Kamis, 01 November 2012

Pemanfaatan Tepung Ikan Sebagai Pakan Ternak dan Makanan Manusia

Arsip Cofa No. C 097

Keunggulan Tepung Ikan Sebagai Pakan Ternak

Walford dan Wilber (1955) menyatakan bahwa tepung ikan banyak mengandung protein dan hampir seluruhnya diubah menjadi pakan ternak. Apabila protein dalam tepung ikan diubah menjadi daging ayam, dendeng, atau telur, maka nilai estetikanya memang meningkat banyak, tetapi volume proteinnya menurun sebesar 90 %. Dengan demikian tampaknya dikehendaki untuk memasukkan tepung ikan secara langsung ke dalam menu makanan orang-orang yang sangat membutuhkan sekali protein. Mutu tepung ikan bervariasi tergantung spesies, lokasi penangkapan dan musim. Mutu ini juga banyak dipengaruhi oleh proses pengolahan; mutunya dirusak oleh panas di mana suhu pengeringan melebihi 100 oC.

Tidak diragukan bahwa ayam yang diberi pakan yang mengandung 2 % sampai 5 % tepung ikan atau “fish soluble” (larutan ikan), tumbuh lebih baik daripada ayam yang seluruh pakannya terbuat dari tumbuhan. Hal ini disebabkan adanya semua asam amino esensial dalam proporsi yang tepat dan adanya suatu “faktor pertumbuhan tak teridentifikasi” (faktor S). Faktor S juga ada di dalam biji-bijian seperti jagung dan gandum serta dalam bungkil minyak kedelai, tetapi dalam jumlah yang jauh lebih kecil dibandingkan tepung ikan. Binatang yang diberi pakan tepung ikan memerlukan lebih sedikit makanan lain. Demikianlah, penambahan tepung ikan sekitar 5 % ke dalam menu makanan ayam meningkatkan laju pertumbuhan ayam dalam tahun pertama sebesar kira-kira 7 %, dan menurunkan kebutuhan pakan sekitar 20 %. Dengan demikian adalah menguntungkan bagi peternak untuk menggunakan tepung ikan dalam pakan ternaknya. Tepung ikan digunakan secara luas di Eropa, Amerika Utara dan Jepang, namun sangat sedikit dimanfaatkan di Afrika dan Amerika Selatan. Sebagian besar tepung ikan yang diproduksi di Afrika diekspor ke luar negeri.

Baca juga
Pakan Buatan Pengganti Cacing Tubifex

Clupeoidea Tropis Sebagai Bahan Baku Utama Tepung Ikan

Longhurst dan Pauly (1987) menyatakan bahwa selama periode ekspansi perikanan antara tahun 1950 dan 1970, proporsi hasil tangkap perikanan dunia yang digunakan oleh industri produksi tepung ikan naik dari 10 % kurang menjadi lebih dari 35 %. Dari sekitar 5 juta ton tepung ikan yang memasuki pasaran internasional setiap tahun pada awal 1970-an, lebih dari 3 juta ton dibuat dari ikan clupeoidea tropis, dengan ikan hering dari daerah lintang-tinggi menyumbangkan kurang dari satu juta ton. Walaupun berkurangnya perikanan anchovy Peru sejak itu telah mengubah pola tersebut, tidak ada alasan untuk mengira bahwa kebutuhan akan tepung ikan, minyak dan larutan ikan (fish soluble) akan menurun karena keragaman dan produksi makanan manusia terus meningkat di seluruh dunia, juga tidak ada alasan untuk mengira bahwa produksi ikan clupeoidea tropis tidak dapat kembali ke situasi sebelum jatuhnya stok ikan di Peru.

Baca juga
Binder (Perekat) Dalam Pelet Pakan Ikan

Faktor-Faktor Penentu Mutu Tepung Ikan

Zaldivar (1991) mengulas secara ringkas karakteristik teknis tepung ikan yang bermutu tinggi. Faktor-faktor terpenting yang meningkatkan mutu tepung ikan adalah konsentrasi proteinnya yang tinggi, kadar air maksimal tepung ikan tidak lebih dari 10 % dan daya cerna minimal 90 %.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Memperbaiki Sifat-Sifat Fungsional Tepung Ikan

You dan Lee (1990) menguji sifat-siat fungsional protein tepung ikan yang ditangani dengan larutan basa. Rasio tepung ikan terhadap larutan NaOH 0,2 N sebagai pelarut ekstrak dengan nilai 1 : 10 menunjukkan hasil yang baik dalam hal jumlah protein tepung ikan yang diekstrak dan yang pulih. Pada pH 4,5 kelarutan protein yang ditangani dengan larutan basa menghasilkan nilai terendah. Hingga konsentrasi larutan protein yang ditangani dengan larutan basa mencapai 0,7 %, kapasitas pengemulsiannya menurun tajam. Kapasitas pengemulsian protein yang ditangani dengan larutan basa adalah lebih tinggi pada pH 9,0 dibandingkan pada pH 4,0 dan 7,0, dan juga jumlahnya lebih banyak dalam larutan NaCl 0,5 M daripada dalam 0,1 M. Hingga lama pemanasan protein tepung ikan yang diberi larutan basa mencapai 30 menit, kapasitas pengikatan lemaknya menunjukkan sedikit perubahan; setelah pemanasan lebih dari 60 menit, kapasitas pengikatan lemaknya menurun. Konsentrasi pembentukan gel dalam protein tepung ikan yang diberi larutan basa selama 15 menit atau kurang dari 20 % tetapi yang selama 30 dan 60 menit adalah 25 %. Bila lama pemanasan protein tepung ikan yang diberi larutan basa mencapai 20 menit maka kekentalan larutan protein yang diberi larutan basa akan menurun tajam.

Baca juga
Keunggulan Tepung Cumi-Cumi Dibandingkan Tepung Ikan Dalam Memperbaiki Reproduksi dan Pertumbuhan Ikan dan Udang

Upaya Memanfaatkan Tepung Ikan Sebagai Makanan Manusia

Menurut Walford dan Wilber (1955) walaupun tepung ikan merupakan makanan istimewa bagi binatang ternak, yang bisa memperbaiki pertumbuhannya dan menurunkan biaya produksi, namun ia tidak dapat menyebabkan harga daging dan produk unggas di mana pun bisa dijangkau oleh orang-orang yang hidup dalam kondisi sangat melarat, yang terbiasa dengan protein hewani hanya dalam bentuk sari yang digunakan sebagai bumbu bagi bahan makanan pokok berkarbohidrat seperti nasi. Apa yang diperlukan oleh orang-orang seperti ini adalah makanan berprotein hewani dengan harga murah, dan dalam bentuk yang bisa disimpan baik tanpa memerlukan es. Persyaratan ini mengecualikan ikan segar, ikan kaleng, atau ikan “pickle” (ikan yang direndam dalam larutan bahan pengawet). Sebaliknya, tepung ikan bisa diproduksi dari ikan-ikan kerabat lemuru (ordo malacopterygii, seperti clupeidae) dengan harga rendah. Tepung ikan mungkin bisa diproduksi dengan harga jauh lebih murah di negara-negara lain. Mengapa tidak menggunakan tepung ikan secara langsung di dalam menu makanan manusia ? Setengah kilogram tepung ikan sama nilai gizinya dengan 3 kilogram ikan segar. Ikan-ikan kerabat lemuru, yang harganya murah, sangat melimpah di seluruh pesisir, termasuk Afrika dan Amerika Selatan, di mana kekurangan protein merupakan masalah yang parah dalam menu makanan manusia. Tepung ikan cukup awet dan mudah diangkut ke daerah-daerah pedalaman.

Baca juga
Tepung Kedelai, Kanji dan Ragi Untuk Pakan Ikan

Uji Penerimaan Makanan Yang Diberi Tepung Ikan Untuk Konsumsi Manusia

Walford dan Wilber (1955) menyatakan bahwa pembuatan tepung ikan untuk pakan ternak merupakan proses yang kasar. Produk ini memiliki aroma ikan yang kuat yang mungkin bisa diterima di negara-negara yang masyarakatnya sudah terbiasa dengan bau tajam, tetapi tidak diterima di negara lain. FAO dalam percobaan dengan tepung ikan menemukan bahwa di Indonesia satu contoh tepung ikan yang tak berbau tidak diterima, sedang contoh lain yang aromanya sama dengan aroma produk ikan asin diterima dengan baik. Di Chili, FAO mensponsori serangkaian pengujian di mana tepung ikan ditambahkan ke dalam resep-resep masakan yang dihidangkan untuk beberapa orang. Semua hidangan tersebut tidak ada yang salah dalam hal penampilannya. Di antara 89 orang, 14 orang merasakan flavour abnormal, 14 orang mencium aroma abnormal, dan 20 orang melihat ketidak normalan tekstur pada hidangan-hidangan tersebut. Semua orang menerima hidangan-hidangan berikut yang diberi tepung ikan : sup sayuran, sup kentang, kentang goreng, kue lembaran bit, kacang, cocktail cracker dan kue kopi. Hanya 21 orang dari 89 orang tersebut yang tidak bisa menerima masakan-masakan yang diberi tepung ikan.

Walford dan Wilber (1955) menambahkan bahwa uji penerimaan roti dengan tepung ikan Afrika Selatan telah dilakukan selama 50 hari pada 140 anak sekolah dari keluarga miskin di Santiago. Anak-anak ini tidak menyadari percobaan tersebut. Setiap anak menerima jatah makan siang selama 5 hari setiap minggu berupa sepotong roti seberat 90 gram yang dibuat dari 9 bagian tepung putih dan 1 bagian tepung ikan. Selama 50 hari roti dengan tepung ikan itu dibagikan kepada anak-anak yang semuanya memakan roti tersebut tanpa komentar. Lebih lanjut, mereka tidak mengeluh berkenaan dengan masalah pencernaan yang bisa disebabkan oleh tepung ikan.

Berdasarkan hasil-hasil pengujian tersebut di atas, Walford dan Wilber (1955) menyimpulkan bahwa tepung ikan, yang merupakan produk murah, bisa diterima dalam menu makanan orang yang menderita kekurangan protein, yang tidak terbiasa memakan daging, produk unggas atau ikan dalam jumlah cukup, dan yang tidak pernah sanggup membeli makanan-makanan mewah seperti ini.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda