Jumat, 04 Januari 2013

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Makan dan Konsumsi Makanan

Arsip Cofa No. C 121

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Makan Pada Bivalva

Ward et al. (1992) menyatakan bahwa aktivitas makan suspensi pada bivalva merupakan proses dinamis yang dipengaruhi oleh berbagai faktor fisik, kimia dan biologis di lingkungan alami. Banyak peneliti terdahulu menunjukkan bahwa perubahan suhu, salinitas, pH dan konsentrasi partikel bisa mempengaruhi laju pemompaan, pembersihan (penangkapan partikel makanan) dan penelanan makanan. Beberapa peneliti di antaranya menganggap bahwa sinyal-sinyal kimia merupakan faktor penting dalam membantu aktivitas makan pada kerang, walaupun sebenarnya perilaku mencari makan yang dibantu faktor kimia pada moluska lain (gastropoda) telah dibuktikan merupakan hal yang sangat penting.

Pada penelitian ini, ditunjukkan bahwa simping Placopecten magellanicus meningkatkan laju penangkapan dan penelanan partikel makanan sebagai respon terhadap metabolit dari diatom Chaetoceros muelleri. Data dosis-respon menunjukkan bahwa rangsangan dari metabolit ini menjadi jenuh pada konsentrasi ekstrak diatom yang rendah (setara dengan 5 sel/mikroliter). Diduga bahwa pemicu kimiawi dari fitoplankton ini merupakan faktor penting yang memungkinkan simping untuk menyesuaikan laju makannya di alam.

Baca juga :
Pakan Ikan : Ukuran, Jumlah, Kesegaran dan Pemasakan

Pengaturan Konsumsi Makanan

Hickman et al. (2001) menyatakan bahwa kebanyakan binatang secara tak sadar menyesuaikan komsumsi makanan untuk mengimbangi pengeluaran energi. Bila pengeluaran energi meningkat akibat meningkatnya aktivitas fisik, maka binatang mengkonsumsi lebih banyak makanan. Kebanyakan vertebrata, dari ikan sampai mamalia, makan untuk memenuhi kebutuhan kalori bukannya untuk menimbun karena, bila makanan bercampur dengan serat, mereka berespon dengan makan lebih banyak. Demikian pula, konsumsi makanan dikurangi setelah periode beberapa hari ketika pemasukan kalori terlalu tinggi. Pusat lapar yang terletak di dalam hipotalamus otak mengatur konsumsi makanan. Penurunan konsentrasi glukosa darah merangsang kebutuhan untuk makan. Kebanyakan binatang tampaknya dapat menstabilkan berat badannya dengan mudah, sementara banyak manusia tidak dapat melakukan hal ini.

Baca juga :
Nafsu Makan Pada Ikan : Pengaruh Faktor Fisiologi dan Lingkungan

Pengaruh Suhu Terhadap Konsumsi Makanan Pada Udang Crayfish

Seals et al. (1997) menebarkan 12 ekor udang crayfish di dalam wadah plastik yang digantung pada setiap dari 5 sistem resirkulasi. Suhu dalam sistem resirkulasi perlahan-lahan diubah selama 2 minggu menjadi 5, 10, 15, 20 dan 25 oC. Konsumsi makanan yang dihitung sebagai % berat badan awal meningkat secara nyata dengan meningkatnya suhu air. Hubungan antara konsumsi pakan harian (FC) dan suhu (T) adalah FC = -0,1358 + 0,0344 T; r2 = 0,879. Seekor crayfish ditebarkan dalam setiap dari 3 akuarium pada 5 sistem resirkulasi untuk menentukan pengaruh penurunan dan peningkatan suhu air terhadap aktivitas makan. Suhu air mengalami siklus dari 20 – 8 - 20 oC selama 68 hari dan crayfish diberi pakan 5 hari/minggu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika suhu turun, rata-rata konsumsi makanan berkurang dari 1,16 ± 0,15 %/hari pada 20 oC menjadi 0,19 ± 0,06 %/hari pada suhu 8 oC. Ketika suhu naik, konsumsi makanan harian tidak meningkat secara nyata atau mencapai nilai awal 20 oC. Pengaruh laju makan terhadap pertumbuhan crayfish dan konversi pakan ditentukan pada 21 ekor crayfish yang diberi pakan sebanyak 1 %, 3 % atau 6 % berat badan/hari (5 hari per minggu). Setelah 8 minggu, crayfish yang diberi pakan 3 % dan 6 % berukuran sama tetapi secara nyata lebih besar daripada crayfish yang diberi pakan sebanyak 1 %. Konversi pakan meningkat secara nyata dengan meningkatnya laju makan (0,61 pada 1 %, 1,30 pada 3 % dan 2,22 pada 6 %).

Baca juga :
Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Makan Pada Avertebrata

Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Makan Pada Ikan Piaractus

Dias-Koberstein et al. (2004) mempelajari pengaruh suhu terhadap penelanan makanan pada ikan pacu (Piaractus mesopotamicus) dengan menentukan tingkah laku makan berdasarkan kebangkitan-kembali nafsu makan dan kekenyangan. Sembilan puluh enam ikan pacu 160 gram ditempatkan dalam akuarium bervolume 150 liter dengan aliran air terus-menerus dan diberi pakan komersial terapung yang mengandung 28 % protein kasar. Untuk menentukan waktu kebangkitan-kembali nafsu makan, pada setiap akuarium, ikan dari semua ulangan diberi pakan pada waktu nol. Ikan dari setiap akuarium diberi pakan kembali pada selang waktu 60 menit. Ikan dari akuarium 1 diberi pakan kembali 1 jam setelah pemberian pakan pertama. Ikan dari akuarium 2 pada 2 jam setelah pemberian pakan pertama dan selanjutnya hingga 24 jam setelah pemberian pakan pertama, untuk setiap suhu yang diuji. Untuk menentukan waktu penelanan makanan dan waktu kenyang pada masing-masing dari keenam pengamatan, ikan diberi pakan beberapa kali hingga kenyang. Waktu dicatat dari awal sampai akhir makan. Waktu kenyang dihitung untuk setiap akuarium berdasarkan rata-rata waktu penelanan makanan. Rancangan statistik bervariasi sesuai dengan karakteristik setiap percobaan. Ikan terlihat makan lebih baik pada sore hari (6.53 dan 3.97 gram untuk 23 dan 27°C, berturut-turut), namun waktu yang dihabiskan untuk menelan makanan adalah sama dengan waktu di pagi hari, 8,18 dan 7,84 menit untuk 23 dan 27 oC, berturut-turut. Konsumsi pakan harian dipengaruhi oleh suhu, yang menunjukkan indeks penelanan makanan 2,29 dan 2,9 % dari berat badan per hari pada suhu 23 dan 27 oC, berturut-turut.

Pengaruh Infeksi Parasit Terhadap Aktivitas Makan Pada Ikan

Urawa (1993) mempelajari pengaruh infeksi flagelata ektoparasit Ichthyobodo necator terhadap aktivitas makan pada ikan juvenil chum salmon (Oncorhynchus keta) yang dipelihara di perairan tawar. Kepadatan parasit pada kulit ikan ini meningkat 2 minggu setelah infeksi eksperimental, mencapai puncaknya pada minggu ke-6, dan kemudian berkurang sampai mendekati nol pada minggu ke-10. Infeksi parasit yang hebat memberikan dampak yang nyata terhadap efisiensi makan, tetapi tidak terhadap pertumbuhan ikan inang.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Pengaruh Padat Penebaran Terhadap Konsumsi Makanan Pada Ikan

Jorgensen et al. (1993) mengukur konsumsi makanan, laju pertumbuhan dan konsumsi oksigen pada ikan Arctic charr (Salvelinus alpinus), yang ditebarkan pada kepadatan rendah (15 kg per m3), sedang (60 kg per m3) dan tinggi (120 kg per m3). Hasilnya menunjukkan bahwa laju pertumbuhan adalah sama untuk ikan yang ditebarkan pada kepadatan sedang dan tinggi, tetapi sangat berkurang pada padat penebaran rendah. Perbedaan laju pertumbuhan mungkin disebabkan oleh perbedaan serupa dalam hal konsumsi makanan. Rendahnya konsumsi makanan mungkin juga menjadi sebab utama rendahnya konsumsi oksigen pada kelompok ikan yang ditebarkan dengan kepadatan rendah. Padat penebaran mempengaruhi perilaku ikan. Perilaku bergerombol terlihat pada kelompok padat penebaran sedang dan tinggi. Tidak ada korelasi nyata antara panjang tubuh awal, konsumsi makanan dan laju pertumbuhan pada semua ikan dari semua kelompok padat penebaran. Oleh karena itu, hambatan sosial akibat pembentukan hierarki dominansi mungkin bukan merupakan sebab utama penurunan nafsu makan dan pertumbuhan ikan pada kelompok padat penebaran rendah.

Pengaruh Kekeruhan Air Terhadap Aktivitas Makan Pada Ikan

Gregory dan Northcote (1993) mempelajari pengaruh kekeruhan terhadap aktivitas makan pada juvenil ikan chinook salmon (Oncorhynchus tshawytscha) di laboratorium. Aktivitas makan ikan ini terhadap mangsa yang ada di permukaan air (Drosophila), mangsa planktonik (Artemia) dan bentos (Tubifex) diamati pada berbagai kisaran kekeruhan air (< 1, 18, 35, 70, 150, 370 dan 810 NTU). Hasilnya menunjukkan bahwa aktivitas makan berkurang pada kondisi yang lebih keruh untuk ketiga jenis mangsa.

Baca juga :
Binder (Perekat) Dalam Pelet Pakan Ikan

Pengaruh Suhu Terhadap Konsumsi Makanan Pada Ikan Kowan

Cai dan Curtis (1990) melaporkan bahwa konsumsi makanan, laju pertumbuhan dan komposisi asam lemak jaringan pada juvenil ikan kowan triploid sangat bervariasi ketika diberi berbagai jenis makanan berupa tumbuhan air atau pakan komersial pada suhu 20 oC. Nilai-nilai tertinggi untuk konsumsi makanan, laju pertumbuhan dan konsentrasi asam lemak omega-3 (terutama 18:3n-3) dalam otot dan hati ditemukan pada ikan kowan yang memakan tumbuhan air Elodea. Ikan yang makan Elodea selama 32 hari dan kemudian memakan pakan komersial selama 33 hari berikutnya pada suhu 14,4 oC, 18,8 oC atau 24,4 oC juga dipelajari.

Berdasarkan hasil pengamatan kedua peneliti menyimpulkan bahwa laju pertumbuhan dan konsumsi makanan, tetapi tidak efisiensi asimilasi, meningkat dengan meningkatnya suhu lingkungan. Bila ikan yang memakan Elodea selanjutnya memakan pakan komersial, laju pertumbuhan dan efisiensi konversi pakan tetap bertahan selama 23 hari dan kemudian turun mendadak dalam 10 hari terakhir pada semua suhu. Penurunan laju pertumbuhan dan efisiensi konversi pakan adalah bersamaan dengan penurunan konsentrasi asam-asam lemak omega-3 dalam otot dan hati. Kejadian yang bersamaan ini menunjukkan arti penting asam lemak 18:3n-3 bagi pertumbuhan ikan kowan. Bila pada suhu 14,4 oC dan 18,8 oC pakan ikan diubah dari Elodea menjadi pakan komersial, maka rasio total asam-asam lemak tak jenuh terhadap total asam lemak jenuh meningkat sedangkan jumlah total ikatan rangkap asam lemak dalam otot dan hati tidak meningkat. Hal ini terutama disebabkan oleh berkurangnya asam lemak 16:0 dan bertambahnya asam lemak 16:1. Pemberian pakan ikan kowan dengan Elodea pada suhu hangat meningkatkan nilai gizi ikan kowan sebagai sumber asam-asam lemak omega-3 untuk konsumsi manusia.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda