Rabu, 02 Januari 2013

Pakan Ikan : Ukuran, Jumlah, Kesegaran dan Pemasakan

Arsip Cofa No. C 120

Hubungan Ukuran Makanan dan Laju Pengosongan Lambung Ikan

Smith (1982) menyatakan bahwa salah satu penduga umum bagi laju pengolahan makanan oleh saluran pencernaan adalah waktu yang diperlukan oleh lambung untuk menjadi kosong setelah makan. Walaupun waktu pengosongan lambung diukur dengan banyak ragam metode dan dipengaruhi oleh banyak macam faktor, beberapa generalisasi bisa berlaku umum. Pertama, laju pengosongan (dan pencernaan) lambung sering bersifat eksponensial, hanya sedikit yang mendekati garis lurus (laju pengosongan lambung bersifat konstan). Kedua, makanan berukuran besar dicerna lebih cepat daripada makanan berukuran kecil sebagai perbandingan terhadap ukurannya – misal, makanan yang berukuran tiga kali lebih besar membutuhkan waktu hanya dua kali lebih lama untuk dicerna. Ketiga, suhu merupakan pengendali yang sangat kuat terhadap laju pengosongan lambung. Makanan berlemak tinggi dicerna paling lambat, dan pengosongan lambung tahap akhir bisa tertunda oleh adanya bahan-bahan tak tercerna seperti rangka luar krustasea (kitin). Jarak antar waktu makan yang lebih lama biasanya berarti bahwa makanan yang lebih besar akan ditelan bila tersedia cukup makanan, namun ikan sockeye salmon tidak akan memakan makanan berukuran maksimal di bawah suhu 10 oC atau di atas 20 oC. Berbeda dengan salmonidae, ukuran makanan maupun jarak antar waktu makan pada sunfish tampaknya tidak mempengaruhi laju pencernaan lambung.

Baca juga :
Binder (Perekat) Dalam Pelet Pakan Ikan

Pengaruh Ukuran Makanan Terhadap Sekresi HCl dan Pepsin Oleh Lambung Ikan

Smith (1982) menyatakan bahwa produksi asam lambung sebanding dengan ukuran makanan maupun suhu. Pembesaran lambung tampaknya merupakan perangsang untuk memulai sekresi lambung. Ikan tak berlambung tidak menghasilkan HCl maupun pepsin. Pengasaman isi lambung bervariasi sesuai dengan tipe dan jumlah makanan. Karena kebanyakan bahan makanan memiliki aksi buffer, maka lebih banyak HCl yang diperlukan bagi makanan yang lebih besar. Dalam hal makanan padat seperti ikan mangsa, pH optimum yang diperlukan mungkin hanya dicapai pada lapisan terluar makanan tersebut.

Baca juga :
Hubungan Antara Komposisi Kimia Pakan dengan Komposisi Kimia Telur dan Daging Ikan

Perilaku Makan Ikan Terhadap Partikel Makanan Yang Berbeda Ukuran

Vilenkin dan Berezkina (1992) melaporkan bahwa spesimen tunggal ikan Puntius arulius diberi secara acak partikel makanan berukuran sama atau berbeda dengan selang waktu 2 menit selama 3 jam. Ketika ikan diberi pakan homogen berukuran partikel kecil atau sedang, mereka mula-mula memakan setiap partikel makanan tetapi kemudian mengkonsumsi secara bergantian dengan penolakan. Ketika disediakan partikel makanan besar atau campuran partikel makanan dengan berbagai ukuran, penolakan tampak pada awal percobaan. Lama makan tanpa penolakan dan laju makan (mg/menit) berkurang dengan meningkatnya berat partikel makanan. Waktu yang dibutuhkan untuk mengkonsumsi makanan sebanyak 5 % dari berat badan adalah minimum bila ikan diberi partikel makanan berukuran sedang, dan selalu lebih lama bila ikan diberi partikel makanan dengan ukuran berbeda-beda.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Pengaruh Keterbatasan Jumlah Pakan Terhadap Fisiologi Ikan

Farbridge et al. (1992) memberi pakan sampai kenyang 4 kali sehari untuk ikan pra dewasa rainbow trout, Oncorhynchus mykiss, dengan macam perlakuan 5 hari (5 H), 3 hari (3 H) atau 1 hari (1 H) dalam seminggu selama 42 hari (periode perlakuan) dan kemudian diberi pakan sampai kenyang 4 kali sehari, 5 hari dalam seminggu, selama 56 hari (periode pasca perlakuan). Selama periode perlakuan, kelompok 1 H dan 3 H menunjukkan penurunan pertumbuhan (berat badan basah), peningkatan kompensasi konsumsi pakan pada hari-hari pemberian pakan, perubahan rasio pakan : perolehan berat, pengurangan jaringan lemak dalam usus dan berat basah hati, peningkatan kadar air daging, penurunan kadar lipida dalam daging dan hati, penurunan konsentrasi hormon tiroksin T4, tiroksin T3, hormon pertumbuhan (hanya pada kelompok 1 H) dalam plasma darah, serta penurunan aktivitas 5’-monodeiodinase hepatik (konversi T4 hati). Selama periode pasca perlakuan, kelompok 1 H dan/atau 3 H menunjukkan – sebagai kompensasi atas kelaparan yang telah dialaminya selama periode perlakuan – peningkatan laju pengambilan makanan dan penimbunan jaringan lemak pada usus, kadar lipida daging dan hati, kadar air daging dan berat basah hati.

Baca juga :
Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Makan Pada Avertebrata

Pengaruh Kesegaran Makanan Terhadap Kelangsungan Hidup Anak Ikan Sebelah

Baynes dan Howell (1993) melaporkan bahwa pertumbuhan dan kelangsungan hidup juvenil ikan sebelah, Solea solea, yang diberi pakan semata-mata berupa kerang hijau Mytilus edulis segar atau yang dipanasi dan dibekukan (disimpan), telah dibandingkan. Juga dilakukan pengujian terhadap efek penambahan pakan berupa kerang segar sebanyak satu dan dua kali seminggu untuk anak ikan yang diberi pakan kerang yang disimpan. Selama 9 minggu percobaan, kelangsungan hidup anak ikan yang diberi pakan kerang segar adalah melebihi 90 %.

Sebaliknya, kelangsungan hidup anak ikan yang diberi pakan kerang yang disimpan adalah kurang dari 3 %. Pemberian tambahan pakan berupa kerang segar dua kali seminggu meningkatkan kelangsungan hidup sampai mencapai tingkat yang sama dengan anak ikan yang diberi kerang segar saja, walaupun laju pertumbuhannya secara nyata lebih rendah. Mortalitas anak ikan yang diberi pakan kerang yang disimpan adalah berkaitan dengan kejadian penyakit “black patch necrosis” (BPN; nekrosis bercak hitam). Ikan yang diberi pakan kerang segar tidak mengembangkan gejala-gejala penyakit ini meskipun berdekatan dengan ikan yang sakit dan tidak ada tanda-tanda awal penyakit untuk mencegah penularannya. Ikan tidak diberi substrat pasir, yang sering dianggap perlu untuk pertumbuhan ikan sebelah. Diduga bahwa kombinasi nutrisi yang cukup dan kebersihan tangki diperlukan guna mencegah kejadian BPN dan bahwa penyediaan substrat pasir bukanlah syarat mutlak bagi keberhasilan budidaya anak ikan sebelah ini.

Baca juga :
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Makan dan Konsumsi Makanan

Pengaruh Pakan Yang Dimasak Terhadap Pertumbuhan Ikan

Gomes dan Kaushik (1990) menyatakan bahwa peningkatan kadar energi tercerna (digestibility energy) bisa memperbaiki penampilan pertumbuhan dan efisiensi retensi protein pada ikan rainbow trout. Percobaan pertumbuhan dan daya cerna telah dilakukan untuk mengevaluasi kemungkinan penambahan triticale (sejenis hibrida antara gandum x rye, varietas heksaploid) sebagai sumber potensial energi tercerna bagi rainbow trout. Telah dibuat empat jenis pakan dengan berbagai kadar triticale alami (0 – 30 % bahan kering) dan 2 jenis pakan lain dengan triticale yang diberi perlakuan pemasakan pendahuluan sebanyak 20 dan 30 % bahan kering. Semua pakan mengandung protein berkadar sama (protein kasar 43 % bahan kering) dan kadar energi sama (energi kotor 20 kJ/gram bahan kering). Daya cerna bahan kering, kanji dan energi dipengaruhi oleh kadar dan kealamian triticale. Pemasakan (15 menit, 110 oC) memperbaiki daya cerna gizi pakan yang mengandung triticale. Penampilan pertumbuhan dan efisiensi retensi gizi adalah lebih tinggi pada ikan yang diberi pakan yang mengandung triticale yang dimasak pendahuluan dibandingkan pada ikan yang diberi pakan yang mengandung triticale alami pada jumlah yang setara. Triticale tampaknya berpotensi sebagai bahan pakan ikan guna memperbaiki daya cerna kanji.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda