Senin, 27 Maret 2017

Pencemaran Perairan Pesisir

Arsip Cofa No. A 057
donasi dg belanja di Toko One

Bahan Organik dan Limbah Industri Sebagai Polutan

Bahan organik meliputi satu kelompok besar yang secara kasar dibagi menjadi (1) bahan organik dapat-larut, yang mengalami oksidasi biologi dan cenderung menurunkan konsentrasi oksigen yang tersedia bagi organisme air, dan (2) bahan organik yang tidak mengalami oksidasi biologis dan merupakan penyebab khusus timbulnya bau, warna, buih, keracunan langsung, dan, mungkin, efek karsinogenik.

Baca juga Dampak Negatif Pestisida Bagi Perairan Pesisir

Seperti halnya kebanyakan bahan kimia lain, daya racun senyawa organik bervariasi, dan pengaruhnya terhadap lingkungan tergantung pada ketersediaan (kosentrasi)-nya. Di wilayah pesisir, di mana logam-logam trace elemen yang berasal dari alam maupun dari manusia dibawa air limpasan hingga berkumpul di sini; interaksi antara bahan organik dan logam-logam mungkin juga mempengaruhi daya racunnya. Dari 21 sumber pencemaran, sistem selokan perkotaan merupakan pembunuh utama ikan pada tahun 1971. Dari 74 ikan yang mati, kegiatan pertanian bertanggung jawab terhadap 1 juta, industri 4,6 juta, perkotaan 24,8 juta, transportasi 0,7 juta, lain-lain 7,3 juta dan tak diketahui 35,3 juta.

Industri kimia sangat luas dan secara umum dapat dipecah menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama menghasilkan bahan kimia dasar seperti bahan kimia anorganik, asam, alkali dan garam. Kelompok kedua memproduksi bahan kimia intermediet seperti plastik, karet sintetis, lemak dan minyak. Kelompok ketiga memproduksi bahan kimia akhir seperti obat, kosmetik, sabun dan pestisida. Jelas bahwa setiap industri menghasilkan limbah cair beracun yang khas bagi industri tersebut atau juga bagi industri lainnya. Toksisitas suatu racun atau sekelompok racun sangat bervariasi dan tergantung pada banyak faktor. Setiap industri menghasilkan limbah cair yang memiliki pengaruh potensial ataupun pengaruh nyata terhadap komunitas biota tertentu yang menerima limbah tersebut.

Limbah Pulp dan Kertas

Industri pulp dan kertas berpotensi dalam menyumbangkan berbagai bahan kimia ke daerah pesisir. Jenis dan jumlah racun bervariasi sesuai degan proses yang dialaminya. Selain limbah padat dan karbohidrat, yang dapat menurunkan konsentrasi oksigen sampai ke tingkat racun, logam-logam berat yang digunakan sebagai fungisida, asam dan basa yang dipakai untuk mengolah pulp (bubur kayu), klorin yang dipakai dalam proses pemutihan, serta bahan kimia lain ditemukan juga di dalam limbah industri ini. Yang mengkhawatirkan adalah bahwa dari 1,9 trilyun galon air limbah yang dibuang setiap tahun oleh pabrik kertas, hanya 34 % yang diolah untuk mengurangi pengaruhnya terhadap perairan yang menerima limbah tersebut.

Baca juga Kondisi Logam-Logam Berat di Perairan Pesisir

Limbah Industri Minyak

Industri minyak menghasilkan minyak dan padatan berlapis minyak. Selain itu, metode elektrik untuk menurunkan kadar garam secara kasar akan menghasilkan air limbah yang mengandung sulfida, padatan tersuspensi, fenol dan amonia – semua bahan ini umumnya terdapat pada suhu tinggi. Fraksionasi minyak kasar menghasilkan sulfida, klorida dan fenol. Proses pemecahan termal, proses hydrotreat (perlakuan dengan air), dan proses lain menghasilkan air limbah yang mengandung fenol, minyak, senyawa sulfur, amonia dan emulsi minyak yang stabil.

Pencemaran Oleh Industri Pertambangan dan Industri Baja

Tergantung pada jaraknya terhadap wilayah pesisir atau besarnya sungai yang mengalir melaluinya, penambangan permukaan tanah dapat memberikan sumbangan yang penting bagi pencemaran estuaria. Beberapa kegiatan memberi sumbangan yang lebih penting daripada kegiatan lainnya. Sebagai contoh, Bureau of Mines menduga bahwa selama periode tahun 1960 – 1963 lebih banyak limbah padat yang dihasilkan pada penambangan tembaga di Amerika Serikat daripada total material yang dihasilkan oleh berbagai jenis penambangan logam lainnya. Tipe pencemaran yang paling parah yang dihasilkan oleh penambangan permukaan tanah adalah buangan tambang asam. Hal ini paling sering terjadi pada industri batu bara di mana batu bara yang mengandung sulfur bercampur dengan air limpasan menghasilkan asam sulfat yang bersifat racun. Garam-garam logam tambang seperti seng , timah hitam, tembaga dan aluminium merupakan bentuk racun lain dan sangat berbahaya bagi biota air meskipun racun ini terdapat dalam jumlah kecil. Kategori lain meliputi debu besi berwarna kuning atau merah kotor yang berasal dari pertambangan logam atau batu bara.

Industri baja memperparah masalah air limbah; industri ini membuang limbah sebanyak 10.000 sampai 25.000 galon per menit. Limbah industri ini yang dihanyutkan air meliputi padatan tersuspensi, minyak, limbah panas, asam, larutan besi, bahan organik terlarut, logam dapat-larut, emulsi dan bahan kimia ampas batu bara.

Ads (klik gambar untuk informasi lebih detil) :
Stun Gun Type 800 / Stungun / Alat Kejut Listrik Plus Senter dan Charge

Komposisi Limbah Nuklir

Racun yang secara aktual atau potensial berkaitan dengan operasi dan perawatan instalasi tenaga nuklir serta struktur menara pendingin meliputi : asam, akrolein, senyawa arsenik, amonia dan amin, boron, karbonat, klorin dan bromin, fenol berklorin dan/atau berfenil, kromat, sianurat dan sianida, senyawa hidrazin, hidroksida, logam dan garam-garam logam, nitrat dan nitrit, senyawa kalium, fosfat, silikat, sulfat, sulfida dan fluorida. Dampak klorin tidak boleh diperkirakan secara dugaan-kurang (under-estimation), terutama bila bahan ini ditemukan bersama-sama dengan senyawa amin dan senyawa lain yang dapat bereaksi membentuk senyawa turunan klorida yang berumur lebih panjang dan/atau lebih bersifat racun.

Efek Sinergis Antar Limbah

Kombinasi berbagai racun telah diuji pengaruhnya terhadap biota-biota pesisir, yang lebih banyak menghasilkan efek tambahan. Efek “sinergetik” (saling memperkuat) ini terlihat pada berbagai kombinasi logam-logam berat dan pada kombinasi tekanan-suhu-oksigen serta keracunan logam merkuri. Ada banyak efek sinergetik semacam ini, yang melibatkan kombinasi pestisida, deterjen, logam berat PCB, air limbah selokan dan limbah pabrik kertas, produk pabrik minyak, bahan radioaktif, limbah panas, serta kegiatan pengerukan-dan-penimbunan.

Baca juga Logam Berat Dalam Jaringan Tubuh Ikan

Upaya Mengolah Limbah Sebelum Memasuki Perairan Pesisir

Pembuangan DDT, PCB, herbisida dan limbah makanan sebenarnya merupakan masalah teknologis. Klorinolisis merupakan perlakuan kimia yang dilaporkan sangat berhasil dalam mengubah racun yang semula tak berharga menjadi karbon tetraklorida dalam jumlah besar dan memikiki nilai ekonomi tinggi.

Industri pulp dan kertas di Amerika Serikat memproduksi sekitar 60 juta ton per tahun. Biaya produksi yang dihitung berdasarkan air dan udara yang dipakai telah ditentukan melalui pendugaan, dan selama ini diusulkann untuk melakukan penghematan. Ada banyak cara untuk memanfaatkan limbah industri pulp dan kertas daripada membuang limbah tersebut ke wilayah pesisir atau perairan lainnya.

Informasi telah tersedia bagi administrator yang bertanggung jawab dalam mengontrol kualitas air. Yang menarik dalam manajemen pembuangn limbah air adalah publikasi yang dikeluarkan oleh Department of Army Corps of Engineer, yang memperkirakan keefektivan dan efek berbagai metode pembuangan limbah. Yang sangat membantu manajemen limbah di wilayah pesisir adalah publikasi yang dikeluarkan oleh National Academy of Sciences dan National Academy of Engineering. Ada laporan mengenai pembuangan limbah padat beracun yang menyediakan informasi tentang sejumlah masalah, mencakup cara yang tepat untuk menangani lumpur limbah dan pra-perlakuan untuk limbah padat beracun.

Meskipun teknologi daur ulang dan pengolahan limbah industri dan perkotaan akhir-akhir ini bertambah maju namun sangat sedikit pembuat keputusan yang menyadari atau berani menerapkan teknologi baru tersebut.

Pada tahun 1956 kota Miami mendirikan sebuah instalasi pengolah limbah yang mengolah 30 - 50 juta galon limbah per hari sebelum dibuang ke Teluk Biscayne Utara. Penelitan yang bertujuan mengetahui pengaruh biologis polusi limbah tersebut menunjukkan adanya perubahan penting yang membuktikan bahwa pengaruh limbah tersebut berkurang. Komunitas biologi dasar-lunak (lumpur) kurang terpengaruh oleh limbah ini daripada komunitas dasar-keras, di mana pengaruh limbah terhadap komunitas yang terakhir ini telah jauh berkurang.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

Rabu, 22 Maret 2017

Kondisi Logam-Logam Berat di Perairan Pesisir

Arsip Cofa No. A 056
donasi dg belanja di Toko One

Keberadaan Logam Berat di Perairan Pesisir

Buangan limbah, baik dalam bentuk air buangan dari instalasi pengolah limbah cair atau limbah padat dari kegiatan sanitasi maupun uap dari pembakaran limbah, merupakan sumber bahan beracun bagi lingkungan. Pada kebanyakan sistem pembuangan limbah saat ini, hanya sebagian kecil bahan beracun dapat dihilangkan sebelum limbah cair atau uap memasuki perairan atau atmosfer.

Limbah industri secara tak terbatas dapat digolongkan menurut senyawa dan sumbernya. Cukup dikatakan bahwa limbah organik total dari industri yang menggunakan–air diduga memiliki kekuatan polusi 3-4 kali kekuatan polusi limbah domestik dan limbah perkotaan. Jenis-jenis industri yang menyumbangkan limbah beracun total mencakup (a) industri penghasil racun (pestisida yang mengandung PCB), dan (b) industri yang, karena melibatkan berbagai proses, menghasilkan secara tak disengaja limbah beracun (misal logam berat) atau memanfaatkan biosida (misal cairan pembersih atau senyawa pengusir ngengat) dalam proses produksinya.

Baca juga Logam Berat Dalam Jaringan Tubuh Ikan

Perhatian terhadap logam berat yang ada di perairan pesisir dan perairan lainnya bukanlah hal baru, juga tidak hanya terbatas di Amerika Serikat saja. Penentuan tingkat di atas-normal logam berat sulit dilakukan karena kekompekan variasi alami daerah pesisir. Konsentrasi merkuri di dalam tubuh ikan laut yang baru ditangkap dan di dalam spesimen dari spesies yang sama yang disimpan di laboratorium tampaknya adalah sama, tetapi keberadaan merkuri bisa karena kejadian-kejadian yang tidak wajar. Sebagai contoh, merkuri organik telah berkali-kali dinyatakan sebagai penyebab “penyakit Minamata” yang berbahaya, sehingga orang yang banyak memakan biota laut akan keracunan merkuri. Antara tahun 1956 dan 1973 di Jepang tekah terjadi tiga kali kasus penyakit Minamata ini.

Jelas bahwa logam-logam berat memasuki esutaria. Para peneliti telah menunjukkan bahwa bila logam berat dimasukkan ke hulu sungai maka hanya sebagian kecil saja yang dapat ditemukan di dalam air yang meninggalkan estuaria, sementara peneliti lain melaporkan bahwa konsentrasi logam berat di dekat pantai lebih tinggi daripada di perairan yang lebih jauh ke arah lepas pantai.

Logam berat cenderung bergabung dengan fraksi organik sedimen dasar estuaria dan tampaknya terkonsentrasi lebih banyak di lapisan permukaan sedimen daripada di sedimen yang lebih dalam. Hal ini memperkuat dugaan bahwa input dari manusia modern ikut berperanan.

Kecepatan pemindahan logam akibat manusia melebihi kecepatan akibat proses geologis alami sampai beberapa derajat. Sebagai contoh, manusia meningkatkan produksi perak dan merkuri (melalui kegiatan penambangan saja) dengan faktor mendekati dua. Besi, tembaga, seng dan timah hitam ditingkatkan dengan faktor 10, fosfor 30 dan timah 100.

Ads (klik gambar untuk informasi lebih detil) :
Mini Air Compressor "Kenmaster" 12Volt DC - Ukurannya kecil, portable dan ringan

Konsentrasi logam berat di dalam vegetasi yang diambil pada jarak yang makin jauh dari pabrik peleburan logam menunjukan bahwa partikel yang ada di udara dapat meningkatkan input polutan melalui hujan debu. Meskipun bukan merupakan sumber langsung logam berat, air pendingin instalasi listrik tenaga batu bara dapat bereaksi dengan sedimen yang mengandung logam berat sehingga logam berat tersebut dilepaskan ke air.

Biota estuaria mudah menimbun logam berat, baik rumput laut, kerang, ikan maupun burung pemakan-ikan. Yang menarik, kerang mampu menimbun logam berat sampai konsentrasi yang luar biasa. Sebagai contoh, oyster dari estuaria Patuxent, Maryland, menimbun tembaga sampai melebihi 1000 ppm, di mana pada keadaan ini dagingnya tampak berwarna hijau dengan rasa tidak enak.

Konsentrasi alami logam berat di dalam air laut mungkin kecil bila dibandingkan dengan yang ada di dalam lumpur dasar. Sebagai contoh, konsentrasi logam kadmium hampir mencapai 0,08 ppm di air laut tetapi 130 ppm di lumpur dasar. Konsentrasi racun di dalam biota laut bervariasi dari 0,01 sampai 10 ppm. Konsentrasi logam berat di dalam lumpur limbah dapat mencapai nilai tinggi. Sebagai contoh, konsentrasi tembaga dan seng rata-rata adalah mendekati 600 dan 1500 ppm dalam lumpur dasar, namun dalam tubuh biota laut berturut-turut 0,1 dan 10 ppm.

Baca juga Residu Pestisida Dalam Daging Ikan Konsumsi

Konsentrasi merkuri dalam tubuh ikan dari perairan tak tercemar umumnya kurang dari 0,1 ppm (berdasarkan berat basah), sedangkan sampel dari perairan tercemar memiliki konsentrasi yang lebih tinggi. Telah dilaporkan bahwa konsentrasi logam-logam berat di dalam daging kepiting komersial rata-rata adalah 21 ppm besi, 46 ppm seng, 466 ppm magnesium dan hampir 15 ppm tembaga.

Pengaruh biologis logam-logam ini terhadap ekosistem estuaria sangat bervariasi, bergantung pada jenis logam, organisme dan faktor pemodifikasi misalnya adanya racun lain, kondisi lingkungan serta umur atau kondisi organisme.

Berdasarkan pada penurunan daya racun terhadap biota air, maka merkuri, perak dan tembaga menempati posisi teratas, diikuti oleh kadmium, seng, timah hitam, kromium, nikel dan kobal. Bagaimanapun, daya racun kadmium perlu dipertimbangkan, terutama dalam hal pengaruh teratogenik (menimbulkan cacat) pada mamalia.

Ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa konsentrasi merkuri yang sama dengan konsentrasi yang ditemukan d1 laut akan berpengaruh buruk terhadap plankton, pangkal utama banyak rantai makanan laut. Spesies organisme tertentu peka terhadap logam beracun tertentu, dan berbagai spesies menunjukkan respon yang sangat bervariasi terhadap satu jenis logam berat. Dengan demikian, karena kepekaan yang beraneka ragam, komposisi spesies di daerah tertentu dapat berubah secara drastis.

Bentuk-Bentuk Ion Aluminium di Alam

Aluminium merupakan unsur ketiga paling melimpah di tanah, menyumbang rata-rata 8 % mineral. Di permukaan mineral yang terpengaruh cuaca, aluminium ditemukan sebagai oksida dan polimer hidroksida. Pada kondisi asam, senyawa-senyawa ini terlarut hingga membentuk ion Al terhidrat , Al(H2O)6 3+ (ditulis Al3+ untuk singkatnya) atau produk-produk hidrolisis dari ion ini. Ion Al diikat oleh titik-titik pertukaran kation pada partikel tanah dan dengan demikian bisa memasuki akar tumbuhan. Al3+ merupakan ion Al dominan pada pH kurang dari 4,5. Sejak awal abad ini, Al3+ dianggap sebagai faktor pembatas penting pertumbuhan di tanah asam, bersama-sama dengan pH rendah dan kelangkaan makronutrien dalam tanah tersebut (Rosseland et al., 1990).

Baca juga Keberadaan Logam Berat di Perairan dan Biota Air

Pengaruh Fisiologis Logam Berat Terhadap Ikan

Smith (1982) melaporkan timbulnya kecemasan luar biasa pada awal tahun 1970-an terhadap air raksa dalam ikan dan dalam lingkungan, sebagaimana logam berat lainnya seperti timah hitam dan seng. Kecemasan yang berlebihan mungkin tidak beralasan, namun penelitian terus dilakukan terhadap peranan kompleks logam-logam berat di dalam lingkungan perairan dengan pertimbangan yang lebih baik. Pengkambinghitaman industri yang berlebihan telah dikoreksi, dan penelitian metabolik pada manusia menunjukkan bahwa lebih banyak logam berat yang keluar melewati tubuh (daripada yang diendapkan dalam tubuh) dibandingan yang semula diyakini. Keberadaan logam berat dalam lingkungan perairan sebaiknya menjadi penyebab perhatian, tetapi tidak selalu menjadi penyebab peringatan akan bahaya.

Menurut Smith (1982) sebagian pengaruh logam berat pada ikan bersifat sangat langsung. Di Inggris, limpasan air dari daerah pertambangan menjadi agak asam dan membawa sejumlah cukup besar seng terlarut (Zn2+). Logam ini merangsang produksi lendir dan pengendapan logam tersebut. Endapan ini bisa menutupi membran insang dengan cukup tebal sehingga ikan tidak bisa bernafas. Dalam penelitian 96-jam lainnya mengenai limbah bubur kertas (pulp) di Kanada, seng menurunkan jumlah limfosit kecil yang ada di dalam darah yang sedang beredar pada ikan coho salmon tetapi tidak mempengaruhi jumlah eritrosit.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

Senin, 20 Maret 2017

Dampak Negatif Pestisida Bagi Perairan Pesisir

Arsip Cofa No. A 055
donasi dg belanja di Toko One

Bahan-Bahan Beracun Yang Memasuki Perairan Pesisir

Lincer dan Haynes (1976) menyatakan bahwa pembuangan racun adalah pemindahan bahan-bahan beracun ke dalam perairan pesisir atau perairan lainnya. Bahan ini disebut racun bila, karena sifat fisika atau kimianya, mereka mengganggu fungsi biologis normal. Gangguan ini dapat terjadi pada berbagai tingkat, bisa seringan penurunan laju pertumbuhan kerang oyster akibat pestisida atau separah kegagalan reproduksi pada burung elang botak atau keracunan merkuri pada manusia. Bahan beracun bisa muncul secara alami misalnya resin/damar yang berasal dari tumbuhan tertentu dan racun-racun yang menyertai organisme pasang merah. Bagaimanapun, dalam kisaran yang luas kebanyakan bahan beracun berasal dari kegiatan manusia modern dan aktivitasnya dalam mengejar “kemajuan”.

Secara logis bahan beracun yang memasuki perairan pesisir dapat digolongkan sebagai berikut :

- Pestisida atau biosida (semua bahan kimia yang membunuh organisme yang dianggap hama; di sini mencakup insektisida, fungisida, piscisida, herbisida, mitisida, dll). Insektisida secara umum dikelompokkan menjadi tiga grup : (a) hidrokarbon berklorin (organoklorin), misal DDT, aldrin, dieldrin, heptaklor dan chlordane; (b) organofosfat, seperti malathion, parathion, diazinon dan guthion;dan (c) karbamat, contoh Sevin dan Zectran. Fungisida meliputi bahan-bahan semacam ditiokarbamat (misal Ferbam dan Ziram), senyawa bernitrogen (misal phenylmercuric acetate), triazin, quinon, heterosiklik, dan senyawa anorganik seperti logam berat. Herbisida sangat bervariasi, yang paling umum adalah phenoxy acid seperti 2,4-D dan 2,4,5-T. Herbisida akuatik yang sering digunakan adalah endotal dan diquat, yang umum dipakai bersama-sama dengan surfaktan (misal deterjen).

- Racun industri, yakni istilah umum yang digolong-golongkan menjadi banyak golongan. Polychlorinated biphenyl (PCB) adalah senyawa berklorin yang digunakan hampir di semua sektor kegiatan manusia modern. Senyawa ini digunakan dalam pembuatan berbagai macam produk seperti tinta cetak dan cat untuk kolam renang. Phthalate ester adalah racun yang berkaitan dengan kegiatan industri dan telah diketahui merupakan sumber bahaya potensial. Limbah pabrik kertas dan asam serta senyawa lain yang berasal dari kegiatan penambangan dapat juga dimasukkan ke dalam grup ini.

- Logam berat, perlu diberi perhatian khusus karena, seperti insektisida organoklorin yang bersifat abadi, kelompok ini berumur sangat panjang dan dapat sangat beracun. Di dalam lingkungan estuaria logam berat tidak dapat dimanfaatkan oleh biota air karena kekuatan ikatan kimianya sehingga logam berat ini terdaur ulang melalui rantai makanan secara terus-menerus tanpa berakhir. Logam berat dihasilkan oleh berbagai kegiatan manusia maupun alam. Logam berat ditemukan dalam ramuan pestisida, limbah industri dan limbah perkotaan, serta limbah dari kegiatan penggalian tanah dan penambangan. Perlu ditekankan bahwa pendaur-ulangan logam-logam berat ini selalu terjadi, terus-menerus, meskipun lambat.

Lebih lanjut Lincer dan Haynes (1976) menyebutkan kegiatan-kegiatan manusia yang berhubungan dengan pembuangan bahan beracun, yaitu pertanian, perawatan lahan/tanah, pengontrolan perairan (yakni pengontrolan gulma air), pengontrolan nyamuk dan vektor penyakit lain, serta pembuangan limbah industri dan limbah perkotaan.

Baca juga
Residu Pestisida Dalam Daging Ikan Konsumsi

Efek Negatif Herbisida Bagi Perairan Pesisir

Menurut Lincer dan Haynes (1976) dalam rangka menciptakan aliran air, pengendalian reproduksi nyamuk atau pemanfaatan dataran tinggi dengan drainase, manusia sering menciptakan badan air buatan. Bila badan air buatan ini dimasuki vegetasi eksotik seperti eceng gondok, Hydrilla, dan Elodea maka mereka akan tumbuh subur karena di sini belum ada musuh alaminya (yakni penyakit, kompetitor dan herbivora), untuk itu manusia mengendalikan vegetasi tersebut dengan menggunakan herbisida jenis surfaktan. Bahan-bahan kimia ini tidak sespesifik yang diduga oleh pemakainya, dan organisme yang sebenarnya bukan sasaran mungkin menjadi penerima terakhir pestisida tersebut. Logam berat digunakan secara periodik untuk mengatasi ledakan populasi (blooming) alga hijau-biru, dan logam berat tersebut dihanyutkan bersama air limpasan zat hara yang berasal dari tanah. Situasi ini diperparah jika filter alami, seperti rawa mangrove dan rawa Spartina, digantikan oleh tembok kokoh, atau bila sungai yang berbelok-belok, yang memaksimumkan waktu kontak antara racun dan agen pengurai, digantikan oleh saluran lurus dengan lereng gundul.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :

Dampak Negatif Pengendalian Nyamuk Dengan Pestisida

Nyamuk dan vektor penyakit potensial lainnya merupakan sasaran jutaan kilogram pestisida, seperti DDT, di Amerika Selatan, India dan negara-negara berkembang lainnya. Demikian pula, meskipun aspek kesehatan sangat ditekankan, daerah pesisir Amerika Serikat terus-menerus menerima berbagai bahan beracun terutama yang berasal dari rumah tangga dan industri pariwisata. Bila nyamuk dan serangga penggigit lainnya bisa leluasa bereproduksi, maka hal ini mendesak manusia untuk memakai biosida. Situasi ini diperburuk bila terdapat selokan buntu yang menyediakan air menggenang untuk tempat bertelur bagi nyamuk Culicidae penusuk-kulit ini. Sebagai tambahan, kualitas air yang jelek, habitat yang makin rusak atau keracunan langsung pestisida menyebabkan predator alam seperti mosquito fish (Gambusia), burung dan amfibi serta reptil pemakan serangga (kodok, salamander dan kadal) tidak dapat bertahan hidup sehingga manusia tidak dapat memanfaatkan mereka untuk mengontrol spesies serangga makanannya.

Baca juga
Logam Berat Dalam Jaringan Tubuh Ikan

Pencemaran Oleh Pestisida Organoklorin, DDE dan DDT

Amerika Serikat telah banyak memproduksi pestisida organoklorin utama dan PCB, dan tidak dapat disangkal bahwa laut adalah penerima sekaligus tempat penimbunan terakhir bagi racun kekal ini. Sebagai contoh, sekitar 25 % DDT yang dihasilkan hingga saat ini telah memasuki laut.

Dari golongan pestisida organoklorin, DDE (hasil penguraian DDT) mungkin yang paling sering ditemukan di dalam tubuh ikan dan binatang liar. Dengan sifatnya yang lipofilik (suka-lemak), DDE – seperti juga organoklorin lain – sangat sulit larut dalam air dan terakumulasi di dalam lemak yang ada di tubuh mahluk hidup. Bahan kimia semacam ini dipindahkan dari mangsa ke predator di mana jumlah yang hilang melalui ekskresi adalah sedikit. Proses “biological magnification” di mana terjadi pemindahan pestisida dari satu mata rantai makanan ke mata rantai berikutnya menyebabkan binatang pada puncak rantai makanan memperoleh bahan-bahan beracun ini dalam jumlah besar. Konsentrasi DDE pernah mencapai 1100 ppm dalam lemak telur burung pelikan coklat yang hidup di lepas pantai Kalifornia dan sampai 1000 ppm dalam telur burung elang ekor-putih di Baltik.

Pestisida organoklorin mudah tertimbun di dalam tubuh kerang sehingga sifat ini dimanfaatkan untuk menduga kontaminasi pestisida. Sebagai bagian dari National Pesticide Monitoring Programme, kerang telah dikumpulkan dari wilayah pesisir Amerika Serikat. Analisa terhadap lebih dari 8000 sampel untuk meneliti 15 jenis organoklorin menunjukkan bahwa residu tipe DDT terdapat di mana-mana, dengan konsentrasi DDT maksimum mendekati 5 ppm. Senyawa nomor dua yang paling banyak ditemukan setelah DDT adalah dieldrin dengan konsentrasi maksimum 0,23 ppm. Endrin, mirex dan toxaphene kadang-kadang ditemukan.

Baca juga
Keberadaan Logam Berat di Perairan dan Biota Air

Daya Racun Beberapa Jenis Pestisida dan Insektisida

Meskipun sebagian besar organofosfat dan pestisida karbamat diiklankan sebagai pestisida berumur-pendek, namun ada banyak bukti bahwa hal ini tidak semuanya benar. Dalam menggunakan karbaril (Sevin) pada konsentrasi tertentu untuk mengontrol hama pada peternakan kerang oyster ternyata bahwa bahan kimia ini masih ditemukan di dalam lumpur 42 hari setelah pemakaian.

Pestisida organoklorin mempengaruhi hampir semua tingkat fungsi biologis pada biota laut. Konsentrasi DDT serendah 0,001 ppm menyebabkan penurunan pertumbuhan oyster secara nyata, dan organoklorin dalam konsentrasi tinggi menyebabkan mamalia laut lahir prematur.

Beberapa jenis pestisida urea, misalnya Diuron, pada konsentrasi serendah 1 ppb (part per billion) mampu menghambat pertumbuhan alga laut. DDT, dieldrin atau endrin dalam konsentrasi beberapa ppm cukup untuk mengurangi laju fotosintesis.

Beberapa pestisida organoklorin seperti Mirex, senyawa kimia yang umum digunakan untuk mengendalikan semut api pnting, Solenopsis saevissima, di negara-negara bagian selatan, sangat beracun bagi biota estuaria. Sebagai contoh, kepiting dan udang juvenil mati bila terkena satu partikel Mirex; dan 1 ppb Mirex dalam air laut sanggup membunuh 100 % udang yang terpapar pestisida tersebut.

Aktivitas Algasida Senyawa Turunan Sulfonil Dari PCB dan Difenil Eter

Goulding et al. (1982) melaporkan bahwa enam senyawa turunan sulfonil dari polychlorobenzene dan 15 senyawa turunan sulfonil dari difenil eter telah diuji sebagai algasida potensial bagi dua spesies alga, Chlorella fusca dan Anabaena variabilis. Senyawa yang paling kuat sebagai algasida adalah nitrofenil sulfonilfenil eter dan kloronitrofenil sulfonilfenil eter, beberapa di antaranya sangat mirip dengan herbisida nitrofen yang telah dikenal berdasarkan metode pemeriksaan yang digunakan. Beberapa senyawa polikloro, seperti DDT (1,1,1-trikloro-2,2-bis (4-klorofenil) etana) merupakan insektisida penting yang baru-baru ini dilaporkan berpengaruh terhadap tumbuhan. Jadi, adalah mungkin bahwa beberapa senyawa ini bisa menjadi herbisida potensial. Banyak senyawa difenil eter tersubstitusi merupakan herbisida potensial, sebagai contoh, nitrofen (2,4-diklorofenil 4-nitrofenil eter). Secara umum, senyawa polikloro memiliki kelemahan di mana mereka lambat terurai dan akibatnya tertimbun di dalam lingkungan. Bagaimanapun, turunan sulfonil dari senyawa polikloro lebih mudah diuraikan karena komponen sulfonil memiliki posisi-posisi yang mudah diserang.

donasi dg belanja di Toko One

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

Rabu, 15 Maret 2017

Gerak Refleks Pada Avertebrata

Arsip Cofa No. A 054
donasi dg belanja di Toko One

Salah satu ciri pokok organisme hidup, yang selalu ditekankan oleh para ahli biologi, adalah hubungan erat antara hewan dan tumbuhan dengan lingkungan di mana ia tinggal; dan harus diingat bahwa meskipun, dilihat sepintas kilas, organisme merupakan anggota persekutuan yang aktif, lingkungan tidak berarti pasif. Perubahan dan berbagai proses selalu terjadi di dalamnya; perubahan ini mempengaruhi organisme dan, sebaliknya, organisme memberikan respon terhadap perubahan tersebut. Respon sesaat yang bersifat langsung dan sederhana disebut gerak refleks.

Ciri penting gerak refleks adalah kekonstanan respon. Diduga bahwa salah satu ciri mencolok yang membedakan protoplasma sebagai benda hidup dengan benda mati adalah kemampuannya berespon terhadap rangsangan dengan cara yang tidak dapat dilakukan oleh benda mati. Salah satu perkembangan awal respon ini adalah kecenderungan untuk berespon terhadap rangsangan yang sama dengan cara yang sama : respon yang berhasil diikuti oleh suatu organisme memungkinkan organisme tersebut dapat tetap hidup, sedangkan organisme yang gagal berespon akan tersingkir melalui seleksi alam, jadi organisme yang bisa terus hidup menunjukkan gerak refleks yang adaptif dan sangat membantu dalam kehidupannya.

Baca juga Pengaruh Lingkungan Terhadap Reproduksi Invertebrata

Definisi baku untuk gerak refleks adalah penyesuaian neuromuscular melalui mekanisme sistem saraf yang bersifat menurun (bisa diturunkan ke anak cucu). Definisi ini, yang ditujukan untuk mamalia, atau mungkin untuk vertebrata, berarti bahwa saraf dan otot merupakan syarat mutlak untuk terjadinya gerak refleks; tetapi sebenarnya adalah mungkin bahwa respon refleks sudah muncul sebelum protoplasma mengalami diferensiasi menjadi sel-sel saraf dan sel-sel otot, karena gerak refleks ditemukan juga pada binatang yang tidak mempunyai kedua macam jaringan tersebut.

Invertebrata menunjukkan refleks sesering pada manusia. Dekatkan kepala Anda ke jendela, lihatlah bayangan mata Anda di dalam cermin kecil, maka Anda akan melihat pupil mata menyempit menjadi lingkaran gelap kecil. Jauhkan kepala Anda secara tiba-tiba dari jendela, dan lihat kembali bayangan mata Anda di dalam cermin maka Anda akan melihat pupil mata mengembang; mungkin ukurannya melebihi normal namun kemudian semakin mengecil sebelum mencapai ukuran normal dan tampak lebih besar dibandingkan ketika Anda mendekatkan kepala ke jendela. Penyesuaian otot iris mata terhadap intensitas cahaya merupakan contoh klasik untuk menggambarkan gerak refleks pada manusia, suatu gerak yang terbawa sejak lahir, tidak berubah-ubah, tanpa sadar, dan adaptif.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :

Sifat adaptif tingkah laku refleks, yakni cara di mana ia membantu menjamin kelangsungan hidup si binatang, ditunjukkan dengan baik oleh semua invertebrata. Sebagai contoh, respon refleks dapat dengan mudah dilakukan oleh cacing tanah bila kita menyentuhnya pelan-pelan bagian tubuh di dekat kepala di mana cacing segera berespon dengan merubah bentuk ekornya dari silindris menjadi oval gepeng. Nilai respon ini tidak jelas terlihat bila cacing ditaruh di atas meja laboratorium tetapi bila ada di alam ia menunjukkan sifat ingin meliang di mana ruas tubuh paling belakang akan memipih sehingga tubuhnya akan lebih kuat “mencengkeram” bumi. Hal ini, dibantu oleh setae (bulu-bulu halus), membuat si cacing hampir tidak mungkin untuk ditarik keluar dari liangnya.

Demikian pula dengan respon sesaat udang crayfish terhadap rangsangan yang menarik dan efektif; pelengkungan abdomen secara mendadak menyebabkan crayfish dapat meloncat mundur dengan cepat sehingga menjauhkannya dari bahaya.

Free Download Ebook Perikanan

Adalah penting untuk memperhatikan bahwa gerak cacing tanah dan crayfish ini adalah gerak refleks yang harus dilakukan seolah-olah tidak ada pilihan respon lain sehinga ia merupakan bentuk respon yang terjadi secara teratur; karena itu ia merupakan tingkah laku yang paling menyolok yang ditunjukkan oleh banyak invertebrata. Dengan kata lain, di antara beberapa reaksi yang mungkin terhadap beberapa rangsangan, ada kecenderungan untuk melakukan respon mendadak sebagai respon refleks yang pertama kali dilakukan dalam berbagai kondisi lingkungan.

Labah-labah memberikan gambaran yang sangat baik mengenai hal ini. Tubuhnya memiliki otot yang sangat kecil di dalam abdomennya, karena abdomen ini hampir dipenuhi oleh kelenjar pencernaan, usus dan gonad, dan hanya organ pemintal sutra saja yang membutuhkan otot untuk menggerakannya, sementara cepalotorak, bagian depan tubuh, memiliki otot yang dibutuhkan untuk menggerakan rahang, palpi dan kaki. Sebagai akibatnya, tidak mengherankan bila gerak refleks sering ditunjukkan oleh kaki; yang mengherankan adalah hasil yang ditimbulkannya.

Respon umum labah-labah terhadap hampir semua jenis rangsangan mendadak adalah berkontraksinya otot yang mengangkat paha sehingga kakinya dapat ditarik mendekati tubuh dengan cepat. Kita menamakan gerak ini “refleks fleksor”.

Sementara labah-labah beristirahat, perubahan metabolik yang mempengaruhi otot dan saraf kaki berlangsung pelan dan terus-menerus sehinga si binatang tetap dalam posisi semula. Hal ini dikenal sebagai “tonic reflex”, dan ahli biologi menganggapnya sebagai bentuk tingkah laku. Seperti yang telah dikatakan, ahli biologi tidak membatasi definisi kata tingkah laku untuk perubahan suatu aktivitas, tetapi memperluasnya hingga meliputi semua kejadian yang berlangsung di dalam tubuh binatang.

Ketika sebuah rangsangan mendadak merusak keseimbangan, tonic reflex digantikan oleh yang lain, dan tubuh binatang berubah dari keadaan diam menjadi keadaan lain yang aktif dan seimbang agar sesuai dengan lingkungannya. Sangat sering penyesuaian ini berlangsung cepat dan otot beraksi sangat singkat. Impuls saraf, bagaimanapun, mungkin terus mengantarkan muatannya dan si binatang tetap diam tak bergerak pada posisinya yang baru hingga impuls saraf berhenti atau ada kejadian lain yang memaksa si binatang bergerak. Yang menarik adalah arti penting aksi diam tersebut bagi kelangsungan hidup si binatang.

Gerakan mungkin merupakan bukti yang paling umum adanya mahluk hidup, bila dibandingkan dengan bau misalnya, meskipun hal ini lebih sering menyesatkan. Bila seorang fotografer burung atau pengamat cerpelai ingin agar kehadirannya tidak diketahui maka yang pertama-tama dilakukan adalah diam tak bergerak, demikian pula dengan labah-labah yang tak bergerak mungkin lolos dari pandangan musuhnya atau dikira benda mati.

Labah-labah yang diam tak bergerak dan ditempatkan di pinggan putih dalam sebuah laboratorium tampak seperti labah-labah mati, tetapi bila binatang yang pura-pura mati ini ditempatkan di alam aslinya maka ia akan tersamar dengan sekelilingnya. Tak ada contoh yang lebih baik mengenai hal ini selain labah-labah bukit pasir Inggris, Philodromus fallax, yang sangat sulit dilihat bila ia diam tak bergerak dan merapatkan diri ke pasir.

Ada jenis labah-labah dengan paha berwarna lebih cerah dibandingkan bagian kaki lainnya, dan bila sekonyong-konyong terjadi refleks fleksor yang menarik kaki tersebut merapat ke tubuh maka warna aha tersebut akan terlihat seperti kilatan api, yang merupakan alat perlindungan terhaap katak pohon. Mata redator dipusatkan pada benda berwarna yang bergerak, dan menghilangnya warna secara mendadak mengganggu usaha oenyerangan oleh predator ini.

Arti penting biologis dari semua contoh di atas cukup besar. Mereka mewakili bentuk gerak refleks yang sangat menekankan sifat adaptif tingkah laku yang sangat berperan dalam kelangsungan hidup si binatang. Refleks vertebrata seperti batuk dan bersin, atau melebar dan menyempitnya pupil seperti disebutkan di muka, sangat penting bagi kehidupannya.

Ada gerak refleks yang mungkin bisa disamakan dengan refleks vertebrata di atas. Refleks fleksor bisa dianggap merupakan respon yang paling mudah dilakukan yang tidak membutuhkan tipe gerak khusus, merupakan cara paling cepat dan lebih terarah untuk membuang kelebihan “energi saraf” yang mengikuti rangsangan yang diterima alat indra. Bila benar, hal ini mungkin bisa disamakan dengan refleks tertawa pada manusia. Sebab yang tepat mengapa manusia merasa sesuatu itu lucu telah lama diperdebatkan, tetapi tak diragukan bahwa humor itu sendiri menyebabkan kita tertawa dengan spontan bila ada kebutuhan untuk melepaskan tegangan saraf secepatnya. Saya tak bermaksud sejauh itu bahwa labah-labah akan tertawa sambil menarik kakinya namun uraian ini hanya untuk mensejajarkannya.

“Refleks pertama” yang dilakukan kalajengking cukup menarik untuk dibahas. Seekor kala jengking dipersenjatai dengan sengat pada ekornya yang aktif itu, dan bila diancam maka ia akan balik mengancam dengan sengatnya. Ekor, yang sebenarnya bukan ekor melainkan ruas abdomen terakhir (ruas keenam), ditegakkan dan sengat digerakan ke depan dengan cepat. Kala jengking tidak menyengat ke belakang seperti lebah, tetapi ke arah depan dengan posisi sengat di atas kepala, mungkin agar mudah mencapai dan menusuk mangsa yang telah digigitnya. Refleks penyengatan ini dapat dirangsang oleh keadaan di mana korban (mangsa) meronta-ronta atau musuh mengancamnya atau keadaan serupa ini misalnya bila ia diberi kloroform (obat bius) atau bila punggungnya dikenai sinar matahari yang difokuskan dengan lensa sehingga ia kepanasan. Hal ini menarik. Legenda lama menceritakan bahwa kala jengking akan membunuh diri dengan menyengat dirinya sendiri bila lingkungan di sekitarnya dibakar.

Kala jengking angin, atau labah-labah unta, dari ordo Solifugae, tidak beracun dan reaksinya terhadap gangguan tampak tidak berguna. Mereka juga menaikkan abdomen hingga tegak, dengan sudut tegak kurus terhadap cephalotorak, dan sama seperti kala jengking mereka akan bereaksi serupa bila dibius atau ditetesi alkohol. Ahli-ahli zoologi yang beruntung dapat mengamati Solifugae di alam aslinya melaporkan adanya kemiripan dengan kala jengking asli; jadi reaksi menegakkan abdomen secara mendadak namun sebenarnya tak berguna ini karena ia tidak beracun merupakan bentuk mimikri. Solifugae tak beracun lain juga berusaha menampilkan kesan bahwa ia merupakan kala jengking ganas.

Baca juga Pengaruh Lingkungan Terhadap Reproduksi Invertebrata

Segmentasi tubuh avertebrata memungkinkan gerak refleks bisa dilakukan oleh satu segmen saja, atau oleh dua segmen yang berdekatan, atau oleh sekelompok segmen. Gerak maju cacing tanah, misalnya, di mana gelombang pengerutan dan pengembangan tubuh menjalar dari satu segmen ke segmen lain, menunjukkan bahwa rangsangan kontraksi merambat sepanjang tubuh. Demikian pula, labah-labah bisa melipat atau menarik sepasang, dua pasang atau empat pasang kakinya. Dari sini labah-labah sering menunjukkan gerak refleks oleh sebagian tubuhnya sehingga dikatakan bahwa ia hidup lagi setelah mati.

Banyak ahli biologi muda yang terkejut ketika menyaksikan jantung kodok berdenyut sebentar setelah perikardiumnya disingkirkan. Jantung tadi mungkin terus berdenyut selama beberapa menit meskipun hanya dibiarkan begitu saja tanpa kita bantu. Pengamatan terhadap hal ini menunjukkan bahwa kematian tidak berlangsung serentak di seluruh tubuh, dan bahwa aktivitas normal organ-organ penting “mati” paling akhir.

Sebaliknya dengan pemisahan organ-organ penting. Seekor serangga yang dipotong mejadi tiga bagian maka toraknya (yang memiliki ketiga pasang kaki) akan berjalan sendiri meninggalkan abdomen dan kepalanya. Hal ini tidak mustahil karena ganglia saraf penting dan sinus darah terdapat di dalam torak. Tetapi hal ini tidak terjadi pada kaki yang terputus yang tidak mempunyai hubungan dengan sistem saraf pusat, dan pemutusan kaki merupakan hal yang umum dijumpai di duna krustasea dan arachnida sebagai hasil proses autotomi. Salah satu contoh yang paling terkenal untuk tingkah laku ini adalah gerak kejang yang sering dilakukan oleh kaki harvestmen (sejenis labah-labah) setelah kakinya itu dicopot. Dulu pernah diduga bahwa fenomena ini dilakukan oleh kaki itu sendiri sebagai cara labah-labah harvestmen menghindari predator. Teorinya adalah bahwa predator menyerang harvestmen dengan menangkap kakinya yang dengan segera dilepaskan oleh harvestmen sendiri, dan sementara predator sibuk menaklukan kaki tersebut yang terus meronta-ronta harvestmen melarikan diri dengan ketujuh kakinya yang tersisa itu.

Saya tidak tahu apakah cerita ini benar-benar pernah diamati oleh peneliti ataukah hanya khayalan saja; tetapi yang saya ketahui adalah bahwa bila saya sedang mencari harvestmen maka saya sering menjumpai salah satu kakinya menggeletak di atas tanah dengan kaki membengkok pada sendi metatarsal-tibial (= dengkul pada manusia). Terlihat bahwa kaki yang terputus ini, tidak seperti keenam kaki serangga, tidak berhubungan dengan ganglia sistem saraf utama. Akibatnya adalah bahwa meskipun bulu-bulu setae pada kaki labah-labah menyentuh tanah namun ia tidak dapat menerima impuls saraf dari pusat saraf. Oleh karena itu “teori refleks” gugur di sini, dan gerakan kaki tidak dapat dianggap sebagai “adaptasi neuromuscular”. Ia lebih mirip dengan denyutan jantung katak seperti diceritakan di atas, dan rangsang luar pastilah menimbulkan respon langsung pada jaringan kaki tersebut.

loading...

donasi dg belanja di Toko One

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

Senin, 13 Maret 2017

Pembentukan Enzim Selulase Pada Jamur Trichoderma : Pengaruh Logam dan Sumber Karbon

Arsip Cofa No. A 053
donasi dg belanja di Toko One

Selulase merupakan enzim adaptif bagi sebagian besar jamur, meskipun ditemukan juga pada bakteri selulitik. Banyak enzim polisakarase yang bersifat khas bagi jamur, di antaranya adalah pentosanase, poligalakturonase, kitinase, dekstranase, xilanase dan mananase. Karena banyak substrat enzim ini tidak dapat larut, masalah muncul berkaitan dengan bagaimana suatu subtsrat yang tak dapat larut bisa merangsang pembentukan enzim ekstraseluler.

Hasil hidrolisis polisakarida sering dapat merangsang pembentukan enzim polisakarase yang bersesuaian : asam galakturonat merangsang enzim poligalakturonase pada Penicillium chrysogenum; xilose merangsang pentosanase pada beberapa jenis cendawan; maltosa merangsang amilase pada Aspergillus niger; N-asetilglukosamin merangsang kitinase pada Aspergillus fumigatus dan Myrothecium verrucaria. Penggunaan hasil hidrolisis ini sebagai perangsang pembentukan enzim seringkali memberikan hasil enzim yang lebih sedikit daripada hasil enzim yang diperoleh dengan bantuan substrat.

Pada kebanyakan jamur selulolitik yang dicobakan, bagaimanapun, baik glukosa maupun selobiosa tidak dapat bertindak sebagai perangsang pembentukan enzim selulase. Penelitian lebih lanjut berkaitan dengan masalah ini menunjukkan bahwa pada kondisi tertentu beberapa jenis gula dapat merangsang pembentukan enzim selulase pada Trichoderma viride.

Baca juga Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jamur

Kebutuhan Mineral Bagi Pembentukan Enzim Selulase

Komposisi mineral dalam medium pertumbuhan jamur berpengaruh besar terhadap produksi enzim selulase bila 0,5 % gula dipakai sebagai sumber karbon. Magnesium dan kalsium dalam berbagai konsentrasi mempengaruhi baik produksi selulase maupun konsumsi gula. Dalam kondisi ketiadaan magnesium, pertumbuhan tertunda (sebagaimana ditunjukkan oleh rendahnya konsumsi gula) dan produksi selulase terhenti. Dalam kondisi medium mengandung MgSO4 sebanyak 0,003 %, pertumbuhan berlangsung baik dengan sedikit produksi selulase. MgSO4 pada konsentrasi 0,03 % juga memacu pertumbuhan, tetapi produksi selulase lebih seikit daripada bila konsentrasi MgSO4 sebanyak 0,003 %.

Kalsium tidak dapat menggantikan magnesium dalam memacu pertumbuhan jamur. Bagaimanapun, magnesium yang dilengkapi dengan 0,003 % CaCl2 sangat meningkatkan produksi selulase, dan bila dilengkapi dengan 0,03 % CaCl2 maka produksi selulase tersebut jauh lebih tinggi lagi. Data ini memperkuat dugaan bahwa kalsium mungkin bertindak menghilangkan sebagian efek menghambat yang ditimbulkan oleh magnesium. Strontium dapat menggantikan sebagian fungsi kalsium. Barium tidak mempunyai pengaruh.

Pengaruh berbagai konsentrasi CaCl2 diuji lebih lanjut dalam kondisi ada MgSO4 0,03 %. Aktivitas selulase rendah bila CaCl2 tidak ditambahkan. Penambahan 0,001 % CaCl2 (3,6 ppm Ca) menyebabkan aktivitas selulase meningkat tajam. Aktivitas ini terus meningkat sampai mencapai maksimum pada 0,02 % (72 ppm kalsium) dan kemudian menurun. Pertumbuhan berlangsung dengan laju sama bila konsentrasi CaCl2 yang ditambahkan melebihi 72 ppm. Gula dikonsumsi pada semua kultur setelah 2 hari, hal ini menunjukkan kecilnya pengaruh konsentrasi kalsium terhadap laju pertumbuhan.

Trichoderma viride tumbuh pesat bila medium kultur tidak diberi ekstrak ragi, kalsium atau trace elemen. Trace elemen yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jamur ini tampaknya dipasok dalam jumlah cukup pada inokulum tersebut, trace elemen ini juga terdapat sebagai “pengotor” di dalam gula dan garam-garam nutrien yang dipakai sebagai medium. Bagaimanapun, untuk produksi selulase tidak hanya kalsium tetapi juga trace elemen tertentu harus ditambahkan ke dalam medium. Keberadaan atau ketiadaan kalsium atau trace elemen berpengaruh sedikit terhadap pertumbuhan jamur ini bila diukur berdasarkan berat maksimum.

Pada percobaan terpisah, diketahui bahwa penambahan besi, mangan atau seng sebanyak 20 kali konsentrasi di atas tidak menurunkan laju pertumbuhan, jadi pada percobaan ini unsur-unsur tersebut beraksi pada konsentrasi di atas yang dibutuhkan untuk pertumbuhan maksimum, tetapi jauh di bawah batas konsentrasi racun. Trace elemen sangat mempengaruhi hasil selulase. Hasil terbaik diperoleh pada saat ada besi, mangan, seng dan kobalt di dalam medium. Penyingkiran seng akan mengurangi hasil; penghilangan salah satu dari tiga trace elemen lainnya berpengaruh kecil. Percobaan lebih lanjut menunjukkan bahwa gabungan besi atau mangan dengan seng atau kobal memberikan hasil selulase yang tinggi. Kobalt merupakan satu-satunya elemen yang mampu aktif sendirian.

pesan sponsor (klik gambar untuk informasi lebih detil) :
Alat cukur rambut elektrik termurah, potong rambut praktis

Penelitian tentang pengaruh konsentrasi kobalt terhadap pertumbuhan dan produksi selulase menunjukkan bahwa hasil selulase meningkat sejalan dengan penambahan kobalt sampai 10 ppm kemudian menurun ketika kobalt ditambah sampai mencapai 100 ppm. Selulase tidak tampak dalam kultur ini hingga hari ke-3 (hari ke-4 untuk 50 dan 100 ppm). Pertumbuhan tidak dipengaruhi oleh konsentrasi kobalt sampai 0,5 ppm. Dari 1,0 sampai 10 ppm, berat maksimum sedikit berkurang dan laju pertumbuhan menurun, yakni, laju konsumsi gula lebih lamban dan berat maksimum baru dicapai setelah 3 hari, bukannya 2 hari. Pada konsentrasi 50 dan 10 ppm, berat maksimum belum tercapai meskipun sudah hari ke-4 sejak inokulasi. Pada percobaan kontrol dengan trace elemen lengkap (Fe 1,0; Zn 0,8; Mn 0,5; Co 0,5 ppm), selulase muncul pada hari kedua dengan berat maksimum 4,7 unit per ml.

Baca juga Respirasi dan Metabolisme Jamur Air

Pada dasarnya Trichoderma viride tidak memproduksi selulase pada medium selobiose tanpa kehadiran kalsium dan trace elemen. Pada medium laktosa, selulase dihasilkan tanpa kehadiran kalsium dan trace elemen, tetapi produksi selulase meningkat bila kalsium dan trace elemen ditambahkan. Pada medium selulosa sulfat, baik pertumbuhan maupun produksi selulase tidak berlangsung tanpa kehadiran kalsium ataupun trace elemen, sedangkan bila kalsium dan trace elemen ditambahkan maka pertumbuhan dan produksi selulase bisa berlangsung. Pada medium CMC (carboxymethylcellulose) dan pada medium selulosa seperti solka floc, pertumbuhan dan produksi selulase berlangsung bila kalsium dan unsur-unsur minor dihilangkan dari medium tersebut.

Data ini memperkuat dugaan bahwa selulosa mungkin mengandung mineral-mineral yang dibutuhkan. Sebuah sampel solka floc diabukan (pada suhu 600 oC) dan abunya dimasukkan ke dalam HCl lalu ditambahkan ke medium glukosa dengan jumlah yang setara dengan 0,4 % selulosa. Penambahan abu ini ke medium glukosa yang kekurangan kalsium dan trace elemen memberikan produksi selulase sebesar 2,0 unit per ml. Bagaimanapun, abu sendirian atau dicampur dengan kalsium atau trace elemen tidak memberikan hasil yang sama dengan hasil yang diperoleh campuran kalsium dan trace elemen, yang menghasilkan selulase 4,5 unit per ml.

Data ini memperkuat dugaan bahwa kebutuhan mineral untuk pembentukan selulase adalah sama pada glukosa, selobiosa, laktosa atau selulosa, tetapi kehadiran mineral tersebut sebagai pengotor dalam selulosa sangat mengurangi kebutuhan ini.

Pengaruh Logam dan Sumber Karbon Terhadap Pembentukan Selulase

Hasil penelitian menunjukkan bahwa selulase dibentuk bila Trichoderma viride ditumbuhkan pada medium kultur yang mengandung selulosa, laktosa, glukosa atau selobiosa. Selulosa dan laktosa diduga dapat menjadi perangsang pembentukan selulase dalam pengertian yang umum.

Glukosa tampaknya tidak bisa menjadi perangsang bagi enzim selulase karena alasan-alasan berikut. Konsentrasi glukosa awal yang agak tinggi dibutuhkan untuk memproduksi selulase, tetapi selulase tidak muncul sampai glukosa habis dari medium kultur. Beberapa senyawa yang mungkin dimetabolisasi menjadi glukosa, seperti kanji, maltosa, trehalosa dan –metil glukosida, merupakan penyokong pertumbuhan yang baik tetapi tidak merangsang pembentukan selulase. Mungkin bahwa glukosa dimetabolisasi menjadi suatu perangsang, kemungkinannya adalah glikosida.

donasi dg belanja di Toko One

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

Jumat, 10 Maret 2017

Mekanisme Kerja dan Pengaturan Sekresi Hormon

Arsip Cofa No. A 052
donasi dg belanja di Toko One

Transpor Hormon

Setelah diproduksi oleh suatu kelenjar, hormon-hormon protein biasanya disimpan di dalam kelenjar tersebut sampai saatnya diperlukan. Bila diperlukan, mereka kemudian disekresi ke dalam kapiler-kapiler yang akan membawa hormon tersebut ke organ sasaran. Hormon-hormon steroid tidak disimpan melainkan dilepaskan setelah diproduksi.

Sedikit, bila bukan banyak, hormon steroid beredar bersama darah sebagai hormon mati setelah dilepaskan dari organ endokrin pembentuknya. Plasma darah mengandung substansi pembawa protein bagi hormon-hormon steroid dan tiroksin. Susbtansi tersebut adalah thyroxin-binding globulin (TBG; globulin pengikat-tiroksin), corticosterol-binding globulin (CBG), juga disebut transcortin, yang mengikat adrenokortikosteroid dan progesteron, dan sex-hormone-binding globulin (SHBG), yang mengikat estradiol dan testosteron. Terikatnya hormon oleh protein plasma darah ini membatasi difusi hormon tersebut ke dalam jaringan, tetapi pada saat yang sama memperpanjang aktivitas hormon karena pengikatan tersebut melindunginya dari proses penguraian dan penyingkiran. Hormon dalam bentuk terikat seperti ini tidak dapat memasuki sel dan juga tidak dapat bekerja. Kehamilan meningkatkan konsentrasi yodium atau hormon tiroid yang terikat-protein (protein-bound iodine, PBI), tetapi laju metabolisme basal tetap sama seperti semula karena hormon ditahan di dalam darah dan hanya diberikan pada jumlah normal ke jaringan dalam keadaan bebas untuk merangsang metabolisme.

Baca juga Reproduksi dan Endokrinologi

Hormon steroid seks terikat kuat oleh SHBG sehingga meningkatkan daya larut steroid di dalam medium darah yang cair. Steroid-terikat tersebut secara biologi tidak aktif tetapi ia dalam kondisi seimbang dengan sejumlah kecil steroid-bebas yang memasuki sel sasaran.

Tiroksin memiliki periode kerja yang lebih pendek di dalam tubuh ayam daripada di dalam tubuh mamalia, mungkin karena bangsa burung memiliki kemampuan rendah dalam mengikat tiroksin. Akibatnya, tiroksin dibuang melalui metabolisme dari tubuh burung lebih cepat dibandingkan dari tubuh mamalia yang memiliki protein plasma dengan kemampuan lebih besar dalam mengikat tiroksin.

Ads (klik gambar untuk informasi lebih detil) :
Gas Air Mata - Semprotan Merica Yg Lumpuhkan Penjahat

Mekanisme Kerja Hormon

Dua kelas kimia hormon, steroid dan peptida, tampaknya memiliki mekanisme kerja yang berbeda. Hormon tiroid dan steroid bermolekul kecil (berat molekul 300) sehingga dapat menyebar bebas ke dalam sebagian besar sel-sel tubuh; membran plasma tidak menjadi penghalang. Bertolak belakang dengan hormon steroid, hormon-hormon peptida memiliki molekul besar (berat molekul 10.000 atau lebih), dan karena ukurannya itu mereka tidak dapat menembus membran plasma. Untuk itu, hormon-hormon peptida menjalankan aksinya pada permukaan sel secara tidak langsung.

Meskipun semua sel terpapar hormon, hanya sedikit sel yang dapat menanggapi rangsangan hormon sehingga mereka disebut sel-sel sasaran. Sel sasaran dapat menanggapi rangsangan hormon karena mempunyai suatu daerah reseptor yang sangat khusus. Reseptor terletak di permukaan sel untuk hormon-hormon peptida, dan di dalam sitoplasma sel untuk hormon-hormon steroid.

Baca juga Sejarah Endokrinologi

Daerah reseptor khusus pada organ sasaran secara selektif “mengikat”, “menyerap’ atau “memerangkap” suatu hormon tertentu ke membran selnya sebagai langkah pertama dalam aksi hormon peptida, misalnya Luteinizing Hormone (LH).

Langkah kedua dalam aksi LH adalah perangsangan terhadap enzim adenil siklase di dalam membran sel untuk mengubah ATP menjadi adenosin monofosfat nukleotida, siklik 3,5-AMP, atau c-AMP. cAMP (messenger II) menyediakan energi untuk sintesis protein. Hormon-hormon ACTH, LH, FSH, TSH dan HCG beraksi melalui jalur AMP ini. cAMP mempengaruhi sintesis protein, dan protein perangsang menyebabkan mitokondria memproduksi suatu hormon (messenger III). Produksi steroid oleh adrenal cortex dan gonad diatur oleh cAMP. Penyuntikan cAMP memberikan pengaruh besar terhadap fungsi LH atau ACTH sampai beberapa derajat.

donasi dg belanja di Toko One

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

Rabu, 08 Maret 2017

Sejarah Endokrinologi

Arsip Cofa No. A 051
donasi dg belanja di Toko One

Tulisan Hippocrates dan Aristoteles pada tahun 460 – 322 berisi informasi mengenai pengendalian internal terhadap beberapa fungsi tubuh organisme. Aristoteles menjelaskan pengaruh pengebirian (kastrasi) pada burung dan manusia meskipun mekanisme yang terlibat dalam proses ini belum diketahui. Mekanisme tersebur baru dipahami 2.000 tahun kemudian. Pada 1775 Bordeau menyatakan bahwa testes membentuk suatu substansi yang berperanan dalam pembentukan darah dan mempengaruhi tubuh binatang. Pada 1849 Berthold mulai mengadakan penelitian pertama kali yang melibatkan pengebirian. Dengan mengebiri ayam jantan muda dan mencangkokkan testes, ia dapat mengidentifikasi testes cangkokan tesebut sebagai organ yang bertanggung jawab terhadap kenormalan tingkah laku seksual dan perkembangan organ-organ seksual sekunder. Ia juga menunjukkan bahwa terhentinya pertumbuhan jengger pada ayam yang dikebiri disebabkan oleh kekurangan substansi humoral yang diproduksi oleh testes.

Baca juga Reproduksi dan Endokrinologi

Tahun yang patut dikenang dalam sejarah endokrinologi adalah 1899 karena ketika itu ahli kedokteran Perancis Brown-Sequard melaporkan bahwa ia telah meremajakan-diri pada usia 72 tahun dengan menyuntik diri sendiri cairan ekstrak testes anjing. Sekarang diketahui bahwa hal ini tidak mungkin; ia tampaknya berkelakar. Bagaimanapun, laporannya itu mendorong ahli-ahli lain untuk mengadakan penelitian. Pada tahun 1899 Von Mering dan Minkowski melaporkan penemuan bersejarahnya bahwa sejenis penyakit, yang kemudian dikenal sebagai diabetes melitus, dapat dialami oleh anjing setelah pankreasnya dihilangkan. Penemuan penting ini akhirnya membawa ke arah penemuan insulin dan dengan hormon ini orang dapat mengendalikan diabetes melitus pada manusia dan binatang.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Endokrinologi abad ke-20 mengawali kegiatannya dengan penelitian yang dilakukan oleh Bayliss dan Starling yang hasilnya diterbitkan pada tahun 1902. Mereka menemukan bahwa sejenis hormon, yaitu sekretin, dilepaskan oleh lendir dalam duodenum (usus 12 jari) setelah duodenum tersebut dilalui oleh makanan yang bersifat asam yang telah dilumatkan oleh lambung. Sekretin ditemukan beredar bersama darah masuk ke pankreas dan di sini menyebabkan cairan pankreas keluar menuju saluran pankreatik. Ini adalah penelitian pertama yang menunjukkan bahwa sistem endokrin dapat mengintegrasikan fungsi-fungsi organ tubuh tanpa bantuan sistem saraf. Hal ini juga mengantarkan Bayliss dan Starling untuk memakai kata hormon bagi substansi yang baru ditemukannya itu, yakni sekretin.

Baca juga Hormon Avertebrata, Vertebrata, Pituitari dan Metamorfosis

Masa 25 tahun pertama dari abad ke-20 ini dicirikan oleh penemuan-penemuan yang menunjukkan bahwa organ endokrin tertentu mempengaruhi reaksi tertentu dengan substansi humoral tertentu sebagai mediatornya. Susbtansi humoral ini belum diketahui hingga masa 25 tahun kedua di mana identifikasi substansi humoral tersebut mulai dilakukan. Identifikasi ini, sudah tentu, bergantung kepada perkembangan teknik biokimia untuk mengekstraksi dan mengidentifikasinya.

Baca juga Hormon Pertumbuhan Ikan

Usaha mengidentifikasi dan mensintesis berbagai jenis hormon selama 35 tahun terakhir ini merupakan kisah yang menarik. Mungkin kemajuan paling besar terjadi pada tahun 1949 ketika Hench dan kawan-kawannya mengumumkan bahwa sejenis hormon dari adrenal cortex, kortison atau senyawa E, menyebabkan timbulnya gejala-gejala klinis penyakit rheumatoid arthritis. Pernyataan ini mendorong industri farmasi berlomba-lomba mensintesis hormon tersebut dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan medis. Mikroorganisme dimanfaatkan untuk mempengaruhi perubahan enzimatis molekul-molekul steroid dengan tujuan memproduksi hormon kortison. Ubi rambat dari Meksiko merupakan bahan baku untuk mensintesis steroid yang mudah diubah menjadi progesteron dan kemudian progesteron ini diubah menjadi kortison dengan bantuan bakteri pengoksigenasi. Saat ini kortison tidak hanya mudah diperoleh dengan harga terjangkau, tetapi juga steroid-steroid lain, yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh binatang, telah dapat diproduksi dengan hasil kerja yang lebih baik dibandingkan substansi alami, hidrokortison (kortisol) atau kortikosteron.

Contoh lain perkembangan penting yang terjadi dalam bidang endokrinologi dan kedokteran adalah penemuan pada tahun 1953 oleh Simpson dan Tait yaitu bahwa steroid yang sebelumnya tak teridentifikasi yang ditemukan dalam ekstrak kelenjar adrenal ternyata adalah aldosteron. Penelitian tersebut berjalan lambat karena hormon ini hanya ada dalam jumlah beberapa mikrogram hinggga membutuhkan teknik yang lebih rumit untuk dapat menemukannya. Hormon ini bertanggung jawab terhadap proses pengaturan metabolisme elektrolit dan air.

donasi dg belanja di Toko One

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

Jumat, 03 Maret 2017

Reproduksi dan Endokrinologi

Arsip Cofa No. A 050
donasi dg belanja di Toko One

Fisilogi reproduksi dan endokrinologi berkembang pesat dalam lapangan ilmu fisiologi hewan ternak. Dari segi fisiologi, tujuan utama industri ternak adalah mengembangkan ternak yang dapat tumbuh dan bereproduksi dengan cepat dan secara ekonomis menguntungkan. Karena proses pertumbuhan sebagian besar dikendalikan oleh endokrin (hormon) dan proses reproduksi juga terutama dikendalikan oleh endokrin, maka kedua bidang fisiologi ini menjadi makin penting dalam kaitannya dengan pertumbuhan dan reproduksi ternak. Kita selayaknya memperhatikan perkembangan peternakan karena berperanan penting bagi kesehatan dan ekonomi umat manusia. Perlu diketahui bahwa hanya di negara-negara yang peternakannya maju orang dapat mencapai taraf hidup yang tinggi. Untuk mempertahankan dan memperbaiki taraf hidup ini, kita harus terus-menerus berusaha meningkatkan efisiensi produksi ternak. Keterkaitan dan ketergantungan manusia pada ternak berlangsung sejak awal sejarah peradaban ketika hewan tidak hanya dimanfaatkan sebagai sumber makanan dan untuk perlindungan saja, tetapi juga sebagai pengangkut beban. Meski peranannya yang terakhir ini telah digantikan oleh mesin, namun akibat bertambahnya populasi manusia, kebutuhan manusia akan makanan hewani makin meningkat.

Baca juga
Hormon Pertumbuhan Ikan

Definisi Hormon dan Endokrinologi

Endokrinologi merupakan cabang ilmu fisiologi yang berkembang pesat sama seperti biokimia. Ia benar-bernar merupakan ilmu abad ke-20, karena sebagian besar penemuan-penemuan penting dalam endokrinolgi terjadi pada abad ke-20, dan ilmu baru ini mendorong perkembangan ilmu kedokteran. Kelenjar endokrin adalah kelenjar buntu dalam tubuh organisme yang hasil sekresinya langsung masuk ke dalam aliran darah; jadi berlawanan dengan kelenjar eksokrin yang hasil sekresinya dibuang keluar melalui suatu saluran. Salah satu organ tubuh, yakni pankreas, mempunyai baik bagian endokrin maupun eksokrin. Bagian endokrin berupa pulau-pulau Langerhans yang memproduksi dua jenis hasil sekresi (hormon), yaitu glukagon dan insulin. Selain itu pankreas memiliki bagian eksokrin berupa sel-sel acinar (sel-sel berbentuk sepeti kantung kecil) yang mensekresi getah pankreas. Substansi-substansi yang disekresi kelenjar endokrin dinamai hormon dan berkaitan dengan penyelarasan kimiawi seluruh tubuh organisme. Endokrinologi didefinisikan sebagai ilmu yang berkaitan dengan integrasi kimiawi seluruh tubuh organisme. Integrasi adalah kata kunci dan ini merupakan fungsi sistem saraf. Ada keterkaitan erat antara sistem saraf dan sistem hormon.

“Hormone” adalah kata Yunani yang berarti “saya menggerakkan atau merangsang”, kata ini pertama kali dipakai oleh Bayliss dan Starling pada tahun 1902. Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan di dalam satu bagian tubuh (bagian tertentu) yang berdifusi atau diangkut ke bagian lain di mana ia mempengaruhi aktivitasnya dan cenderung mengintegrasikan bagian-bagian tubuh organisme tersebut. Perlu ditekankan bahwa hormon mengatur (menurunkan atau meningkatkan) laju proses-proses tertentu tetapi tidak memberikan energi bagi proses tersebut juga tidak merangsang terjadinya reaksi metabolik. Namun, hormon mempengaruhi reaksi yang sedang berlangsung yang biasanya melibatkan enzim. Kelebihan hormon berakibat merugikan tubuh sama seperti bila kekurangan, karena kelebihan hormon menyebabkan reaksi yang dipengaruhinya menjadi berlangsung melebihi normal. Definisi hormon yang diusulkan Starling sekarang dapat diperluas agar mencakup hormon-hormon lokal lain atau “parahormon” . Zat kimia “messenger” (utusan) atau pengatur ini yang tidak termasuk hormon dalam pengertian terbatas adalah (1) prostalglandin, terdapat di dalam berbagai jenis jaringan, yang walaupun berperanan penting namun pengaruhnya hanya bersifat lokal terhadap reproduksi, (2) erythropoietin, dilepaskan oleh ginjal anoksik dan merangsang agar sumsum tulang memproduksi sel-sel darah merah, dan (3) histamin, diproduksi oeh jaringan yang terluka dan bekerja secara lokal terhadap jaringan di sekitarnya.

Baca juga
Merangsang Pemijahan Ikan Dengan LHRH (Luteinising Hormone Releasing Hormone)

Hubungan Sistem Endokrin dan Sistem Saraf

Sistem saraf mulanya dianggap sebagai satu-satunya sistem koordinasi, tetapi dengan perkembangan pengetahuan mengenai sistem endokrin, yang bergantung kepada mediator humoral, sistem endokrin sekarang ditempatkan sejajar dengan sistem saraf sebagai sistem yang mengkoordinasi tubuh organisme. Memang sebenarnya kedua sistem pengendalian tersebut bekerja bersama-sama di dalam tubuh. Sebagai contoh, sistem saraf bisa berfungsi sebagai pembawa impuls menuju ke hipotalamus; kemudian sistem endokrin (hipofisa) melepaskan substansi humoral untuk menyempurnakan refleks tersebut. Dalam sistem saraf, sinyal-sinyal yang menjalar ke seluruh tubuh adalah sama, tanpa memperhatikan efeknya, tetapi lintasan yang dilalui sinyal tersebut mempengaruhi hasil akhir. Pada sistem endokrin, lintasan yang dilalui mediator humoral selalu sama, yakni pembuluh darah, tetapi jenis mediator humoral tersebut menentukan hasil akhir. Substansi humoral ini menjalar agak lambat di dalam tubuh karena laju penjalaran ini ditentukan oleh laju peredaran darah.

Beberapa ahli mengumpamakan sistem endokrin sebagai sistem komunikasi tubuh “tanpa kabel”, sedangkan sistem saraf dinamakan sistem “berkabel”. Tanpa memperhatikan perumpamaan ini, penting untuk diingat bahwa kedua sistem komunikasi ini bekerja sama mengkoordinasi tubuh dan bergantung satu sama lain untuk mengatur keseimbangan tubuh (homeostasi).

Ovulasi (pelepasan sel telur dari indung telur) pada kelinci merupakan proses fisiologi yang melibatkan sistem saraf maupun sistem endokrin agar proses tersebut berjalan sempurna. Rangsangan fisik pada dinding rahim selama bersenggama menyebabkan impuls rangsang menjalar ke serabut saraf tulang belakang, kemudian ke hipotalamus. Di sini sejenis substansi humoral, yang melepaskan hormon, mengalir melalui saluran hipofiseal portal menuju ke pituitari anterior (adenohipofisis) di mana hormon luteinizing dilepaskan. Luteinizing hormon kemudian dibawa melalui sistem peredaran darah menuju ke ovari di mana folikel ovari yang telah masak dirangsang agar pecah – sehingga terjadi ovulasi.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :

Hubungan Genetika dan Endokrinologi

Sifat-sifat genetika suatu individu mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan, terutama reproduksi. Dengan makin diketahuinya mekanisme biokimia yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetika, kita tahu bahwa sifat-sifat fenotip individu semata-mata ditentukan oleh kode-kode biokimia ini di dalam DNA setiap gen. Dulu ada anggapan bahwa penggabungan kromosom-kromosom heterologus menentukan sifat-sifat fenotip individu anak. Sekarang kita tahu bahwa molekul-molekul nukleotida penyusun gen merupakan kumpulan DNA yang rumit yang mampu mengatur perkembangan individu anak secara ketat. Dalam hal ini, DNA menentukan fungsi dan laju fungsi suatu organ endokrin. Ini berarti bahwa jumlah dan jenis hormon yang dihasilkan ditentukan oleh kode-kode genetik. Akibatnya, kesalahan dalam menyusun kode genetik menyebabkan penyimpangan fungsi organ endokrin yang bisa menimbulkan kelainan genetik. Hal ini menyebabkan produksi hormon yang berlebihan, atau sedikit, atau produksi hormon yang tak normal.

Baca juga
Kemungkinan Penggunaan Hormon Untuk Merangsang Pertumbuhan Bandeng (Chanos chanos)

Upaya Merangsang Pemijahan Gonad Bandeng Dengan Hormon

Marte et al. (1988) melaporkan bahwa upaya-upaya yang pertama kali dilakukan untuk merangsang kematangan gonad pada juvenil ikan bandeng tidak berhasil. Ikan yang belum matang gonad atau induk bandeng liar dengan gonad telah menyusut tidak berespon terhadap gonadotropin (GtH) atau berbagai kombinasi GtH dan steroid. Teknik mutakhir yang melibatkan pemberian secara kronis testosteron saja atau dikombinasikan dengan analog luteinizing hormone-releasing hormone (LHRH-A) efektif untuk merangsang agar gonad berkembang sangat cepat pada ikan rainbow trout yang belum matang gonad (Crim dan Evans, 1983; Magri et al., 1985). Mekanisme di belakang perangsangan kecepatan perkembangan ini tampaknya merupakan aksi umpan balik positif testosteron terhadap sekresi GtH pituitari. Sejumlah studi menunjukkan bahwa testosteron atau androgen lain yang dapat-diaromatisasi merangsang penimbunan GtH pituitari (Crim dan Peter, 1978; Crim dan Evans, 1979, 1982, 1983; Crim et al., 1981). Dengan adanya aktivitas LHRH-A dalam melepaskan GtH, konseetrasi GtH yang bersirkulasi meningkat, yang selanjutnya merangsang gonad (Peter, 1983).

Marte et al. (1988) menambahkan bahwa strategi ini telah berhasil diterapkan untuk merangsang perkembangan gonad pada bandeng yang dipelihara dalam tangki di Hawaii. Pemberian secara kronis cairan 17alfa-metiltestoseron (MT) dalam bentuk kapsul silastik bersama-sama dengan pelet kolesterol LHRH-A merupakan cara efektif untuk meningkatkan persentase ikan bandeng yang matang gonad.

Hormon Untuk Mengubah Jenis Kelamin Individu

Hunter dan Donaldson (1983) dalam Hoar et al. (1983) mengulas laporan-laporan mengenai pengubahan jenis kelamin organisme dengan hormon. Pembetinaan sebagai hasil pemberian hormon estrogen kepada embryo jantan telah berhasil dilakukan pada ayam dan burung quail; bagaimanapun, pembalikan jenis kelamin ini seringkali bersifat sementara. Pemberian berbagai jenis androgen menghasilkan efek penjantanan sederhana atau efek penjantanan dan pembetinaan. Testosteron dan ester-esternya beraksi serupa dengan hormon alami yang diproduksi oleh gonad jantan embryo yang menjantankan genital duct tetapi tidak mempengaruhi gonad betina. Beberapa androgen seperti androstenedione, androstanedione, androstenediol dan trans-hydroandrosterone menjantankan genital duct indidivu betina tetapi membetinakan gonad dan genital duct individu jantan. Banyak studi menunjukkan bahwa (1) gonad jantan yang menjadi betina dapat mensekresi suatu hormon yang serupa dengan hormon pembalik jenis kelamin, (2) sekresi gonad embryo dari medula mempunyai efek yang sama seperti hormon steroid, dan (3) gonad burung tak berdiferensiasi mensintesis dan mensekresi steroid. Pembalikan jenis kelamin somatik telah dapat dilakukan pada testes kiri embryonik kultur yang diberi androgen atau estrogen eksogen. Diduga bahwa hal ini disebabkan ketiadaan steroidogenesis selama periode tak berdiferensiasi yang diperlukan bagi perkembangan testis.

Demikian pula, pemberian androgen kepada beberapa spesies reptil memberikan berbagai hasil. Pemberian estrogen kepada kadal hijau, Lacerta viridis, menghasilkan efek penghambatan sebagian atau sepenuhnya terhadap perkembangan testis pada beberapa individu untuk memproduksi ovotestis dan penghambatan sepenuhnya untuk memproduksi ovari pada individu lainnya. Pada amfibi cukup banyak penelitian yang melibatkan pembalikan jenis kelamin yang dirangsang dengan hormon menunjukkan bahwa pemberian estrogen dan androgen eksogen menyebabkan pembetinaan fungsional pada urodela dan penjantanan pada anura ranidae, berturut-turut. Bagaimanapun, aksi paradoks perlakuan steroid telah dilaporkan pada beberapa spesies (Hunter dan Donaldson, 1983, dalam Hoar et al. , 1983).

Pembalikan Jenis Kelamin Ikan Dengan Hormon Reproduksi

Hunter dan Donaldson (1983) dalam Hoar et al. (1983) menyatakan bahwa pada ikan teleostei, seperti pada amfibi, steroid seks dapat mempengaruhi proses diferensiasi seks. Pembalikan jenis kelamin fungsional telah berhasil dilakukan pada sedikitnya 15 spesies. Bagaimanapun spesies-spesies ini pada dasarnya merupakan teleostei gonochoris yang tergolong dalam sejumlah kecil famili. Penelitian telah dilakukan mengenai pengaruh androgen dan estrogen terhadap ikan elasmobranchia, terutama Scyliorhinus caniculata. Ternyata bahwa baik estrogen maupun androgen mempengaruhi diferensiasi genital duct; bagaimanapun, hanya estrogen yang mempengaruhi gonad dalam spesies ini yang menghasilkan ovotestes.

Hunter dan Donaldson (1983) dalam Hoar et al. (1983), berdasarkan beberapa penelitian, menambahkan bahwa sejumlah kecil spesies hermaprodit yang diberi perlakuan dengan steroid untuk memanipulasi pembalikan seks alami memberikan respon yang bertolak belakang. Penyuntikan tunggal 2 mg testosteron telah dilakukan untuk meniru pembalikan seks pada beberapa spesies ikan wrasse hermaprodit protogini (Labridae). Disimpulkan bahwa secara umum androgen merangsang pembalikan seks yang cepat matang gonad pada spesies protogini, tetapi bukti ini saja tidak cukup untuk mendukung model perangsang-steroid. Telah dilaporkan bahwa dua dari tiga ikan kerapu, Epinephelus tauvina, yang juga hermaprodit protogini, yang diberi makan 80 mg metiltestosteron selama 30 hari memulai pembalikan jenis kelamin. Demikian pula, 25 ikan yang diberi 1 mg metiltestosteron/kg pakan 3 kali seminggu selama satu periode 2 bulan mengalami pembalikan jenis kelamin.

Pengaruh Hormon Terhadap Ciri Seks Sekunder Ikan

Yamamoto (1969) dalam Hoar et al. (1969) menyatakan bahwa ciri seks sekunder ikan digolongkan menjadi dua kategori : (1) ciri-ciri sementara yang biasanya muncul hanya selama musim pemijahan seperti pewarnaan perkawinan, organ mutiara dan ovipositor ikan bitterling; (2) organ permanen yang dikembangkan dengan sempurna ketika permulaan kematangan seksual seperti gonopodium pada ikan cyprinodont vivipar dan tonjolan-tonjolan papila pada sirip dubur ikan jantan dan urogenital papila pada ikan medaka betina, Oryzias. Ciri seks sekunder ada yang bersifat positif-jantan dan ada yang positif-betina. Yang pertama adalah ciri yang khas bagi jantan atau lebih berkembang pada ikan jantan daripada ikan betina. Yang terakhir adalah sebaliknya.

Menurut Yamamoto (1969) dalam Hoar et al. (1969) kebanyakan ciri seks sekunder pada ikan bersifat positif-jantan. Telah ditunjukkan pada ikan minnow, Phoxinus laevis, bahwa warna perkawinan bergantung pada hormon testikular. Hal ini telah dibuktikan pada ikan stickleback, Gasterosteus pungitius dan Gasterosteus aculeatus, juga pada ikan bitterling dan ikan gapi serta medaka. Organ mutiara pada ikan mas koki, Carassius auratus, dikendalikan oleh hormon testikular. Sementara pengebirian (kastrasi) menyebabkan hilangnya ciri positif-jantan ini, ovariotomy (penyingkiran ovarium) tidak berpengaruh. Hal ini berarti bahwa ketiadaan ciri seks sekunder positif-jantan pada ikan betina tidak disebabkan oleh aksi penghambatan ovari.

Sebaliknya, pada ikan ganoid, Amia calva, pola hitam abu-abu (yang bersifat positif-jantan) tidak ada pada ikan betina karena aksi penghambatan oleh ovari; ovariotomy menyebabkan pola warna ini timbul. Ikan jantan swordtail dan platyfish memiliki susunan rumit rangka pendukung yang mencakup tiga duri haemal pada tulang vertebrae ekor; rangka ini diperlukan untuk mendukung fungsi gonopodium. Pada betina, tiga duri haemal ini tidak ada sehingga meluaskan ruangan yang diperlukan ikan betina hamil untuk menampung embryonya. Telah dilaporkan bahwa ikan swordtail mandul mengembangkan tiga duri haemal seperti pada individu jantan, yang menunjukkan bahwa duri-duri ini tidak ada pada betina akibat aksi penghambatan oleh ovari. Pada ikan platy, a-estradiol benzoat merangsang pelenyapan satu atau dua duri haemal pada ikan jantan sedangkan metiltestosteron merangsang penggabungan unsur-unsur tulang basal (mesonost dan baseost) pada betina, yang normalnya terpisah (Yamamoto, 1969, dalam Hoar et al., 1969).

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...
loading...

Rabu, 01 Maret 2017

Uji Rosette dan Pemanfaatannya Untuk Mendeteksi Kehamilan Dini Pada Domba

Arsip Cofa No. A 049
donasi dg belanja di Toko One

Pengikatan Antigen Oleh Sel-Sel Tunggal (Uji Rosette)

Fenomena pengikatan sel-sel kekebalan (imunosit) pertama kali diamati oleh Reiss dan kawan-kawan yang melaporkan daya ikat spesifik yang dimiliki bakteri terhadap permukaan sel-sel limfa dari kelinci yang diimunisasi dengan antigen Salmonella atau Brucella. Di antara teknik-teknik yang dikembangkan untuk mendeteksi sel-sel yang mampu mengikat antigen, uji rosette (rosette assay) yang diterapkan untuk eritrosit domba merupakan salah satu teknik yang paling sering dipakai. Eritrosit domba bisa berfungsi langsung sebagai antigen, atau digunakan sebagai pembawa (carrier) antigen lain yang menyelimuti permukaannya.

Sifat-sifat sel pembentuk-rosette (rosette-forming cell, RFC) telah banyak dipelajari. RFC pada dasarnya merupakan anggota seri limfosit, dan daya ikatnya disebabkan oleh adanya antibodi atau reseptor (penerima) mirip-antibodi yang terdapat pada permukaan sel tersebut. Reseptor-reseptor ini tampaknya lebih banyak disintesis oleh sel-sel tersebut, hanya sedikit yang berasal dari luar. RFC bersifat spesifik terhadap satu jenis antigen tertentu dan dibutuhkan untuk mengembangkan kekebalan terhadap antigen tadi. Pengurangan jumlah RFC yang reaktif terhadap antigen eritrosit domba menyebabkan penurunan kekebalan spesifik RFC tersebut. Jumlah RFC reaktif meningkat jauh setelah ada rangsangan antigenik. RFC pada dasarnya merupakan satu tipe sel yang sama sekali berbeda dengan sel-sel pembentuk plak dalam hal respon kekebalan. Bagaimanapun, ada sebagian kecil sel yang dapat melaksanakan kedua fungsi ini, yaitu sebagai sel RFC dan sebagai sel pembentuk plak, yang menunjukkan bahwa sebagian RFC bisa berubah menjadi sel pembentuk plak. Baik sel T maupun sel B mampu membentuk rosette. Selain itu, sel-sel makrofage dapat membentuk rosette dengan sel-sel darah merah domba, mungkin melalui antibodi anti-eritrosit sitofilik.

Satu tipe khusus rosette, yang disebut rosette E, identik dengan limfosit T pada manusia, yang secara spontan mengikat eritrosit domba pada suhu 4 oC. Rosette-rosette spontan ini tidak dibentuk oleh limfosit manusia yang mengandung sel B. Pembentukan rosette E telah dipakai secara luas sebagai dasar untuk mengidentifikasi dan menghitung jumah sel yang berasal dari kelenjar timus manusia dan dengan demikian membantu dalam menyusun definisi istilah “keadaan imunodefisiensi (kurang-kebal)” dan kondisi lain yang mempengaruhi sistem sel T.

Free Download Ebook Perikanan

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :

Deteksi Kehamilan Dini Pada Domba Dengan Uji Penghambatan Rosette

Uji penghambatan rosette (rosette inhibition test), suatu uji untuk menentukan kemampuan menghambat yang dimiliki serum anti-limfosit terhadap kekebalan, telah diterapkan pada serum domba yang telah kawin. Hasil titrasi uji penghambatan rosette menghasilkan nilai yang lebih tinggi (12 – 26) untuk 7 ekor domba betina yang telah dikawini dan hamil sampai selama 21 hari dibandingkan nilai untuk 5 ekor domba betina yang mandul (8 – 10). Perbedaan ini tampak pada 24 jam setelah perkawinan. Seeor domba betina menghasilkan nilai uji yang tinggi selama 6 hari setelah perkawinan tetapi nilai ini kemudian jatuh dan domba ini kembali mengalami oestrus; pada kondisi ini diduga terjadi keguguran embryo yang baru dibentuk. Domba betina lainnya yang kembali mengalami oestrus tetap mempertahankan nilai uji yang rendah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa uji penghambaan rosette dapat dipakai untuk mendeteksi terjadinya fertilisasi, kematian embryo dini dan kelangsungan kehamilan pada domba.

donasi dg belanja di Toko One

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...