Sifat-Sifat Fisika Salinitas
Arsip Cofa No. C 015
Hubungan Salinitas dan Daya Hantar Listrik (Konduktivitas) Air
Boyd (1982) menyatakan bahwa istilah salinitas menunjukkan konsentrasi total semua ion terlarut dalam air. Walaupun sering tidak praktis untuk mengukur semua ion dalam air, kemampuan air untuk menghantarkan arus listrik (daya hantar listrik) meningkat dengan bertambahnya salinitas. Jadi, alat pengukur daya hantar listrik (conductivity meter) bisa digunakan untuk mengukur daya hantar listrik, dan nilai konduktivitas ini menunjukkan derajat relatif salinitas. Ion berbeda-beda dalam hal kemampuannya menghantarkan arus listrik. Dengan demikian, hubungan antara daya hantar listrik dan salinitas bergantung sampai beberapa derajat pada proporsi ion-ion utama. Conductivity meter bisa digunakan di estuari untuk menduga salinitas secara langsung karena alat ukur ini sering mempunyai skala untuk pembacaan konduktivitas ataupun salinitas. Air tawar lebih bervariasi dalam hal proporsi ion-ion utamanya, sehingga suatu nilai konduktivitas biasanya tidak bersesuaian dengan suatu nilai salinitas tunggal. Namun demikian, konduktivitas bisa digunakan untuk menduga salinitas air tawar. Cara lain untuk memperoleh nilai dugaan salinitas adalah mengukur konsentrasi padatan terlarut total. Dalam air estuari, salinitas bisa diduga dari konsentrasi klorida menurut persamaan berikut :
Konsentrasi klorida bisa diukur dengan metode titrasi atau diduga dengan alat refraktometer atau dengan alat hidrometer yang dikoreksi suhunya.
Variasi Salinitas Musiman di Estuari
Patnaik and Mishra (1990) mempelajari variasi musiman beberapa sifat fisika-kimia Estuaria Rushikulya, India. Suhu air permukaan bervariasi dari 20 sampai 34,5 oC, kejernihan air dari 6,3 sampai 12 cm, salinitas dari 28,3 sampai 32,8 ppt dan pH dari 6,77 sampai 7,35. Kejernihan dan salinitas menunjukkan distribusi bimodal (dua modus). Keberadaan larva Chanos berhubungan dengan faktor-faktor ini.
Fluktuasi Salinitas Selama Periode 24 Jam di Laut dan Perairan Hutan Bakau
Selvam et al. (1992) mempelajari variasi harian faktor-faktor hidrologis di tiga biotop yang saling berhubungan yang mencakup perairan tawar, laut dan perairan payau hutan bakau di zona pesisir Kakinada, Andhra Pradesh, india. Sampel dikumpulkan pada selang waktu 3 jam selama periode 24 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di lingkungan laut salinitas bervariasi dari 26 ppt sampai 32 ppt, sedangkan di perairan hutan bakau nilainya berfluktuasi dari 12 ppt sampai 20 ppt, dan di kedua biotop ini salinitas menunjukkan fluktuasi tipe bimodal.
Salinitas Laut Jawa
Longhurst and Pauly (1987) menyatakan bahwa di beberapa paparan benua, massa air permukaan tropis banyak dipengaruhi oleh air buangan sungai dan diencerkan oleh hujan. Hal ini terjadi sebagai akibat estuarisasi terhadap paparan benua, atau akibat keberadaan massa air buangan sungai. Laut Jawa, di ujung selatan Laut Cina Selatan, memberikan contoh yang baik mengenai estuarisasi ini. Meskipun tidak ada sungai besar yang bermuara ke Laut Jawa, lapisan air permukaannya memiliki salinitas yang biasanya tidak melebihi 30 – 32 promil. Daerah dengan salinitas terendah bergerak maju-mundur di antara Pulau Kalimantan dan Jawa, tergantung pada musim.
Gipsum dan Garam Dapur Untuk Menaikkan Salinitas
Boyd (1982) menyatakan bahwa salinitas bisa dinaikkan dengan gipsum atau garam dapur (NaCl). Salinitas yang lebih tinggi dari 1.500 – 2.000 mg/liter membutuhkan garam dapur karena terbatasnya kelarutan gipsum. Kedua bahan kimia ini tampaknya tidak bereaksi dengan lumpur dasar atau pun dengan komponen-komponen lain dalam air, dan tingkat pemberiannya mudah dihitung dari volume kolam.
Hubungan Salinitas dan Kekeruhan Serta Pengaruhnya Terhadap Distribusi Ikan
Cyrus and Blaber (1992) mempelajari kekeruhan, salinitas dan pengaruh kedua faktor ini terhadap distribusi ikan selama dua setengah tahun di Estuari Embley di Australia utara tropis. Baik kekeruhan maupun salinitas bervariasi secara nyata selama setahun tetapi ada tiga pola tahunan yang tampak jelas. Ketiganya berhubungan dengan musim basah, musim kering awal dan musim kering akhir. Selama masing-masing musim ini timbul gradien kekeruhan dan gradien salinitas. Gradien kekeruhan dan salinitas bersambungan dengan yang ada di sekitar lingkungan laut Teluk Albatros. Tingkat dan kisaran kedua faktor ini terutama ditentukan oleh pola curah hujan musiman di daerah tangkapan hujan di Sungai Embley. Distribusi dan kelimpahan 45 spesies ikan yang paling umum telah dianalisis dalam kaitannya dengan pola kekeruhan, salinitas dan suhu di estuari ini. Data menunjukkann bahwa kepadatan ikan di dalam estuari berhubungan dengan kekeruhan dan salinitas tetapi tidak dengan suhu. Ada hubungan terbalik yang kuat antara kekeruhan dan salinitas. Catch per Unit Effort (CPUE) untuk setiap spesies telah ditentukan bagi setiap kisaran kekeruhan dan salinitas. Dari sini terlihat bahwa kekeruhan dan salinitas berkaitan dengan CPUE untuk 30 dari 45 spesies ikan yang dipelajari.
Salinitas Mempengaruhi Kelarutan Oksigen
Boyd (1982) menyatakan bahwa kelarutan oksigen dalam air menurun dengan meningkatnya salinitas; setiap kenaikan salinitas sebesar 9.000 mg/l maka kelarutan oksigen menurun sebesar kira-kira 5 % dari kelarutan dalam air murni. Jadi, pengaruh salinitas terhadap kelarutan oksigen bisa diabaikan dalam perairan tawar.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda