Senin, 30 Maret 2015

Reproduksi Cumi-Cumi

Arsip Cofa No. C 188

Hubungan Reproduksi Dengan Kandungan Lipida, Karbohidrat dan Protein Pada Cumi-Cumi

Moltschaniwskyj dan Semmens (2000) melakukan studi untuk menentukan apakah cumi-cumi loliginidae tropis Photololigo sp. menyimpan energi dalam bentuk lipida, karbohidrat atau protein untuk investasi reproduksi. Individu cumi-cumi diamati dalam hal perubahan morfometri, struktur otot mantel dan kandungan air, lipida, karbohidrat serta protein dalam jaringan otot dan kelenjar pencernaan, yang berhubungan dengan tahap kematangan reproduksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa massa otot dipengaruhi oleh kematangan reproduksi pada cumi-cumi betina. Individu matang gonad adalah lebih ringan dibandingkan individu yang panjangnya sama untuk betina pada tahap-tahap awal kematangan gonad. Konsentrasi lipida dan karbohidrat dalam jaringan otot adalah sangat rendah, dan betina Photololigo sp. menunjukkan bukti yang sama bahwa terjadi penurunan kandungan lipida dan karbohidrat sejalan dengan produksi telur. Tidak ada bukti penurunan dramatis perubahan kandungan protein dalam otot mantel berkaitan dengan kematangan reproduksi. Photololigo sp. jantan menunjukkan perubahan kelenjar pencernaan sejalan dengan kematangan gonad, di mana kandungan air meningkat sedangkan konsentrasi protein berkurang. Ukuran kelenjar pencernaan Photololigo sp. jantan maupun betina meningkat sedangkan konsentrasi airnya berkurang sejalan dengan pertumbuhan. Hanya ada sedikit bukti bahwa penyimpanan dan transfer energi untuk reproduksi terjadi pada Photololigo sp. Sebaliknya, adalah mungkin bahwa sumber energi utama untuk reproduksi diperoleh langsung dari makanan yang dikonsumsi.

Baca juga :
Bioekologi, Mortalitas dan Tingkah Laku Cumi-Cumi

Kematangan Gonad, Fekunditas dan Musim Reproduksi Sepia

Gabr et al. (1998) melaporkan bahwa cumi-cumi Sepia pharaonis (panjang mantel maksimum 250 mm) dan Sepia dollfusi (panjang mantel maksimum 150 mm) tersebar luas di Indo-Pasifik dari Laut Merah sampai Jepang dan Australia. Mereka merupakan penyusun perikanan utama di Terusan Suez dan cepahlopoda paling komersial di Samudra Hindia utara. Bagaimanapun, biologi reproduksinya, terutama untuk manajemen perikanan, belum banyak diketahui. Empat tahap kematangan gonad bisa dibedakan berdasarkan morfologi dan histologi. Berdasarkan proporsi setiap tahap kematangan gonad, serta berbagai indeks kematangan gonad, disimpulkan bahwa pemijahan berlangsung dari Maret sampai Juni untuk Sepia pharaonis dan Januari sampai April untuk Sepia dollfusi. Ukuran saat matang gonad untuk Sepia pharaonis adalah 61 dan 122 mm panjang mantel untuk jantan dan betina, berturut-turut. Sebaliknya, ukuran saat matang gonad untuk Sepia dollfusi adalah sama untuk kedua jenis kelamin (75 dan 84 mm panjang mantel untuk jantan dan betina, berturut-turut). Fekunditas diduga dengan menghitung jumlah sel telur matang dan telur yang sedang matang, yang bervariasi dari 75 sampai 1525 untuk Sepia pharaonis dan 30 sampai 273 untuk Sepia dollfusi. Distribusi frekuensi-panjang sel telur bulanan memberikan bukti ketepatan pendugaan fekunditas. Data ini menunjukkan bahwa reproduksi berlangsung selama 6 - 9 bulan; hal ini mungkin mewakili 1/2 - 2/3 dari siklus hidupnya, dan mungkin khas bagi cephalopoda sepioidae dan teuthoidae.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Baca juga :
Keunggulan Tepung Cumi-Cumi Dibandingkan Tepung Ikan Dalam Memperbaiki Reproduksi dan Pertumbuhan Ikan dan Udang

Pengaruh Volume/Luas Dasar Tangki Budidaya Terhadap Reproduksi Cumi-Cumi

Sykes et al. (2013) menentukan pengaruh penggunaan tangki dengan berbagai volume/luas dasar tangki terhadap pertumbuhan dan reproduksi cumi-cumi Eropa, Sepia officinalis. Sebanyak 184 juvenil cumi-cumi (berat 46,1 ± 20,9 gram) digunakan untuk uji ulangan dalam tangki 9.000 liter (6,67 m2), 750 liter (1,54 m2) dan 250 liter (0,79 m2, sebagai kontrol). Pertumbuhan dan reproduksi diamati. Selain itu, perbedaan komposisi proksimat telur dipelajari untuk sampel telur-telur yang dikumpulkan dari setiap tangki. Dalam hal pertumbuhan, tidak ada perbedaan statistik antara berbagai tipe tangki (P > 0,05), tetapi total mortalitas mutlak adalah lebih rendah di tangki 9.000 liter. Dalam hal reproduksi, ada perbedaan (P < 0,05) antar tangki-tangki individual untuk rata-rata berat telur, berat individu jantan dan individu yang baru menetas serta jumlah telur. Salah satu tangki bervolume 9.000 liter menunjukkan nilai-nilai tertinggi untuk fekunditas total dan fekunditas individual (16 593 dan 1383 butir telur, berturut-turut) dan daya hidup telur (sekitar 72 %); nilai-nilai ini adalah tertinggi yang pernah dicapai dalam fasilitas peneliti. Ada perbedaan (P < 0,05) berkaitan dengan komposisi proksimat telur pada tangki-tangki yang berbeda. Ada korelasi nyata (P < 0,05) antara lama tahap reproduksi dengan jumlah telur, antara rata-rata berat telur dengan berat individu jantan, antara daya hidup telur dengan berat individu yang baru menetas, serta antara kandungan abu dalam individu yang baru menetas dengan kandungan abu dalam telur. Hasil-hasil penelitian ini mungkin bisa dikaitkan dengan rasio jenis kelamin, dan dengan kondisi induk.

Baca juga :
Pengaruh Suhu Terhadap Moluska

Pemijahan Ganda Pada Cumi-Cumi Tropis, Photololigo

Moltschaniwskyj (1995) melakukan studi untuk menduga kemampuan cumi-cumi loliginidae tropis Photololigo sp. dalam hal pemijahan ganda (mengeluarkan telur berkali-kali) dan mengamati perubahan pertumbuhan somatik selama reproduksi. Analisis histologis terhadap ovari dan rasio panjang oviduct (saluran telur) terhadap berat mantel dan berat ovari digunakan untuk menentukan kemampuan pemijahan ganda. Ovari betina dewasa selalu memiliki sel telur matang dan belum matang, yang menunjukkan bahwa tidak semua sel telur matang secara serentak dan bahwa pengeluaran telur berkali-kali bisa dilakukan. Selain itu, kecilnya korelasi antara berat oviduct dengan panjang tubuh dan berat ovari menunjukkan bahwa sel telur matang tidak diakumulasi di dalam oviduct selama satu kejadian pemijahan tunggal. Hasil-hasil pengamatan ini mendukung hipotesis bahwa Photololigo sp. memiliki kemampuan untuk mengeluarkan telur berkali-kali sepanjang hidupnya. Laju pertumbuhan spesifik, hubungan panjang-berat, pertumbuhan relatif jaringan somatik dan jaringan reproduktif serta pendugaan mikroskopik jaringan otot dibandingkan antara betina tidak matang gonad dan betina matang gonad. Laju pertumbuhan betina tidak matang gonad adalah hampir dua kali laju pertumbuhan betina matang gonad. Betina matang gonad juga tidak memiliki serabut-serabut otot besar, yang menunjukkan bahwa energi untuk reproduksi dimobilisasi dari jaringan otot.

Baca juga :
Bioekologi, Keragaman Spesies dan Distribusi Moluska

Lokasi Pemijahan Cumi-Cumi Loligo vulgaris

Sauer et al. (1992) melaporkan bahwa lokasi pemijahan cumi-cumi Loligo vulgaris reynaudii (D'Orbigny) telah diteliti pada tahun 1988 - 1990. Sedikitnya 39 lokasi pemijahan telah ditemukan selama periode ini di sepanjang daerah dekat-pantai di garis pantai Eastern Cape antara Teluk Algoa dan Teluk Plettenberg, Afrika Selatan. Substrat yang dipilih untuk meletakkan telur terutama adalah pasir halus atau terumbu datar, seringkali di dalam teluk besar dan relatif terlindung. Pemijahan terjadi secara sporadis sepanjang tahun, dan beberapa lokasi pemijahan digunakan berkali-kali dalam satu tahun atau tahun-tahun yang berturutan. Cumi-cumi bermigrasi dalam gerombolan terpisah-pisah yang dipisahkan oleh jenis kelamin di sekitar lokasi pemijahan; gerombolan-gerombolan ini bercampur selama pemijahan. Perilaku kawin dan peletakan telur diamati di lokasi pemijahan. Kanibalisme terlihat pada sejumlah kasus, tetapi tidak ada mortalitas pasca-pemijahan. Hamparan telur terutama terdiri dari rangkaian telur yang membentuk gumpalan besar (diameter lebih dari 3 meter), dengan gumpalan kecil berisi satu sampai sepuluh rangkaian telur di sekelilingnya, dengan rangkaian tunggal tepat di dekatnya. Ada tiga pola dasar jejak-gema dan diklasifikasikan sebagai pola longgar, pola padat dan pola kompleks. Dua pola pertama mewakili pola penggerombolan non-pemijahan sedang pola ketiga mewakili perilaku perkawinan dan peletakan telur. Pengamatan ini menghasilkan klasifikasi umum kumpulan cumi-cumi: gerombolan (tipe non-pemijahan) dan konsentrasi (tipe pemijahan). Konsentrasi cumi-cumi Loligo vulgaris reynaudii lebih lanjut dibagi menjadi dua pola : cumi-cumi (pemijahan) suprabentik dan bentik.


REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

Senin, 16 Maret 2015

Daging Cumi-Cumi : Karakteristik, Komposisi Kimia dan Kandungan Gizi

Arsip Cofa No. C 187

Perubahan Struktur Daging Cumi-Cumi Yang Disimpan-Dingin

Kagawa et al. (2002) mengamati perubahan tekstur dan komponen protein selama penyimpanan dingin berbagai varietas cumi-cumi. Daging mentah cumi-cumi oval, cumi-cumi Jepang dan cumi-cumi panah diiris dalam kondisi segar dan disimpan pada suhu 4 °C selama 0, 4, 8, 12, 18, 24, 48 dan 120 jam. Kemudian dilakukan pengukuran sifat reologis, komponen protein dan jumlah kolagen. Daya rekat setiap jenis cumi-cumi meningkat nyata pada awal tahap penyimpanan dingin. Pada semua varietas, penetrasi menurun pada jam ke-4, yang diduga disebabkan oleh rigor mortis, kemudian meningkat. Jumlah total kolagen, kolagen larut-air 20 °C dan kolagen larut-air 70 °C tidak berubah nyata pada setiap varietas selama penyimpanan dingin. Pola "sodium dodecylsulfate - polyacrylamide gel electrophoresis" (SDS-PAGE) menunjukkan bahwa komponen 580 kDa secara perlahan-lahan hilang sampai jam ke-48. Korelasi antara jumlah komponen 580 kDa dan daya rekat atau "firmness" (kekuatan daging) adalah tinggi. Model kesesuaian yang berdasarkan kinetika kimia melukiskan dengan tepat perilaku daya rekat, firmness dan penetrasi yang menunjukkan bahwa 63,2 % perubahan daya rekat terjadi pada jam ke-13 sampai 19 dan bahwa 63,2 % perubahan firmness terjadi pada jam ke-18 sampai jam ke-24.

Baca juga :
Mutu Daging Ikan Mas (Cyprinus carpio) : Pengaruh Pembekuan dan Tekanan Tinggi

Komposisi Kimia dan Sifat-Sifat Termal Daging Cumi-Cumi

Thanonkaew et al. (2006) mempelajari komposisi kimia dan sifat-sifat termal daging cumi-cumi (Sepia pharaonis). Kepala dan mantel cumi-cumi mengandung 11,9 - 14,9 % protein, 0,5 % lemak, 1,2 - 1,3 % abu, dan 0,6 - 1,8 % kolagen. Lipida dari kepala dan mantel mengandung fosfolipid sebagai komponen utama (78,6 - 87,8 % total lipid), dengan 10,6 - 19,5 % digliserida. Asam lemak politakjenuh menyumbangkan 50,3 - 54,9 % asam lemak dengan kandungan DHA dan EPA yang tinggi. Kandungan n-3 PUFA lebih tinggi daripada n-6 PUFA. C16:0 dan C18:0 merupakan asam lemak jenuh yang paling banyak di dalam kepala dan mantel. Otot cumi-cumi terdiri-dari protein myofibrilar sebagai protein utama (53,1 - 58,4 %). Analisis "Sodium dodecylsulfate-polyacrylamide gel electrophoresis" (SDS-PAGE) menunjukkan bahwa "myosin heavy chain" (MHC, rantai berat myosin), paramyosin dan aktin merupakan protein utama dengan porsi yang bervariasi. Studi "Differential scanning colorimetric" (DSC) menunjukkan tiga transisi yang bersesuaian dengan denaturasi termal myosin dan paramyosin, jaringan penghubung (connective tissue) dan aktin, pada suhu 49,8 - 50,3, 59,8 - 60,3 dan 74,7 - 78,8 °C, berturut-turut. Seng dan besi merupakan mineral "trace" yang dominan dalam kedua porsi.

Baca juga :
Nilai Gizi Ikan Untuk Konsumsi Manusia

Komposisi Kimia dan Kandungan Gizi Daging Cumi-Cumi

Dabrowski et al. (1970) melakukan pengamatan terhadap ukuran dan berat berbagai bagian tubuh dan komposisi kimia daging mantel, lengan dan bagian kepala atau seluruh tubuh cumi-cumi (Sepia sp.). Rata-rata hasil total daging yang bisa dimakan adalah 65,7 % dan meningkat dengan bertambahnya panjang dan bobot. Daging cumi-cumi utuh mengandung air 77,3 %, lemak 0,25 %, abu 1,58 %, total protein 8,29 %, di mana 74,58 % merupakan protein sebenarnya dan 0,75 % nitrogen non-protein. Daging mantel memiliki nilai-nilai yang lebih besar untuk berat kering, abu, total protein dan nitrogen non-protein daripada daging lengan plus kepala. Ada 20 jenis asam amino bebas dalam daging dan 18 asam amino dalam protein.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Pengaruh Umur Terhadap Kandungan Logam Berat Dalam Cumi-Cumi

Miramand et al. (2006) mempelajari perubahan konsentrasi 8 jenis logam berat esensial dan non esensial (perak, kadmium, tembaga, kobalt, besi, timah hitam, vanadium, seng) di dalam jaringan (kelenjar pencernaan, tulang cumi dan cumi utuh) pada cumi-cumi Sepia officinalis yang dikumpulkan di teluk Sungai Seine; pengamatan dilakukan sejak akhir embryogenesis sampai tahap dewasa reproduktif. Dibandingkan dengan embryo, juvenil setelah menetas menunjukkan konsentrasi yang lebih tinggi untuk perak, tembaga, besi dan seng, yang membuktikan efisiensi penyerapan logam-logam tersebut dari air laut. Sebaliknya, jumlah kadmium, timah hitam dan vanadium pada individu yang baru menetas tetap konstan yang membuktikan bahwa logam-logam berat ini tersedia secara biologis bagi cumi-cumi juvenil. Segera setelah juvenil mulai makan, kelenjar pencernaan tampak memainkan peranan utama dalam penyimpanan logam. Hanya sebulan setelah hidup sebagai bentos, kelenjar pencernaan mengandung sampai 90 % dari total kandungan logam berat seluruh tubuh, yang menunjukkan bahwa kelenjar pencernaan memainkan peranan utama dalam penyimpanan dan detoksifikasi logam-logam tertentu. Konsentrasi logam di dalam kelenjar pencernaan meningkat secara logaritmik sejalan dengan umur sepanjang hidup cumi-cumi, kecuali untuk perak, yang menurun segera setelah cumi-cumi bermigrasi ke laut lepas.

Baca juga :
Pengolahan Cumi-Cumi Dengan Tekanan Tinggi dan Pendinginan

Variasi Musiman Kandungan Asam Lemak Dalam Daging Cumi-Cumi

Özyurt et al. (2006) mengamati total lipida dan variasi musiman kandungan asam-asam lemak dalam mantel cumi-cumi (Sepia officinalis) yang ditangkap di Mediterania timur laut. Hasilnya menunjukkan bahwa mantel merupakan sumber yang baik untuk asam-asam lemak politakjenuh (terutama omega 3 PUFA). Di semua musim, asam lemak utama dalam mantel cumi-cumi adalah asam palmitat (16:0), asam stearat (18:0), eicosapentaenoic acid (EPA, 20:5 omega 3) dan docosahexaenoic acid (DHA, 22:6). Perbandingan asam lemak jenuh (29,5 - 36,8 %), asam lemak monotakjenuh (7,81 - 9,84 %) dan asam lemak politakjenuh (43,7 - 49,6 %) dalam mantel cumi-cumi menunjukkan bahwa asam lemak politakjenuh (PUFA) menyumbangkan proporsi tertinggi. Kandungan DHA dalam mantel cumi-cumi pada musim gugur, dingin, semi dan panas adalah 27,6 %, 28,5 %, 29,5 % dan 23,9 %, sedangkan kandungan EPA adalah 16,8 %, 15,4 %, 14,7 % dan 13,9 %, berturut-turut.

Baca juga :
Daging Ikan : Karakteristik Biokimia dan Fisika

Nilai Gizi Daging Cumi-Cumi Sebelum dan Selama Penyimpanan Dingin

Sykes et al. (2009) melakukan studi dengan tujuan untuk menentukan nilai gizi cumi-cumi komersial dewasa, guna mengembangkan skema Quality Index Method (QIM), dan untuk mengevaluasi penerapan beberapa metode biokimia yng umum digunakan untuk menduga kesegaran ikan pada kondisi penyimpanan dingin. Selain itu, daya awet (self-life) ditentukan berdasarkan metode QIM maupun metode biokimia yang sesuai. Nilai gizi daging mantel cumi-cumi dalam 24 jam pertama dan setelah 13 hari ditentukan. Cumi-cumi hasil tangkapan tersusun dari, berdasarkan gram/100 gram, 16,60 ± 0,10 gram protein, 0,09 ± 0,01 gram lemak, 79,55 ± 0,14 gram air dan 1,39 ± 0,03 gram abu. Setelah 13 hari disimpan dalam es, daging cumi-cumi tersusun (berdasarkan gram/100 gram) dari 11,90 ± 0,28 gram protein, 0,17 ± 0,09 gram lemak, 87,04 ± 0,13 gram air dan 0,52 ± 0,01 gram abu. Perbedaan (p < 0,001) ditemukan untuk protein, abu dan kadar air tetapi tidak untuk kadar lemak (p > 0,05). Hasil-hasil ini tampaknya menunjukkan bahwa air es masuk ke dalam jaringan otot mantel cumi-cumi yang mendorong tercucinya protein dari daging cumi-cumi bersama dengan es yang mencair. TVB-N dan TMA-N menunjukkan kecenderungan peningkatan yang sama, dengan nilai maksimal pada hari ke-9 dan ke-10 melebihi nilai maksimal yang disarankan oleh undang-undang EEC (European Economic Community). Skema QIM yang dikembangkan untuk cumi-cumi tersusun dari 29 titik demerit, yang dibagi menjadi 4 sifat dan 13 parameter. Quality Index (QI) hasil perhitungan dikembangkan secara linier dengan lama penyimpanan dalam es (QI = 2.68 × hari dalam es - 0.61, R2 = 0.9866). Lama penyimpanan dapat diperkirakan dengan tepat ± 1 hari, bila lima cumi-cumi dari setiap sampel disertakan dalam pendugaan QIM. Daya awet diperkirakan adalah 8 ± 1 hari berdasarkan kedua metode (QIM dan biokimia).


REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...