Kamis, 19 Februari 2015

Biokimia Daging Ikan Bandeng

Arsip Cofa No. C 186

Perubahan Protein Selama Pengasinan Ikan Bandeng

Sannaveerappa et al. (2004) melaporkan bahwa ikan bandeng yang dikumpulkan dari tambak air payau telah diasin basah dan kering selama 24 jam, selain itu ikan kering-asin dijemur selama 48 jam. Perubahan biokimia, yaitu perubahan kandungan amino nitrogen, nitrogen non protein, nitrogen terlarut-garam, total asam amino bebas, asam-asam amino esensial dan gugus sulfhidril, selama penggaraman dan penjemuran dipelajari. Penurunan konsentrasi parameter-parameter ini adalah sedikit lebih tinggi pada ikan asin-basah dibandingkan pada ikan asin-kering. Penurunan lebih lanjut konsentrasi parameter-parameter ini terjadi setelah penjemuran ikan asin-kering. Studi elektroforesis menunjukkan penurunan jumlah jalur (band) selama penggaraman basah dan kering dengan laju yang lambat sampai 9 jam, setelah ini konsentrasi protein berberat molekul-besar menurun lebih cepat dibandingkan protein berberat molekul-sedang pada sampel ikan asin-kering maupun ikan asin-basah 24 jam. Penurunan lebih lanjut dalam hal jumlah jalur dan intensitasnya terlihat pada sampel yang dijemur selama 48 jam. Protein berberat molekul-sedang tampak lebih stabil.

Baca juga :
Mutu Daging Ikan Mas (Cyprinus carpio) : Pengaruh Pembekuan dan Tekanan Tinggi

Pengaruh Penyimpanan Beku Terhadap Pembentukan Disulfida dan Denaturasi Aktomyosin Pada Daging Ikan Bandeng

Jiang et al. (1988) mempelajari pengaruh suhu penyimpanan beku tehadap pembentukan disulfida dan denaturasi aktomyosin, yang diekstrak dari otot punggung ikan bandeng (Chanos chanos). Aktivitas Ca-ATPase dan Mg(Ca)-ATPase, serta sensitivitas-Ca dan kelarutan aktomyosin dalam larutan 0,6 M KCl menurun dengan laju yang lebih cepat pada suhu -20 °C dibandingkan pada suhu -35 °C. Total protein tak terlarut dan terlarut-NaBH4 meningkat dengan laju yang jauh lebih cepat pada suhu -20 °C dibandingkan pada suhu -35 °C. Selama proses pembekuan, total sulfhidril menurun secara nyata; total sulfhidril menurun dengan laju yang lebih cepat pada suhu -20 °C dibandingkan pada suhu -35 °C, yang menunjukkan bahwa lebih banyak disulfida yang terbentuk dalam sampel pada suhu -20 °C dibandingkan pada suhu -35 °C. Selama penyimpanan, disulfida terbentuk pada suhu -20 °C tetapi tidak pada suhu -35 °C.

Baca juga :
Daging Ikan : Karakteristik Biokimia dan Fisika

Kandungan Histamin dan Bakteri Pembentuk Histamin Dalam Produk Bandeng Kering

Hsu et al. (2009) mengumpulkan 32 produk ikan bandeng kering dari 5 pasar eceran di Taiwan selatan kemudian mengujinya untuk menentukan keberadaan histamin dan bakteri pembentuk-histamin. Kecuali untuk histamin dan cadaverine, rata-rata konsentrasi berbagai jenis amina biogenik dalam sampel yang diuji adalah kurang dari 8,5 mg/100 gram. Sebagian besar produk ikan bandeng kering yang diuji (78,1 %) mengandung histamin melebihi nilai yang disarankan oleh FDA (Food and Drugs Administration) yakni 5 mg/100 gram untuk ikan scombroidae dan/atau produknya, sedangkan 14 di antaranya (43,7 %) mengandung lebih dari 50 mg/100 gram. Tiga puluh galur bakteri penghasil histamin, yang dapat memproduksi 5,4 ppm sampai 562 ppm histamin dalam media TSBH (trypticase soy broth + 1,0 % L-histidin), diidentifikasi sebagai Enterobacter aerogenes (tujuh galur), Citrobacter sp. (satu galur), Staphylococcus xylosus (10 galur), Staphylococcus sciuri (1 galur), Bacillus thuringiensis (2 galur), Citrobacter freundii (5 galur), Klebsiella pneumoniae (1 galur) dan E. cloacae (3 galur), berdasarkan 16S rDNA yang diurutkan dengan penguatan PCR.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Keracunan Makanan Akibat Mengkonsumsi Ikan Bandeng Kering

Tsai et al. (2007) melaporkan sebuah kejadian keracunan asal-makanan, yang menyebabkan penyakit pada tiga korban akibat mengkonsumsi ikan bandeng kering, pada bulan Februari 2006 di Tainan Prefecture, Taiwan Selatan. Ikan bandeng kering sisa makanan korban dan tiga sampel ikan bandeng kering lainnya yang berasal dari toko yang sama, telah dikumpulkan dan diuji untuk menentukan keberadaan histamin dan bakteri pembentuk-histamin. Nilai pH, "aerobic plate count" (APC) dan "total volatile basic nitrogen" (TVBN) dalam sampel sisa ikan bandeng kering adalah secara nyata lebih tinggi daripada yang ditemukan dalam tiga sampel ikan bandeng lainnya. Tak ada sampel ikan bandeng uji yang mengandung coliform total dan Escherichia coli. Meskipun kandungan histamin dalam tiga sampel ikan bandeng lainnya kurang dari 5 mg/100 gram, sampel bandeng yang diduga penyebab keracunan mengandung 61,6 mg/100 gram histamin; nilai ini lebih besar daripada ambang bahaya yakni 50 mg/100 gram. Mengingat gejala-gejala mirip alergi pada korban dan tingginya kandungan histamin dalam sampel ikan bandeng penyebab keracunan, maka diduga kuat kasus keracunan makanan ini disebabkan oleh histamin. Empat galur bakteri penghasil histamin, yang dapat memproduksi 11,9 - 12,43 ppm histamin dalam "trypticase soy broth + 1,0 % l-histidine" (TSBH), diidentifikasi sebagai Staphylococcus sciuri subsp. sciuri, Serratia grimesii, Bacillus cereus dan Raoultella ornithinolytica, berdasarkan teknik 16S rDNA yang diurutkan dengan penguatan PCR. Raoultella ornithinolytica adalah pembentuk-histamin potensial yang dapat memproduksi lebih dari 800 ppm histamine dalam TSBH pada kondisi ada NaCl 1,5 % atau 3,5 %. Dengan demikian, Raoultella ornithinolytica adalah bakteri yang bertanggung jawab atas tingginya produksi histamin yang bisa menimbulkan kejadian keracunan ikan bandeng kering.

Baca juga :
Keberadaan Bakteri Pembentuk Histamin Pada Daging Ikan

Kandungan Asam Amino Bebas dan Senyawa Nukleotida Pada Daging dan Organ Dalam Ikan Bandeng

Shiau et al. (1996) menganalisis asam-asam amino bebas dan senyawa-senyawa terkait-nukleotida di dalam otot putih, otot gelap dan organ dalam ikan bandeng (Chanos chanos) dengan menggunakan alat "automatic amino acid analyzer" serta high-performance liquid chromatography. Histidin adalah asam amino yang paling dominan dalam otot putih ikan bandeng, yang menyusun atas 63 % total asam amino bebas. Dalam otot gelap, histidin menyumbangkan 33 % sedangkan taurine 38 %. Asam amino bebas yang paling melimpah pada organ dalam adalah taurin diikuti oleh asam glutamat, alanin dan histidin. Organ dalam mengandung lebih sedikit histidin dibandingkan pada kedua jenis otot. Inosine 5‘-monophosphate (IMP) merupakan senyawa nukleotida utama di dalam otot putih dan konsentrasinya adalah sekitar tiga kali lebih tinggi daripada dalam otot gelap. Kandungan IMP pada organ dalam jauh lebih sedikit daripada kandungannya dalam otot; bagaimanapun, organ dalam mengandung lebih banyak hypoxanthine dan xanthine.

Baca juga :
Daging Cumi-Cumi : Karakteristik, Komposisi Kimia dan Kandungan Gizi

Pengaruh Kelaparan Terhadap Kandungan Histidin dan Asam Amino Dalam Otot Putih Ikan Bandeng

Shiau et al. (2001) melaporkan bahwa ikan bandeng (Chanos chanos) menurunkan bobot badannya dari 47 menjadi 28 gram selama periode kelaparan 60 hari. Kelaparan juga menyebabkan penurunan kandungan lipida dan protein otot serta indeks hepatosomatik. Asam amino bebas yang dominan dalam otot putih ikan bandeng adalah histidin, diikuti oleh taurin dan glisin. Dalam 25 hari pertama kelaparan, konsentrasi histidin tidak mengalami perubahan nyata. Bagaimanapun, setelah 40 hari kelaparan, kandungan histidin berkurang secara nyata sebesar 46 %, dan tetap tak berubah setelah itu. Dibandingkan dengan kelompok ikan kontrol, ikan yang kelaparan 60 hari hanya mengandung setengah jumlah histidin. Taurin dan glisin, sebaliknya, tidak menunjukkan perubahan nyata selama kelaparan. Taurin menjadi asam amino paling dominan setelah kelaparan 40 hari, dan konsentrasinya pada ikan yang kelaparan 60 hari adalah dua kali lebih banyak dibandingkan konsentrasinya pada kelompok ikan kontrol yang tidak kelaparan. Rasio histidin, taurin, dan glisin terhadap total asam amino bebas tetap hampir sama meskipun masing-masing memberikan sumbangan yang bervariasi cukup besar bagi total konsentrasi asam amino bebas selama kelaparan. Hasil penelitian ini menguatkan dugaan bahwa strategi yang baik harus dilakukan untuk menjaga agar taurin dan glisin dalam otot ikan bandeng tetap relatif tinggi bagi berlangsungnya fungsi fisiologis ketika terjadi penurunan drastis kandungan histidin sehingga bisa menjadi sumber energi pada kondisi kekurangan makanan.


REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...