Jumat, 14 Desember 2012

Kekebalan Ikan terhadap Infeksi Patogen dan Parasit

Arsip Cofa No. C 114

Prinsip-Prinsip Pencegahan Penyakit Ikan

Ciri-ciri penting strategi pencegahan penyakit ikan epizootik adalah praktek pemeliharaan yang baik dan pemonitoran yang tepat. Untuk mencapai tujuan ini, tindakan-tindakan berikut, berdasarkan buku karangan M. Kr. Das “Standardization of Methods for Diagnosis and Prevention of Epizootic Fish Diseases”, perlu dilakukan dengan efektif.

Disenfeksi Daerah Perairan

Pada awalnya kolam sebaiknya dikeringkan atau didisinfeksi. Pada kolam yang tidak dapat dikeringkan di mana pengeringan biasanya sulit dilakukan karena kelangkaan air untuk mengisinya kembali dan diperlukan saluran untuk mengalirkan air, disinfeksi kolam merupakan langkah yang paling sesuai. Pemakaian minyak biji tumbuhan mahua (Bassia latifolia) sebanyak 25 ppm atau serbuk pemutih (kapur berklorin) sebanyak 50 ppm dengan cepat membunuh semua spesies ikan liar, moluska, kecebong, kodok, kepiting, dll. dan juga akan mensucihamakan tanah dan air kolam.

Disinfeksi Peralatan

Semua peralatan seperti jaring, alat tangkap, peralatan plastik dan hapa ternyata ditempeli organisme patogen dan cukup berperan dalam penyebaran penyakit. Untuk mencegah penyebaran patogen dari satu daerah perairan ke daerah perairan lain maka peralatan tersebut sebaiknya dicuci dan dijemur dengan sempurna atau dicelupkan dalam larutan pekat disinfektan sebelum digunakan.

Disinfeksi Ikan

Umumnya disinfeksi ikan dilakukan dengan “memandikan” ikan secara rutin 4 kali setahun. Bahan kimia yang dipakai adalah Nace 3 – 4 % dan KMnO4. Bahan-bahan kimia ini biasanya dipakai untuk membasmi ektoparasit.

Kepadatan penebaran yang tinggi sering menjadi penyebab utama stres pada ikan budidaya. Kepadatan yang terlalu tinggi akan menurunkan mutu air, yang kemudian menyebabkan ikan mengalami stres. Bila ada ikan yang mati maka harus segera disingkirkan.

Penurunan keparahan gejala EUS pada tahun-tahun selanjutnya di berbagai negara memperkuat dugaan bahwa daya tahan terhadap penyakit perlahan-lahan terbentuk pada generasi-generasi yang berturutan. Penebaran stok ikan kebal-penyakit akan mencegah terjadinya penyakit tersebut, tetapi disarankan hanya dilakukan di daerah di mana penyakit telah berjangkit karena mereka bisa saja tidak tampak tetapi kemudian dapat menginfeksi dengan hebat ikan-ikan di daerah yang masih “bersih”. Penebaran spesies kebal-penyakit seperti Tilapia dilakukan besar-besaran selama musim EUS.

Pemberian Pakan Yang Cukup

Perawatan harus dilakukan untuk mempertahankan jumlah optimum pakan agar dapat melestarikan populasi ikan (yang biasanya padat) di dalam suatu perairan dengan sistem budidaya intensif dan semi intensif. Bila pakan alami tidak cukup maka harus diberi pakan tambahan dengan mutu yang baik. Kekurangan mutu dan jumlah pakan sering menyebabkan penyakit defisiensi gizi dan meningkatkan kerentanan terhadap banyak penyakit infeksi.

Pemisahan Ikan Muda dan Induk

Ikan-ikan dewasa dan induk sering berperan sebagai pembawa bibit patogen (carrier) tanpa menunjukkan gejala-gejala klinis. Mereka kadang-kadang tetap bertahan hidup ketika terjadi penyakit epizootik karena telah membangun kekebalan tetapi bisa mengandung beberapa patogen. Untuk mencegah resiko ini perlakuan yang terbaik adalah memisahkan ikan muda dari ikan induk dan ikan lain. Hatchery seharusnya tetap mencatat perpindahan anak ikan (yang mencakup spesies, jumlah, ukuran dan alamat tujuan), sehingga bila terjadi penyakit maka lokasi wabah bisa ditelusuri.

Pengendalian Ikan Liar

Ikan liar sering membawa patogen yang dapat menyebabkan kerusakan serius bagi populasi ikan budidaya yang sangat padat. Banjir berkala (selama musim hujan) bisa menciptakan hubungan dengan ikan liar. Pertanian yang menerima pasokan arnya dari saluran irigasi atau dari sawah padi beresiko tinggi terkena infeksi sebagai mana dibuktikan selama berjangkitnya EUS. Bila wabah epizootik terjadi maka air kolam sebaiknya jangan diganti dan pematang kolam ditinggikan untuk mencegah masuknya air banjir.

Pengendalian Vektor dan Hama

Ikan budidaya merupakan bagian kompleks fauna di mana ada tiga tipe fauna lain yang berbahaya bagi ikan yang ikut menyusun kompleks tersebut (a) binatang yang berfungsi sebagai inang-antara parasit yang melengkapi siklus hidupya dalam tubuh ikan, misal binatang ini adalah siput. Siput sebaikhya dibunuh untuk diamati secara rutin. (b) Lintah yang berfungsi sebagai penular protozoa darah Cryptobia. Argulus juga merupakan parasit potensial yang dapat berperan sebagai vektor. (c) Beberapa binatang dan tumbuhan air (terutama plankton) yang selalu ada dalam habitat terkendali bisa mengalami ledakan populasi yang membahayakan ikan. Dalam kolam pemeliharaan (nursery pond) dan pembesaran (rearing pond) perlu diberi malation sebanyak 0,25 ppm 4 – 5 hari sebelum penabaran. Malation membasmi kopepoda besar yang muncul dalam jumlah banyak sebelum penebaran.

Pengaturan Karantina

Dalam rangka pencegahan penyakit ikan, perlu ditekankan bahwa pemasukan (introduksi) dan perpindahan ikan sebaiknya dikenai perlakuan karantina. Penyebaran ikan terinfeksi berperanan penting dalam menurunkan produktivitas ikan di Asia Tenggara. Hanya sedikit perhatian diarahkan pada kemungkinan bahwa ikan dan invertebrata impor juga dapat membawa penyakit dan parasit luar yang berbahaya. Lilley et al. (1992) berpendapat bahwa cepatnya penyebaran sindrom borok (ulcerative syndrome) melintasi daerah aliran sungai, laut dan batas-batas negara, memperkuat dugaan bahwa kemungkinan besar manusia bertanggung jawab atas penyebaran EUS, baik di dalam negeri maupun melintasi batas-batas antar negara. Karena itu perlu dimantapkan sistem karantina ikan yang didukung undang-undang.

Baca juga :
Hubungan Aerasi dengan Kejadian Penyakit dan Parasit Ikan

Perlindungan Terhadap Infeksi Patogen

Menurut Smith (1982) mula-mula diduga bahwa ikan teleostei tidak memiliki respon kekebalan, tetapi respon kekebalan terhadap antigen kemudian terlihat pada ikan salmonidae, meskipun agak lebih lambat dibandingkan pada mamalia dan terutama dalam bagian pertengahan dan bagian tertinggi dari kisaran suhu lingkungannya. Ikan hagfish menunjukkan respon kekebalan setelah sangat lama terpapar antigen, ikan lamprey menunjukkan respon yang sedikit lebih kuat, sedangkan hiu membentuk antibodi hampir sesempurna ikan teleostei. Jadi tampaknya ada kemajuan perkembangan respon kekebalan selama evolusi vertebrata, dengan ikan teleostei (terutama salmonidae yang telah dipelajari) agaknya ada di pertengahan antara hagfish dan mamalia.

Smith (1982) menambahkan bahwa ikan tidak sama sekali tak terlindung dari serangan pertama suatu organisme penyakit. Pertama, sisik dan lendir bertindak sebagai perintang mekanis dan kimiawi untuk mencegah masuknya organisme penyakit. Lendir tampaknya merupakan bakterisida dan fungisida yang baik pada banyak spesies ikan. Beberapa spesies ikan ekonomis penting bisa disimpan dengan lebih awet bila lapisan lendir dibiarkan utuh ketika ikan di-es. Antibodi yang dihasilkan selama respon kekebalan kadangkala bisa juga ada di dalam lendir. Beberapa spesies ikan tampaknya memiliki kekebalan alami terhadap penyakit yang mudah menginfeksi spesies ikan yang berkerabat dekat dengannya. Sebagian besar vertebrata mempunyai zat aglutinin alami yang meng-aglutinasi (merekatkan hingga menggumpal) berbagai jenis antigen.

Ikan salmonidae juga mempunyai interferon – zat antivirus umum – di dalam darahnya. Patogen mengalami kesulitan untuk masuk ke tubuh ikan melalui saluran usus akibat rendahnya pH lambung dan aktivitas proteolitik enzim baik dalam lambung maupun usus. Bagaimanapun, salah satu respon terhadap stres adalah penghentian gerak usus (atau peristalsis) yang memungkinkan terjadinya fermentasi anaerobik terhadap isi usus, dan pada saat yang sama, enzim-enzim usus bisa menyerang dinding usus. Hal ini memungkinkan perbanyakan secara cepat beragam jenis patogen dan memudahkan masuknya patogen ke dalam aliran darah. Penghentian gerak usus (“gut stasis”) pada mamalia tampaknya merupakan jalur umum masuknya patogen dan diduga demikian pula pada salmon dewasa. Secara umum, kebanyakan ikan tampaknya mempunyai berbagai jenis organisme patogen potensial di dalam tubuh dan di sekelilingnya yang menunggu robohnya salah satu penghalang untuk menginfeksi ikan.

Baca juga :
Parasit Ikan

Mekanisme Perlindungan Tubuh Terhadap Patogen Yang Akan dan Telah Menginfeksi

Chevassus dan Dorson (1990) menyatakan bahwa kekebalan seekor atau sekelompok ikan terhadap suatu patogen merupakan fenomena yang amat komplek yang mungkin melibatkan banyak faktor yang berbeda-beda antara seekor atau sekelompok ikan dengan ikan lainnya. Patogen mungkin tidak dapat masuk ke tubuh suatu organisme karena adanya lendir penghalang atau lendir yang berefek menghancurkan yang disekresi oleh lambung atau usus. Patogen bisa juga menembus tubuh tapi segera menjadi tidak aktif (akibat pengaruh serum anti-bakteri, sel-sel pembunuh, protein fase akut, makrofage) atau menjadi tidak aktif akibat mekanisme-mekanisme yang ditimbulkannya (misal produksi antibodi atau interferon).

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Aktivitas Fagositik Pada Sel Endokardial Berbagai Spesies Ikan

Nakamura et al. (1992) menyatakan bahwa sel endokardial beberapa spesies ikan telah dilaporkan menunjukkan aktivitas fagositik (menelan bakteri dan partikel kecil); bagaimanapun, semua laporan mengenai fenomena ini didasarkan pada penelitian in vivo (di dalam tubuh organisme hidup). Untuk itu dilakukan pengamatan secara in vitro (di luar tubuh organisme hidup) terhadap aktivitas fagositik sel endokardial beberapa spesies ikan. Jantung ikan dibedah dan diinkubasi secara organotipikal di dalam medium kultur jaringan DM-170 yang mengandung 1 % tinta Perikan (partikel karbon) selama 2 jam pada suhu sekitar 23 oC. Sel-sel tersebut diamati secara histologis. Binatang yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : ikan medaka (Oryzias latipes), ikan seribu (Poecilia reticulatus), neon tetra (Paracheirodon innesi), lemon tetra (Hyphessobrycon pulchripinnis), mas koki (Carassius auratus) dan ikan rose bitterling (Rhodeus ocellatus). Sel-sel endokardial ikan cyprinodontiformes (medaka dan ikan seribu) menunjukkan aktivitas fagositik yang kuat. Sel endokardial cypriniformes (mas koki dan bitterling) menunjukkan aktivitas sedang, dan sel endokardial characiformes (neon tetra dan lemon tetra) menunjukkan aktivitas fagositik yang lemah atau hampir tidak ada terhadap partikel-partikel karbon. Aktivitas fagositik sel endokardial mungkin berhubungan dengan status filogenetik dalam sistem kekebalan ikan.

Baca juga :
Stres Mempengaruhi Hormon, Kekebalan Penyakit dan Perilaku Ikan

Meningkatkan Kekebalan Ikan Lele Setelah Terinfeksi Edwardsiella

Vinitnantharat dan Plumb (1993) melaporkan bahwa ikan channel catfish Ictalurus punctatus yang bertahan hidup setelah terinfeksi secara alami oleh Edwardsiella ictaluri menunjukkan hubungan yang kuat antara kadar antibodi peng-aglutinasi Edwardsiella ictaluri dan derajat perlindungan terhadap bahaya. Penyuntikan secara intraperitoneal 2,0 x 107 sel bakteri/ikan membunuh 100 % ikan yang memiliki kadar antibodi 0 dan 128 (rendah); 77,8 % ikan yang kadar antibodinya 256 sampai 512 (sedang); dan 57,7 % ikan yang memiliki kadar antibodi lebih dari 1024 (tinggi). Percobaan kedua, dengan menggunakan 5,1 x 105 sel/ikan, menghasilkan mortalitas 72,2 % pada ikan tanpa antibodi terdeteksi; 51,3 % pada ikan berkadar antibodi rendah; 25,0 % pada ikan berkadar antibodi sedang dan 6,5 % pada ikan berkadar antibodi tinggi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ikan channel catfish memiliki antibodi pelindung setelah terinfeksi Edwardsiella ictaluri, tetapi kadar antibodi lebih dari 256 diperlukan untuk menjamin perlindungan yang cukup terhadap infeksi. Bila ikan dikenai sejumlah besar patogen maka kekebalannya bisa dikalahkan. Pemberian makanan yang diresapi ekstrak sel Edwardsiella ictaluri setiap 5 atau 10 hari kepada ikan yang telah divaksinasi dengan suntikan akan membantu mempertahankan kadar antibodinya, sedangkan kadar antibodi ikan yang tidak diberi vaksin lewat mulut akan terus berkurang.

Baca juga :
Bakteri Penyebab Penyakit Pada Ikan

Bisakah Kortisol Meningkatkan Kekebalan Ikan Terhadap Infeksi Parasit ?

Johnson dan Albright (1992) meneliti pengaruh cangkok hidrokortisol terhadap kerentanan ikan coho salmon Oncorhynchus kisutch terhadap infeksi kopepoda laut ektoparasit penting, yakni Lepeophtheirus salmonis, pada kondisi laboratorium. Ikan coho salmon yang dicangkok kortisol adalah lebih rentan terhadap infeksi daripada ikan coho salmon kontrol. Kopepoda hilang dari insang ikan kontrol pada 10 hari setelah infeksi, dan hanya tinggal sedikit yang tersisa pada tubuh dan siripnya pada 20 hari pasca infeksi. Kopepoda tetap ada pada insang, sirip dan tubuh ikan yang dicangkok kortisol selama 20 hari penelitian. Irisan histologis jaringan insang dan sirip ikan kontrol menunjukkan hiperplasia epitelial yang berkembang baik dan menunjukkan respon peradangan terhadap adanya Lepeophtheirus salmonis. Respon peradangan dan perkembangan hiperplasia epitelial adalah lemah pada ikan yang dicangkok kortisol. Data ini mendukung hipotesis bahwa mekanisme pertahanan inang non spesisifik adalah penting bagi kekebalan ikan coho salmon terhadap infeksi Lepeophtheirus salmonis.

Variasi Kekebalan Penyakit Pada Spesies Ikan Yang Berkerabat Dekat

Chevassus dan Dorson (1990) menyatakan bahwa patogen (virus, bakteri, parasit) tertentu memiliki inang yang tertentu pula yang seringkali sangat terbatas. Telah dilaporkan bahwa mortalitas akibat penyakit furunculosis sebesar 25 %, 6 % dan 0 %, berturut-turut, untuk brown trout (Salmo trutta), brook trout (Salvelinus fontinalis) dan rainbow trout (Salmo gairdneri) yang dipelihara bersama-sama dalam sebuah kolam. Kerentanan spesies ikan salmonidae terhadap infeksi Ceratomyxa shasta sangat bervariasi : mortalitas hampir 100 % pada Salmo gairdneri, Salmo clarkii dan Salvelinus fontinalis, tetapi lebih kecil pada Onchorhynchus nerka dan hampir nol pada Salmo salar. Penyakit virus pada ikan salmonidae telah sering diamati dan famili ikan ini menunjukkan perbedaan kerentanan yang besar bahkan antar serotipe terhadap virus yang sama.

Untuk menganalisa variasi interspesifik tersebut, penggunaan hibridisasi (yang sering diterapkan untuk tanaman) pada ikan adalah terbatas karena rendahnya kemampuan hidup ikan hasil persilangan. Namun, telah dilaporkan bahwa hasil persilangan antara ikan rainbow trout betina dengan coho salmon jantan (Onchorhynchus kisutch) memiliki sifat mirip induknya yang kebal terhadap VHS (Viral Haemorrhagic Septicaemia). Bagaimanapun, akibat rendahnya daya hidup hibrid ini maka ikan hasil persilangan tersebut tidak bermanfaat. Sebaliknya, pewarisan sifat kebal tidak sistematik. Dalam kasus ini, hibrid rentan terhadap IPN (Infectious Pancreatic Necrosis) padahal ikan coho salmon kebal terhadapnya (Chevassus dan Dorson, 1990).

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda