Selasa, 29 Mei 2012

Hormon Avertebrata, Vertebrata, Pituitari dan Metamorfosis

Arsip Cofa No. C 048

Konsep Umum dan Hormon Pada Avertebrata

Hickman et al. (2001) menyatakan bahwa hormon adalah pembawa pesan kimia yang disintesis oleh sel endokrin khusus dan sel-sel lain kemudian diangkut oleh darah menuju sel sasaran di mana mereka mempengaruhi fungsi sel dengan mengubah proses-proses biokimia tertentu. Spesifikasi respon dijamin oleh adanya reseptor protein pada atau di dalam sel sasaran yang hanya mengikat hormon-hormon tertentu. Pengaruh hormon sangat diperkuat di dalam sel sasaran melalui salah satu dari dua mekanisme dasar. Banyak jenis hormon, termasuk epinefrin, glukagon, vasopresin dan beberapa hormon dari pituitari anterior, menyebabkan produksi “pembawa pesan kedua”, seperti AMP siklik, yang menyampaikan-kembali pesan hormon dari reseptor permukaan ke mesin biokimia sel. Hormon-hormon steroid dan hormon-hormon tiroid bekerja melalui reseptor inti. Kompleks hormon-reseptor mengubah sintesis protein dengan merangsang atau menghambat transkripsi gen.

Baca juga :
Sejarah Endokrinologi

Menurut Hickman et al. (2001) kebanyakan hormon invertebrata merupakan produk dari sel neurosekretori. Sistem endokrin avertebrata yang dipahami paling baik adalah hormon pengendali molting (ganti kulit) dan metamorfosis pada serangga. Serangga juvenil tumbuh dengan melewati serangkaian proses ganti kulit di bawah kendali dua jenis hormon, pertama hormon ekdison yang mengatur ganti kulit sampai menjadi individu dewasa dan kedua hormon juvenil yang mempertahankan sifat-sifat juvenil. Ekdison dikendalikan oleh sejenis hormon neurosekretori (PTTH) dari otak.

Baca juga :
Kemungkinan Penggunaan Hormon Untuk Merangsang Pertumbuhan Bandeng (Chanos chanos)

Hormon Pada Vertebrata

Hickman et al. (2001) menyatakan bahwa sistem endokrin vertebrata diatur oleh hipotalamus. Pelepasan semua hormon pituitari anterior diatur terutama oleh produk-produk neurosekresi hipotalamus yang disebut “releasing hormone/hormon pelepas” (atau hormon penghambat pelepasan). Hipotalamus juga menghasilkan dua jenis hormon neurosekresi, yang disimpan di dalam dan dilepaskan dari lobus pituitari posterior. Pada mamalia, kedua hormon ini adalah oksitosin, yang merangsang produksi susu dan kontraksi uterus selama proses kelahiran; dan vasopresin (hormon antidiuretik) yang bertindak terhadap ginjal untuk menghambat produksi urin, menyebabkan penyempitan pembuluh darah, dan meningkatkan rasa haus. Pada amfibi, reptil dan burung, vasotosin menggantikan vasopresin sebagai hormon pengatur keseimbangan air. Lobus pituitari anterior menghasilkan tujuh jenis hormon yang telah dikenal dengan baik. Empat di antaranya adalah hormon “tropic” yang mengatur kelenjar endokrin : hormon tirotropik (TSH), yang mengendalikan sekresi hormon-hormon tiroid; hormon adrenokortikotropik (ACTH), yang merangsang pelepasan hormon-hormon steroid oleh korteks anak-ginjal; dan “follicle-stimulating hormone’ (FSH; hormon perangsang folikel) dan “luteinizing hormone’ (LH), yang beraksi terhadap ovari dan testes. Tiga jenis hormon yang bertindak langsung adalah (1) prolaktin, yang memainkan beberapa peranan beragam, termasuk merangsang produksi susu; (2) hormon pertumbuhan, yang mengendalikan pertumbuhan dan metabolisme tubuh; dan (3) hormon perangsang melanosit (MSH), yang mengatur penyebaran sel-sel melanosit pada vertebrata ektoterm.

Baca juga :
Hormon Pertumbuhan Ikan

Hickman et al. (2001) menambahkan bahwa pada banyak vertebrata, kelenjar pineal menghasilkan hormon melatonin yang dilepaskan sebagai respon terhadap kondisi gelap. Pada burung dan mamalia yang merupakan pemijah musiman, melatonin menyediakan informasi tentang panjang hari, dan dengan demikian secara tidak langsung mengatur aktivitas reproduksi musiman. Di dalam otak ada beberapa neuropeptida yang bertindak sebagai hormon, yaitu prostaglandin dan sitokin. Beberapa hormon memainkan peranan penting dalam mengatur aktivitas metabolik seluler. Dua hormon tiroid, yaitu triodotironin dan tiroksin, mengatur pertumbuhan, perkembangan sistem saraf dan metabolisme seluler. Metabolisme kalsium dikendalikan terutama oleh tiga jenis hormon : hormon paratiroid dari kelenjar paratiroid, hormon 1,25-dihidroksivitamin D yang merupakan turunan vitamin D, dan kalsitonin dari kelenjar tiroid. Hormon paratiroid dan 1,25-dihidroksivitamin D meningkatkan konsentrasi kalsium dalam plasma darah sedang kalsitonin menurunkannya.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Hormon-hormon steroid utama dari kortek adrenal adalah glukokortikoid, yang merangsang pembentukan glukosa dari sumber non glukosa (glukoneogenesis), dan mineralokortikoid, yang mengatur keseimbangan elektrolit darah. Medula adrenal merupakan sumber hormon epinefrin dan norepinefrin, yang mempunyai banyak pengaruh, di antaranya membantu sistem saraf simpatetik dalam respon darurat. Mereka juga meningkatkan subtrat energi di dalam darah untuk digunakan pada situasi darurat. Pankreas endokrin menghasilkan dua jenis hormon yang bekerja berlawanan (antagonistik) dalam mengatur metabolisme glukosa, yaitu insulin dan glukagon. Insulin dibutuhkan dalam proses pemanfaatan glukosa darah pada tingkat seluler serta penyerapan asam-asam amino di dalam otot; aksi glukagon berlawanan dengan insulin. Hormon yang ditemukan baru-baru ini adalah leptin, yang disekresi oleh jaringan lemak (adipose) dan memberi umpan balik bagi hipotalamus untuk mengatur keseimbangan energi dan pengambilan makanan (Hickman et al., 2001).

Baca juga :
Mekanisme Kerja dan Pengaturan Sekresi Hormon

Hormon Yang Dihasilkan Pituitari Teleostei

Matty (1985) meringkaskan jenis dan fungsi hormon-hormon yang diproduksi oleh adenohipofisis pada ikan teleostei. Hormon pertumbuhan meningkatkan pertumbuhan ikan secara linier dengan berbagai cara. Hormon ini merangsang nafsu makan, memperbaiki konversi pakan, meningkatkan sintesis protein, mengurangi kehilangan nitrogen, merangsang oksidasi dan memobilisasi lemak serta secara langsung atau pun tidak langsung mendorong sintesis dan pelepasan insulin. Hormon prolaktin memodifikasi pergerakan air dan natrium melewati insang, ginjal dan kandung kemih serta mempengaruhi kulit dan saluran pencernaan; prolaktin juga terlibat dalam metabolisme lipida dan penyimpanan lemak serta menurunkan kadar tiroksin dalam serum darah. Hormon tirotropin merupakan sejenis glikoprotein dan berfungsi mengatur fungsi kelenjar tiroid. Hormon adrenokortikotropin (ACTH) menyebabkan peningkatan kadar kortisol pada ikan trout dan respon ini sama seperti pada ACTH babi. “Melanophore Stimulating Hormone” (MSH) mengatur perubahan warna tubuh ikan teleostei. Hormon gonadotropin (GTH) ada yang kaya-karbohidrat dan ada yang miskin-karbohidrat; gonadotropion-kaya karbohidrat terlibat dalam proses-proses seperti steroidogenesis, spermiasi (pembentukan sperma), pematangan oosit (sel telur) dan ovulasi, sedangkan gonadotropin miskin-karbohidrat berkaitan dengan vitelogenesis (produksi kuning telur) meskipun gonadotropin kaya-karbohidat pada beberapa spesies ikan juga terlbat dalam vitelogenesis. Selain hormon-hormon tersebut kelenjar pituitari teleostei juga menghasilkan “Hypothalamic Release Hormone” (hormon pelepas hipotalamik), “Thyrotropin-Releasing Hormone” (TRH; hormon pelepas tirotropin) dan “Gonadotropin Releasing Hormone” (GRH; hormon pelepas gonadotropin).

Baca juga :
Reproduksi dan Endokrinologi

Hormon Yang Terlibat Dalam Metamorfosis Ikan Sebelah

Jesus et al. (1992) melaporkan bahwa pada mamalia, tiroksin (T-4) dianggap sebagai prohormon yang diubah menjadi triodotironin (T-3) agar dapat memberikan pengaruh biologisnya. Tiroksin juga mengalami monodeiodinasi untuk menghasilkan kebalikan T-3 (rT-3) yang tak aktif. Selama metamorfosis ikan sebelah, kadar tiroksin dalam jaringan menunjukkan peningkatan dramatis sedangkan kadar T-3 hanya meningkat sedikit. Bagaimanapun, T-3 beberapa kali lebih potensial daripada T-4 dalam merangsang metamorfosis. Uji terhadap aktivitas 5- dan 5’- monodeiodinase telah dikembangkan. Laju 5- dan 5’- monodeiodinasi adalah rendah selama pro metamorfosis, tetap tinggi selama klimak metamorfosis, dan menurun saat pasca klimaks dan pada ikan juvenil. Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa pengubahan T-4 dan T-3 meningkat selama metamorfosis. rT-3 semula dilaporkan tidak ada pada plasma darah ikan teleostei; bagaimanapun, tidak hanya rT-3 yang ada dalam homogenat badan utuh ikan sebelah pada semua tahap metamorfosis, tetapi juga konsentrasinya berubah hampir sejalan dengan perubahan konsentrasi T-4 dan T-3.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda