sumber utama bahan ini adalah dua jenis krustasea laut, udang dan kepiting. Sedangkan kitosan merupakan senyawa turunan kitin yang terpenting. Kitosan, yang larut dalam media asam cair, digunakan dalam banyak penerapan di bidang makanan, kosmetik, biomedis dan obat-obatan.

Baca juga
Bahan dan Pengaruh Pengemasan Terhadap Mutu Produk Perikanan

Aktivitas Anti Jamur dan Anti Bakteri Pada Kitin dan Kitosan

Allan dan Hadwiger (1979) melaporkan bahwa kitosan, yang merupakan bentuk deasetilasi dari kitin, menghambat pertumbuhan banyak jenis jamur, termasuk jamur patogen pada tumbuhan dan binatang. Semua jamur yang diuji yang dilaporkan mengandung kitosan sebagai komponen dinding selnya tidak peka terhadap efek fungisidal kitosan.

Tsai et al. (2002) mengevaluasi pengaruh derajat deasetilasi (DD) dan metode pembuatan kitosan terhadap aktivitas antimikroba. Kitin yang dibuat secara kimia (selanjutnya disebut kitin kimia) dan kitin yang dibuat secara mikrobiologi (selanjutnya disebut gkitin mikrobiologi) diperoleh dari cangkang udang. Kitin kimia dan kitin mikrobiologi kemudian di-deasetilasi secara kimia untuk mendapatkan berbagai produk kitosan dengan nilai DD berkisar dari rendah (47 . 53 %), sedang (74 . 76 %) sampai tinggi (95 . 98%). Selain itu, kitin mikrobiologi di-deasetilasi juga dengan berbagai jenis protease. Aktivitas antimikroba produk-produk ini dievaluasi di dalam medium dengan pH 6,0. Baik kitin kimia, kitin mikrobiologi maupun produk berkitin yang di-deasetilasi protease tidak ada yang menunjukkan aktivitas antimikroba. Untuk kitosan, aktivitas antimikroba meningkat sejalan dengan meningkatnya DD, dan lebih kuat melawan bakteri daripada melawan jamur. Minimal lethal concentration (MLC) untuk kitosan dengan DD tinggi terhadap Bacillus cereus, Escherichia coli, Listeria monocytogenes, Pseudomonas aeruginosa, Shigella dysenteriae, Staphylococcus aureus, Vibrio cholerae dan Vibrio parahaemolyticus semuanya ada di dalam kisaran 50 - 200 ppm, sedangkan MLC terhadap Candida albicans dan Fusarium oxysporum adalah 200 ppm dan 500 ppm, berturut-turut. Tidak ada aktivitas anti jamur pada konsentrasi 2000 ppm terhadap Aspergillus fumigatus atau Aspergillus parasiticus. Perlakuan pendahuluan terhadap filet ikan salmon (Oncorhynchus nerka) dengan larutan kitosan 1 % (DD tinggi) selama 3 jam menghambat peningkatan konsentrasi senyawa volatile basic nitrogen, juga menghambat bakteri mesofil, psikrotrof, coliform, Aeromonas spp. dan Vibrio spp. Daya awet dengan demikian bertambah menjadi 5 sampai 9 hari.

Baca juga
Nilai Gizi Ikan Untuk Konsumsi Manusia

Daya Racun Kitosan Dalam Makanan

Arai et al. (1968) melaporkan bahwa kitosan yang disiapkan dari kitin, komponen karapas krustasea laut, telah disarankan sebagai gfood additiveh (bahan yang ditambahkan ke dalam makanan). Oleh karena itu perlu untuk menguji daya racun kitosan bagi kesehatan manusia. Dosis kitosan 10 gram per kg berat badan adalah tidak berbahaya bagi tikus dalam uji pendahuluan. Dalam penelitian lanjutan, dilakukan pengujian terhadap dosis 20, 30 dan 50 gram. Tikus jantan dengan berat masing-masing 25 - 28 gram dibagi menjadi sepuluh kelompok termasuk kelompok kontrol, masing-masing terdiri dari lima binatang. Tikus dalam setiap kelompok kecuali kontrol, menerima pakan yang mengandung kitosan atau garam kitosan. Percobaan dilakukan selama 19 hari. Pakan harian sejumlah lebih dari sekitar 18 gram kitosan-bebas atau sekitar 16 gram kitosan-format adalah berbahaya bagi tikus. Daya racun kitosan-asetat sedikit lebih kuat daripada kedua bentuk kitosan di atas. Bagaimanapun, jumlah-jumlah tersebut adalah sama dengan dosis letal gula atau garam. Dengan demikian, kitosan tampaknya tidak digolongkan ke dalam kategori bahan beracun bila mempertimbangkan daya racun akutnya.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Pemanfaatan Kitosan Dalam Biomedis

Rao dan Sharma (1997) melaporkan bahwa kitosan, sejenis mukopolisakarida asal laut, telah dipelajari dalam hal keamanan dan potensi hemostatik (penghentian aliran darah). Dari tujuh enzim yang digunakan, gleucine amino peptidase menyebabkan degradasi maksimum. Pemanasan dalam autoklav tampaknya merupakan metode sterilisasi yang ideal karena penurunan tensile strength (daya regang) yang diakibatkannya adalah paling kecil dan pengaruhnya terhadap laju hemolisis bisa diabaikan. Sterilisasi dengan glutaraldehid pada pH fisiologis menyebabkan kitosan tetap memiliki tensile strength maksimum. Uji toksisitas secara in vivo (di dalam tubuh organisme) menunjukkan bahwa kitosan bersifat non toksik, dan film kitosan yang steril tidak mengandung pyrogen (agen penyebab panas). Uji koagulasi dan hemaaglutinasi menunjukkan bahwa mekanisme hemostatik kitosan tampaknya tidak tergantung pada urutan proses koagulasi klasik dan tampaknya terjadi interaksi antara membran sel darah merah dan kitosan.

Baca juga
Produk Ikan Fermentasi

Pengaruh Kitin dan Kitosan Terhadap Pertumbuhan Ikan Mujaer

Shiau dan Yu (1999) mempelajari efek kitin, poly-ƒÀ-(1¨4)-N-acetyl-glucosamine, dan kitosan, sejenis polimer glukosamin yang diperoleh dengan cara deasetilasi kitin, terhadap pertumbuhan dan daya cerna nutrisi pada ikan mujaer hibrida, Oreochromis niloticus ~ Oreochromis aureus, yang diberi pakan berserat sebanyak 0, 2, 5 atau 10 % dari pakan dasar selama 8 minggu. Setiap pakan diberikan kepada tiga kelompok ikan dengan rata-rata berat badan awal 0,99 } 0,01 gram. Perolehan berat badan yang lebih rendah secara nyata (P < 0,05) terlihat pada ikan yang diberi pakan yang mengandung kitin dan kitosan, berapapun kadarnya, daripada ikan yang diberi pakan kontrol. Perolehan berat ikan menurun ketika penambahan kitin dan kitosan pakan meningkat (kitin, r = 0,97, P < 0,05; kitosan, r = 0,73, P < 0,05). Perolehan berat yang lebih tinggi (P < 0,05) terjadi pada ikan yang diberi pakan dengan kadar kitin 5 dan 10 % daripada ikan yang diberi pakan berkitosan. Rasio konversi pakan mengikuti pola yang sama dengan perolehan berat. Daya cerna lipida dan bahan kering adalah lebih rendah pada ikan yang diberi pakan yang mengandung kitin 10 % dbandingkan pada ikan yang diberi pakan kontrol. Daya cerna lipida dan bahan kering yang lebih rendah dan kandungan lipida badan ikan yang lebih rendah terlihat pada ikan yang diberi pakan berkitosan, berapapun kadarnya. Ikan yang diberi pakan yang mengandung kitin 2 dan 5 % memiliki daya cerna lipida yang lebih tinggi daripada ikan yang diberi pakan berkitosan. Kadar lipida tubuh ikan mencerminkan pola umum daya cerna lipida. Data ini menunjukkan bahwa penambahan kitin maupun kitosan, berapapun kadarnya, menghambat pertumbuhan tilapia.

Baca juga
Pemanfaatan Limbah Ikan dan Udang

Mempertahankan Daya Awet Ikan Dengan Kitosan

Fan et al. (2009) mempelajari efek pembungkusan dengan kitosan terhadap kualitas dan daya awet ikan silver carp selama penyimpanan beku. Sampel ikan diberi perlakuan dengan larutan kitosan cair 2 % kemudian disimpan pada suhu -3 ‹C selama 30 hari. Sampel kontrol dan sampel perlakuan dianalisis secara periodik dalam hal mikrobiologi (total viable count), kimia (pH, TBA, TVB-N, nilai-K) dan karakteristik inderawi. Hasilnya menunjukkan bahwa efek pembungkusan sampel ikan dengan kitosan adalah mempertahankan kualitas dan memperpanjang daya awet ikan selama penyimpanan beku, yang didukung oleh hasil analisis mikrobiologi, kimiawi dan evaluasi inderawi.

Kitosan Menghambat Oksidasi Lipida

Shahidi et al. (2002) melaporkan bahwa kitosan dengan berbagai berat molekul (nilai gapparent viscosity/kekentalan tampakh 14, 57 dan 360 cP) adalah efektif dalam mengendalikan oksidasi lipida pada ikan cod (Gadus morhua) cincang setelah pemasakan. Baik nilai peroksida (PV) maupun "2-thiobarbituric acid reactive substance" (TBARS) berkurang akibat perlakuan ikan sebelum pemasakan dengan 50, 100 dan 200 ppm kitosan 14, 57 dan 360 cP. Penghambatan oksidasi tergantung pada konsentrasi dan paling tinggi untuk kitosan 14 cP.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda