Minggu, 28 Mei 2017

Gerombolan Ikan

Arsip Cofa No. A 069
donasi dg belanja di Toko One

Perilaku Menggerombol (Schooling) Pada ikan

Bagi burung camar laut, nelayan dan predator lain, kecenderungan ikan-ikan tertentu untuk membentuk gerombolan besar merupakan hal yang sangat menguntungkan. Suatu gerombolan ikan lebih dari sekedar kerumunan ikan yang tidak teratur, ia merupakan sebuah organisasi sosial di mana ikan-ikan anggotanya dibatasi dengan ketat oleh pola tingkah laku tertentu dan bahkan oleh spesialisasi anatomis. Ikan-ikan yang menggerombol tidak hanya hidup berdekatan dengan sesama jenisnya seperti pada kebanyakan ikan lain; mereka mempertahankan, pada hampir semua aktivitasnya, orientasi geometris terhadap ikan-ikan di dekatnya, mereka menuju ke arah yang sama dengan posisi badan sejajar satu sama lain dan dengan ruang antar ikan sama. Berenang bersama-sama, mendekat, membelok dan menghindari bahaya bersama-sama , semuanya melakukan hal yang sama pada saat yang bersamaan, mereka seolah-olah merupakan satu ekor binatang besar yang bergerak berlenggang-lenggok di dalam air.

Organisasi sosial yang menakjubkan ini tidak mempunyai pemimpin. Ikan yang berenang di depan gerombolan seringkali diikuti oleh ikan-ikan di belakangnya. Bila gerombolan ikan ini berbelok ke kanan atau ke kiri dengan mendadak, ikan yang ada pada sisi belokan akan menjadi “pemimpin”, dan ikan yang semula memimpin di depan kini menjadi pengikut. Kecuali dalam menentukan arah belokan dan selama makan – di mana formasi gerombolan bisa berantakan sama sekali – ikan berenang sejajar satu sama lain. Jarak antar ikan mungkin bervariasi karena setiap individu berenang dengan kecepatan yang berbeda-beda dan berubah-ubah terutama pada gerombolan ikan yang bergerak pelan-pelan dan kurang kompak. Ketika suatu gerombolan ikan dikejuti, misalnya oleh predator atau pengamat, mereka akan segera merapat dan ruang antar ikan menjadi sama dan seluruh gerombolan melarikan diri dalam keadaan tetap seperti ini.

Semua ikan anggota suatu gerombolan berukuran sama meskipun jumlah anggotanya sebanyak gerombolan ikan seribu. Kecepatan renang meningkat sejalan dengan bertambahnya umur dan dengan demikian ikan dari suatu spesies cenderung memisahkan diri sesuai dengan ukuran dan generasi. Gerombolan ikan dapat memiliki berbagai bentuk dan biasanya mereka berbentuk tiga dimensi, baik anggotanya sedikit maupun banyak. Dari atas mereka mungkin tampak berbentuk empat persegi panjang atau elips atau tak berbentuk dan berubah-ubah. Beberapa spesies membentuk gerombolan ikan dengan bentuk yang khas. Ikan menhaden Atlantik, sebagai contoh, dapat dikenali dengan mudah dari udara karena mereka berenang menggerombol dengan bentuk mirip bayang-bayang amuba raksasa yang selalu berubah bentuk tetapi tak pernah bubar berantakan.

Kecepatan dan keserentakan dalam menanggapi rangsangan dan kecenderungan untuk sejajar dengan ikan lain serta kekonstanan jarak antar ikan dalam suatu gerombolan mengilhami kita bahwa tingkah laku mereka dikendalikan oleh sistem-sistem kontrol pusat yang membuat setiap “keinginan” untuk merubah gerak selalu terjadi pada saat yang bersamaan. Sudah tentu, sistem kontrol pusat seperti ini tidak ada. Tidak mungkin untuk menjelaskan keserentakan aksi semua anggota dalam menanggapi rangsangan dari lingkungan luar. Setiap saat ikan menerima dan menanggapi rangsang sama seperti binatang lain, misalnya rangsang adanya makanan dan perubahan intensitas cahaya. Bagaimanapun, kondisi lingkungan tidak dapat dipakai untuk menjelaskan tingginya derajat keserentakan dalam bergerak sejajar pada gerombolan ikan di mana keserentakan ini selalu dipertahankan setiap saat dan di mana saja. Sebenarnya, tingginya kestabilan untuk menggerombol selalu ditunjukkan pada hampir semua kondisi lingkungan sehingga mengilhami kita bahwa pengorganisasian gerombolan pastilah didominasi oleh faktor-faktor internal.

Baca juga
Interaksi Antara Terumbu Karang, Ikan Karang dan Perikanan

Penggerombolan merupakan suatu insting, hal ini mudah dijelaskan. Istilah ini menunjuk pada adanya suatu faktor penyebab – katakanlah, bahwa ikan bergerombol karena mereka memiliki insting untuk bergerombol. Pernyataan ini tidak banyak memberi penjelasan, apalagi bila diterapkan secara luas untuk pernyataan-pernyataan yang lebih konyol bahwa tingkah laku tersebut merupakan tingkah laku bawaan yang tak dipelajari dan khas bagi tiap spesies. Banyak binatang menunjukkan pola-pola tingkah laku yang khas bagi setiap spesies sehingga tingkah laku tersebut berguna dalam mengidentifikasi mereka serta berguna dalam menunjukkan kekerabatan antar spesies . Masalah seperti ini meninggalkan pertanyaan menarik yang tak terjawab. Dalam hal ini ia tidak dapat menjelaskan keharmonisan aksi ikan dalam suatu gerombolan. Sebab itu diperlukan studi tingkah laku ikan berkenaan dengan perkembangan ikan tersebut. Sejalan dengan pertumbuhan dan terutama kematangan sistem penerima rangsang, hubungan antara organisme tersebut dengan lingkungannya berubah. Riwayat hidup suatu individu, yang khas bagi setiap spesies, berperanan penting dalam menentukan tingkah laku binatang dewasa dan merupakan kunci pokok bagi mekanisme yang mengatur interaksi binatang tersebut dengan lingkungan sosial serta lingkungan fisik. Sebegitu jauh penjelasan terhadap penggerombolan ikan ini hanya membuat misteri menjadi semakin rumit.

Dengan menelusuri pertanyaan tentang bagaimana ikan bergerombol, kita bisa berharap mengetahui mengapa ikan menggermbol. Tidak ada studi yang bisa mengungkapkan apa fungsi tingkah laku sosial yang terorganisir ini dalam mempertahankan kelestarian jenis ikan tersebut.

Baca juga
Ekologi Ikan Karang

Pembentukan Perilaku Menggerombol Pada Larva Ikan

Studi lapang telah dilakukan dengan membawa ikan ke laboratorium untuk pengamatan dan eksperiman perilaku menggerombol ini. Kebanyakan spesies ikan penggerombol mengawali hidupnya sebagai plankton, di mana telur-telur ikan ini dibiarkan hanyut begitu saja oleh induknya dan dibuahi oleh sperma yang kebetulan bertemu dengan telur ini. Telur berkembang menjadi embryo dan embryo menjadi larva, atau “fry”, yang mampu berenang meskipun lemah. Mereka tumbuh, dewasa dan selama awal hidupnya mereka berkumpul bersama-sama membentuk gerombolan. Orang mudah mengamati mereka selama periode ini. Hanya ada satu cara untuk mengumpulkan larva ikan di laut terbuka yaitu dengan menggunakan jaring plankton, di mana jaring plankton ini memporak-porandakan pola normal tingkah laku menggerombol. Dengan demikian studi lapang ini terbatas pada spesies yang dapat ditemukan sebagai fry di dekat pantai. Tetapi larva in begitu kecil hingga tahap kritis yang dialaminya tidak terlihat.

Di perairan sekitar Tanjung Cod, telah diamati dua spesies ikan Menidia, yang umum dikenal dengan nama whitebait, spearing atau silverside. Selama akhir musim semi dan awal musim panas mereka melepaskan telur-telurnya yang berat dan dilekatkan dengan benang-benang lengket ke bebatuan dan tangkai rumput laut dan alga laut. Pada saat menetas, panjang tubuhnya tidak lebih dari 5 mm (sekitar ¼ inci) dan mereka merupakan plankton. Meskipun dengan sabar mencari namun sulit melihat larva sekecil ini di laut terbuka. Ketika mereka tumbuh sampai 7 mm atau lebih, mereka menjadi lebih mudah ditemukan di antara kumpulan plankton. Sebuah laporan menyebutkan bahwa larva berukuran 7 – 10 mm terlihat berkumpul secara acak tetapi tidak membentuk gerombolan teratur juga tidak menunjukkan kecenderungan untuk sejajar satu sama lain. Sejalan dengan pergantian musim dan pertambahan panjang dari 11 menjadi 12 mm, mereka sudah dapat diamati membentuk gerombolan untuk pertama kalinya, berenang sejajar dengan jumlah anggota 30 sampai 50 ekor. Beberapa peneliti melaporkan bawa mereka melihat sekitar 10.000 ikan kecil ini dalam sekumpulan plankton yang ditemukan di perairan dangkal dekat Wood Hole, Massachuset.

Dari pengamatan ini kita dapat menyimpulkan bahwa penggerombolan (schooling) dimulai ketika larva ikan mencapai panjang tertentu. Bagaimanapun, tidak dapat disimpulkan apakah pembentukan gerombolan terjadi perlahan-lahan ataukah mendadak. Selanjutnya 1.000 ekor larva ikan Menidia hasil penetasan telur di laboratorium dipelihara untuk pengamatan. Untuk mempelajari larva ini, diperlukan sebuah tangki berbentuk mirip kue donat dengan sebuah saluran selebar 3 inci. Bentuk tangki tersebut didasarkan pada fakta bahwa gerombolan ikan cenderung pecah ketika mereka mendekati sudut tangki yang berbentuk segi empat. Juga diamati kondisi ikan yang dipelihara dalam kondisi selalu mendapat cahaya, pengamatan ini dilakukan melalui cermin satu-arah. Diasumsikan bahwa pada kondisi semacam ini pembetukan gerombolan oleh larva ikan yang dipelihara di laboratorium terjadi ketika mencapai panjang yang sama dengan fry di laut bebas.

Pengamatan cermat dan terus menerus di laboratorium menunjukkan bahwa pembentukan gerombolan berlangsung perlahan-lahan dengan pola yang khas sesuai dengan jenis ikannya. Larva ikan yang baru menetas dengan panjang sekitar 5 – 7 mm akan mendekati kepala, ekor atau sisi badan larva lain hingga berjarak 5 mm dan kemudian menjauhinya. Pada saat panjangnya mencapai 8 – 9 mm, larva akan mendekati ekor larva lain; bila dua ekor larva terpisah sejauh 3 cm, mereka akan berenang berdampingan selama 2 atau 5 detik. Bagaimanapun, bila ada larva yang mendekati kepala larva lain dengan membentuk suatu sudut maka keduanya akan saling menjauh dengan cepat pada arah yang berlawanan. Ketika panjangnya sekitar 9 mm tingkah laku mendekati kepala-ekor menjadi sering, dan si larva sekarang akan berenang berdampingan selama 5 atau 10 detik. Bila mereka mencapai panjang 10 – 10,5 mm, seekor larva akan mendekati ekor larva lain dan keduanya akan menggetarkan seluruh tubuhnya beberapa saat. Tingkah laku menakjubkan ini akan berakhir dengan berenangnya kedua larva dalam posisi yang satu di belakang yang lain atau keduanya berenang berdampingan selama 30 – 60 detik, kadang-kadang diikuti oleh 3 atau 4 larva lain dalam formasi gerombolan kecil yang teratur. Jumlah larva yang mengikuti tingkah laku ini meningkat menjadi 10 atau lebih apabia larva mencapai panjang 11 – 12 mm. Dengan jarak antar ikan bervariasi dari 10 - 35 mm, gerombolan ikan ini menjadi tidak teratur. Dengan bertambahnya waktu, larva tumbuh sampai 14 mm dan jarak antar ikan menjadi lebih dekat, yaitu 10 – 15 mm, dan posisi seekor larva terhadap larva lain di dalam gerombolan menjadi lebih tetap.

Tingkah laku menggerombol dengan demikian dapat dinyatakan sebagai awal perkembangan dari interaksi dua ekor larva kecil. Dengan bertambahnya umur dan panjang, tingkah laku mendekati kepala berkembang menjadi pendekatan kepala-ekor; dua ekor larva tidak lagi saling berenang menjauh tetapi mereka lebih suka berenang berdampingan, dan jumlah larva yang mengikuti mereka makin bertambah banyak hingga membentuk formasi gerombolan.

Pada saat ini banyak spekulasi dilakukan, terutama yang berkaitan dengan hipotesis khusus bagi penelitian melalui pengamatan dan percobaan. Ketika melihat tingkah laku mendekati kepala, kita mungkin berkesimpualn bahwa setiap larva memperhatikan pola pemandangan yang sedang berubah : benda berbentuk oval (kepala) dan bintik hitam cerah (mata) yang menuju ke arahnya dengan jarak makin dekat. Rangsangan ini menjadi sangat kuat dan setiap larva berusaha lari menjauh. Berbeda dengan tingkah laku mendekati ekor yang tampak seperti garis kecil keperakan dan transparan, senantiasa melambai-lambai dengan teratur dan selalu bergerak. Ikan yang mendekati ekor larva lain terus mengikuti gerakannya. Sementara larva yang diikuti mungkin melihat - dengan sudut mata - ikan yang mengikutinya itu yang tampak sebagai bayangan kabur. Dalam setiap kasus ini rangsangan penglihatan diperlemah sampai ke tingkat intensitas yang rendah sehingga kedua larva berenang bersama-sama tanpa merasa takut.

Umunya rangsangan berintensitas sedang adalah menarik, sementara rangsangan yang kuat bersifat menolak, dan kebanyakan binatang cenderung mendekati sumber rangsangan-sedang serta menghindari sumber rangsangan-kuat, meskipun mereka sebelumnya tidak pernah mengalami kondisi semacam itu. Larva ikan yang diamati dalam laporan ini mempunyai cukup waktu untuk mengumpulkan pengalaman bertemtu dengan larva lain. Bagaimanapun, tidak dapat dipastikan apa sifat dan pengaruh pengalaman-pengalaman seperti ini. Yang menjadi pertanyaan adalah : Apakah pengalaman seperti ini penting bagi tingkah laku menggerombol ? Atau : Akankah ikan menunjukkan tingkah laku menggerombol bila ia dipisahkan dari ikan-ikan lain yang satu spesies dan dipelihara terpisah ?

Bagaimanapun, kita harus berhati-hati dalam memahami hasil yang diperoleh dari eksperimen semacam ini. Telah diketahui bahwa tingkah laku binatang yang dipelihara sendirian merupakan tingkah laku bawaan atau instingtif. Dalam hal ini harus diperhatikan keadaan terisolasi akibat si ikan dipelihara sendirian. Tak ada binatang yang dapat hidup dalam kondisi tanpa mendapat pengalaman sama sekali. Dalam hal larva ikan yang dipelihara terpisah dari sesama jenisnya, jelas bahwa ikan tersebut memperoleh pengalaman dari dirinya sendiri (meskipun akuarium/tangki pemeliharaan dilapisi dengan parafilm sehingga larva tidak dapat melihat bayangannya sendiri), pengalaman dari air yang ada dalam tangki pemeliharaan, dari udang Artemia yang dimakannya dan dari rangsangan yang diterima dari luar tangki.

Mortalitas larva yang dipelihara terpisah (terisolasi) sangat tinggi. Hanya 4 dari 400 larva yang berhasil hidup hingga bisa membentuk gerombolan pada musim pertama, dan hanya 9 dari 87 ekor larva pada musim kedua. Tampaknya larva ikan tidak membutuhkan kehadiran larva lain pada tahap awal kehidupannya, hal ini belum dapat dijelaskan. Satu perbedan yang menyolok antara larva yang dipelihara bersama larva lain dan larva yang dipelihara sendirian adalah dalam hal tingkah laku mencari makan yang pertama kali. Larva yang dipelihara bersama larva lain mencari makan 2 atau 3 hari setelah menetas meskipun kuning telur dalam abdomennya masih ada, sementara larva yang dipelihara terpisah tidak menunjukkan tingkah laku mencari makan sehingga kelaparan dan mati. Bila larva berumur seminggu – di mana selama seminggu tersebut si larva dipelihara bersama larva lain hingga telah menunjukkan tingkah laku mencari makan – diambil dan kemudian dipelihara terpisah maka tingkat kelangsungan hidupnya lebih tinggi, namun yang menjadi teka-teki adalah bahwa ternyata larva yang dipelihara terpisah seperti ini menunjukkan tingkah laku menggerombol.

Segera setelah keempat larva pertama yang dipelihara terpisah dan masih hidup mencapai ukuran minimum untuk membentuk gerombolan, mereka diambil dan dipelihara bersama-sama dengan kelompok larva lain dalam sebuah tangki. Mulanya keempat larva tadi tidak menunjukkan orientasi, mereka menghindari larva lain dan tidak mau bersatu dengan ikan-ikan lain yang membentuk gerombolan. Bagaimanapun, setelah empat jam barulah larva tadi mau berbaur dengan larva-larva lain dan menggerombol. Jadi percobaan ini menunjukkan bahwa ikan yang dipelihara terisolasi akan segera membentuk gerombolan. Namun karena dalam percobaan ini gerombolan terbentuk antara larva-larva yang dipelihara terisolasi dengan larva-larva yang dipelihara tidak terisolasi maka percobaan ini belum dapat menjawab pertanyaan apakah tingkah laku menggerombol juga akan ditunjukkan oleh larva-larva yang semuanya dipelihara terisolasi.

Dengan menambah jumlah larva yang dipelihara terisolasi dan semi-terisolasi selama musim panas 1960, diperoleh fakta bahwa mereka ternyata membentuk gerombolan. Larva yang tidak pernah mengalami kontak dengan larva-larva lain (dari spesies yang sama) akan membentuk gerombolan dalam waktu 10 menit setelah mereka disatukan dalam satu tempat. Larva yang selama satu minggu setelah menetas hidup bersama-sama dengan larva lain dan kemudian dipelihara terisolasi juga membentuk gerombolan namun dalam waktu sedikitnya 150 menit. Disimpulkan bahwa makin singkat mereka hidup dalam isolasi maka makin lama waktu yang dibutuhkan untuk membentuk gerombolan. Hal ini mengilhami kita bahwa pengalaman pertama berinteraksi dengan larva lain – pada peridoe di mana larva sering saling mendekat dengan membentuk sudut dan kemudian saling menjauh – mungkin menghambat proses penggerombolan.

Meskipun percobaan ini menunjukkan bahwa isolasi terhada larva ikan tidak dapat mencegah ikan untuk membentuk gerombolan, peranan pengalaman patut dipelajari lebih lanjut. Dalam hal ini perlu ditambahkan bahwa tingkah laku menggerombol ternyata telah ditunjukkan oleh kelompok larva kontrol ketika mereka berukuran lebih kecil daripada ukuran minimum untuk menggerombol pada ikan yang dipelihara terisolasi maupun semi-terisolasi.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Peran Penglihatan Dalam Perilaku Menggerombol Pada Ikan

Rangkaian eksperimen lain terhadap larva-larva ikan di laboratorium menunjukkan bahwa daya tarik visual seekor larva terhadap larva lain berkembang sejalan dengan berkembangnya tingkah laku menggerombol. Larva yang sangat muda tidak menunjukkan respon sama sekali terhadap larva lain yang sedang berenang di balik penghalang kaca. Bagaimanapun, sejalan dengan bertambahnya umur dan panjang, mereka lebih aktif berespon terhadap rangsangan visual yang berasal dari larva lain. Akhirnya mereka mulai berorientasi bersama-sama dengan berenang berdampingan dengan larva yang ada di balik penghalang kaca dan tampak bahwa mereka juga menggetarkan tubuhnya.

Dalam percobaan serupa dengan gerombolan ikan dewasa, tampak bahwa daya tarik visual satu terhadap yang lain mudah diamati. Bila ditempatkan pada kedua sisi penghalang kaca, mereka akan segera mendekat satu sama lain. Sebenarnya memang ikan yang tidak dapat melihat tidak dapat membentuk gerombolan. Seekor ikan yang buta sebelah akan mendekati dan mensejajari ikan lain pada sisi badan yang matanya normal; sepasang ikan buta sebelah pada mata yang berbeda akan berenang acak ketika berdampingan pada sisi mata yang buta, namun mereka akan berenang teratur bila berdampingan pada sisi mata yang normal.

Banyak percobaan telah dilakukan untuk menentukan peranan daya tarik visual dalam mempertahankan agar ikan selalu bergerombol teratur. Hasilnya menunjukkan bahwa gerakan berperanan penting terutama dalam menarik agar ikan mendekat. Albert E. Parr dari American Museum of Natural History menyatakan bahwa jarak antar ikan dalam sebuah gerombolan bisa dijelaskan dengan teori keseimbangan antara daya tarik visual dan penolakan. Menurut Parr ikan akan ditolak bila jaraknya terlalu dekat dengan ikan lain dan akan ditarik bila jaraknya terlalu jauh; dengan demikian pengaturan ruang antar ikan dalam sebuah gerombolan merupakan keseimbangan antara kedua faktor tersebut.

Dalam suatu studi mengenai spesies-spesies ikan yang membentuk gerombolan yang ada di sekitar Tanjung Cod, Edward E. Bayler dari lembaga oseanografi Wood Hole, Massachuset, telah menemukan fakta bahwa banyak di antara ikan-ikan ini mempunyai jangkauan penglihatan yang jauh dan bahwa susunan retinanya menakjubkan. Distribusi sel-sel batang dan sel-sel kerucut dalam retina menunjukkan bahwa mata ikan sangat sesuai untuk menangkap bayangan kontras serta mampu menangkap gerakan di dalam air keruh. Jenis penglihatan ini sangat sesuai bagi ikan yang menunjukkan tingkah laku menggerombol. Percobaan untuk memodifikasi jarak antar ikan dalam gerombolan dengan memasang lensa kontak pada mata ikan-ikan tersebut tidak mempunyai pengaruh yang nyata.

Meskipun tampaknya bahwa organ penglihatan berperanan penting dalam tingkah laku menggerombol, namun ada bukti-bukti bahwa ia bukan merupakan satu-satunya cara yang dipakai ikan agar mengumpul. M.H.A. Keenleyside dari Balai Penelitian Perikanan Kanada mengamati, sebagai contoh, bahwa Pristella, yaitu spesies ikan yang kadang-kadang menggerombol akan berespon terhadap ikan yang ada di balik penghalang kaca dengan berenang maju mundur sepanjang penghalang tersebut namun kemudian daya tariknya terhadap ikan tadi berkurang. Pristella selanjutnya pergi menjauhi penghalang dan tidak kembali lagi. Alat indera lain selain penglihatan banyak terlibat dalam mengendalikan ikan agar berenang saling sejajar dan mengatur jarak antar ikan sehingga struktur gerombolan ikan tersebut teratur. Sulit menentukan alat-alat indera yang mana yang berperanan selain mata karena peneliti tidak dapat mengontrol penglihatan ikan. Ikan yang tidak dapat melihat tidak akan dapat melakukan pendekatan awal sehingga proses tingkah laku menggerombol selanjutnya tidak dapat berjalan.

Baca juga
Struktur Komunitas Ikan Karang

Peran Indera Pendengar, Pengecap, Pembau dan Gurat Sisi Dalam Perilaku Menggerombol Pada Ikan

Pendengaran, pengecapan dan pembauan semua berperan dalam perilaku menggerombol meskipun penelitian menunjukkan bahwa setiap spesies yang membentuk gerombolan, menghasilkan suara yang berbeda. Suara dihasilkan melalui proses hidrodinamik ketika ikan meluncur dan memutar badannya di dalam air. Suara ini mungkin membantu dalam mempertahankan agar semua ikan tetap menggerombol. Bagaimanapun, tidak ada bukti bahwa suara membantu mengarahkan setiap individu ikan agar selalu menempati posisinya di dalam gerombolan. Indra pengecap dan pembau kurang penting, terutama bagi ikan-ikan oseanik. Bau yang dihasilkan ikan akan diencerkan oleh air laut, namun bau ini bisa berfungsi sebagai jalur jejak yang ditinggalkan oleh individu-induvidu di dalam gerombolan, sehingga bau sedikit berperanan dalam tingkah laku menggerombol bagi ikan-ikan yang ada di barisan depan.

Salah satu sistem indera yang berperanan, antara lain dalam mengarahkan ikan agar bergerombol teratur, adalah sistem indera yang berhubungan dengan gurat sisi (lateral line), yaitu saraf dan cabang-cabangnya yang tersebar di seluruh kepala dan memanjang dari kepala sampai ekor di sepanjang kedua sisi badan. Diduga bahwa organ ini peka terhadap rangsang getaran dan gerakan air. Willem A. Van Bergeijk dan G.G. Harris dari The Bell Telephone Laboratory melaporkan adanya bukti-bukti bahwa gurat sisi peka terutama terhadap “bidang di sekitar” gerakan air yang dihasilkan oleh rambatan gelombang suara. Orientasi agar ikan dapat berenang sejajar sangat dibantu oleh informasi mengenai gerakan ikan di dekatnya yang ditangkap oleh gurat sisi. Gerakan ikan yang mendekati ikan lain dirangsang oleh daya tarik visual dan mungkin gerakan ini dikontrol dengan makin kuatnya rangsang yang diterima gurat sisi ketika ikan lain mendekatinya.

Baca juga
Bioekologi dan Dinamika Populasi Ikan Layang (Decapterus)

Keuntungan Membentuk Gerombolan Ikan

Tingkah laku menggerombol membantu ikan agar dapat berhasil hidup, hal ini dibuktikan dari fakta-fakta bahwa begitu banyak ikan yang menunjukkan tingkah laku ini. Ada 2.000 spesies ikan laut yang hidup bergerombol dan ada satu kelompok terbesar Cypriniformes yang terutama terdiri dari ikan air tawar, yang meliputi lebih dari 2.000 spesies ikan pembentuk gerombolan, di antaranya adalah ikan freshwater minnow atau shiner, dan ikan karasin yang sering menjadi ikan akuarium populer. Ada bukti bahwa ikan-ikan ini memperoleh tingkah laku bergerombol melalui berbagai alur evolusi. Dari ikan-ikan laut yang paling terkenal sebagai pembentuk gerombolan ada tiga ordo yang merupakan ikan yang paling melimpah di laut dan menyumbangkan bagian terbesar pasokan ikan dunia. Mereka adalah Clupeiformes, yang meliputi ikan hering; Mugiliformes, yang meliputi ikan belanak dan silverside; Perciformes, yang mencakup selar, pompano, bluefish, tengiri dan tuna serta snapper dan grunt yang hidup menggerombol.

Secara anatomis Clupeiformes dan Mugiliformes merupakan ikan yang agak primitif, sedangkan Perciformes lebih modern. Meskipun tidak berhubungan, ikan-ikan ini memiliki persamaan yang penting. Seperti pada kebanyakan ikan lain yang hidup bergerombol, umumnya mereka berbadan licin dan berwarna keperakan. Yang lebih penting, mereka mempunyai sirip dada pipih dan kecil yang digerakan oleh otot yang tidak memungkinkan banyak gerakan. Seperti yang pertama kali diamati oleh C.N. Breder, Jr. dari American Museum of Natural History, ikan-ikan ini tidak dapat berenang mundur. Bila mereka melewati sebutir makanan dan gagal menangkapnya maka ia tidak bisa mundur tetapi harus berenang membentuk lingkaran besar bila ingin kembali untuk mendapatkan makanan tersebut. Pembatasan gerakan ini menguntungkan dalam mempertahankan keteraturan gerombolan, karena menyebabkan ikan hanya bisa bergerak maju.

Karena famili-famili ikan yang hidup bergerombol meliputi ikan-ikan yang secara anatomis primitif maupun modern, bukti-bukti dari spesies yang masih hidup tidak menunjukkan apakah tingkah laku menggerombol merupakan adaptasi primitif ataukah adaptasi modern. Catatan fosil juga tidak dapat menjawab pertanyaan ini. Ikan hering ditemukan dalam jumlah besar pada sedimen Eosin dan kita bisa mengemukakan pendapat yang masuk akal bahwa ikan-ikan tersebut mengembangkan tingkah laku menggerombol sampai sekarang. Tetapi ikan ini berevolusi lama sebelum jaman Eosin, dan tidak mungkin untuk menentukan cara apa yang ditempuh oleh ikan-ikan hering pada jaman itu untuk mengembangkan tingkah laku menggerombol.

Menurut Shaw (1962) banyak keuntungan yang dapat diambil dari tingkah laku menggerombol meskipun penelitian belum dapat membuktikannya :

1. Diyakini bahwa suatu gerombolan ikan menyebabkan predator, termasuk manusia yang bermaksud mengamatinya, mengira bahwa gerombolan tersebut merupakan seekor binatang besar yang menakutkan. Tidak ada bukti nyata yang mendukung pernyataan ini bahkan orang dapat dengan mudah melihat bahwa ikan yang menggerombol merupakan sasaran empuk predator. Bila predator gagal menyergap seekor ikan, masih ada ikan lain yang dapat ditangkap predator itu. Dalam satu pecobaan dengan ikan mas koki, disimpulkan bahwa ikan memangsa lebih sedikit Daphnia ketika mangsanya ini tersedia dalam jumlah melebihi kebutuhan sementara jumlah ikan mas koki lebih sedikit. Diduga bahwa jumlah mangsa yang lebih banyak akan membingungkan predator. Pernyataan ini sesuai dengan analisa matematika bahwa suatu gerombolan dengan jumlah anggota melebihi nilai tertentu tidak dapat dibunuh secara besar-besaran oleh penyerang. Tetapi orang mungkin akan bertanya mengapa beberapa predator membentuk gerombolan ?

2. Dugaan lain yang masuk akal bagi pembentukan gerombolan ikan adalah bahwa gerombolan memudahkan dalam mencari mangsa. Ikan-ikan muda menjelajahi perairan dengan membentuk gerombolan, dan tingkah laku sosial ini dalam mencari makan tampaknya merangsang mereka untuk tumbuh cepat. Seperti yang ditunjukkan dalam pemeliharaan larva ikan, ikan lain yang sedang makan merangsang larva ikan yang melihatnya (mengecap atau menciumnya) untuk makan.

3. Keuntungan lain yang sering disebut-sebut adalah berkenaan dengan reproduksi spesies yang hidup menggerombol. Ketika musim reproduksi tiba mereka tidak menunjukkan tingkah laku meminang, mereka juga tidak memilih jodoh; ikan jantan dan betina dari spesies yang hidup menggerombol biasanya sulit dibedakan bila dilihat sepintas kilas. Ikan menghamburkan telur dan spermanya dalam jumlah tak terhitung di daerah pemijahan dan membiarkan telur-telur ini melayang-layang sebagai plankton. Hal ini mempertinggi keberhasilan pembuahan. Bagaimanapun, dari beberapa gerombolan yang diamati , pernah ditemukan gerombolan-gerombolan ikan yang semuanya terdiri dari jantan saja atau betina saja.

4. Sebagai tambahan ada satu keuntungan lain yang diperoleh oleh ikan-ikan yang hidup menggerombol. Berdasarkan hukum hidrodinamika, berenang dalam gerombolan merupakan cara yang lebih efisien untuk bergerak di dalam air. Tenaga yang dikeluarkan ikan untuk berenang mungkin lebih sedikit karena ikan dapat memanfaatkan turbulensi yang dihasilkan oleh ikan-ikan yang ada di sekitarnya. Meskipun ikan pada barisan depan gerombolan mungkin mengeluarkan energi yang sama dengan yang dikeluarkan oleh ikan-ikan yang hidup sendirian, namun ikan-ikan di belakangnya bisa mengurangi energi yang dikeluarkan untuk berenang. Jarak optimum antar ikan dalam gerombolan mungkin diatur sedemikian hingga agar mereka mendapat efisiensi energi yang maksimum, artinya energi untuk berenang sesedikit mungkin.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

Sabtu, 20 Mei 2017

Anatomi Gastropoda

Arsip Cofa No. A 068
donasi dg belanja di Toko One

Anatomi Gastropoda

Aneka jenis cangkang gastropoda akan dapat dilihat oleh orang yang mengunjungi pantai laut. Ukurannya bervariasi mulai dari mikroskopis sampai seukuran keong raksasa Strombus gigas. Warnanya juga bervariasi dari biru suram dan abu-abu sampai aneka warna pelangi yang terlihat bila sisi dalam cangkang kerang abalon digosok. Penampilan dan tekstur cangkang luar bevariasi, ada yang bergurat-gurat, bergelombang, berbintil-bintil, berduri dan ada yang seperti punggung bungkuk, demikian pula dengan sisi dalam cangkangnya. Ada banyak spesies gastropoda yang tidak memiliki cangkang; kelompok ini memiliki permukaan luar tubuh berwarna indah dan bentuk yang fantastis, seperti pada nudibranchia dan pteropoda.

Larva trochopore dan veliger diproduksi oleh gastropoda kecuali yang hidup di air tawar dan darat di mana telur langsung berkembang tanpa melalui tahap larva. Radula berkembang sangat baik, gigi individual penyusun radula digunakan dalam mengidentifikasi gastropoda.

Baca juga Bioekologi, Keragaman Spesies dan Distribusi Moluska

Untuk mempelajari morfologi dan anatomi luar siput secara umum kita bisa mengamati Helix, siput pulmonata yang sudah cukup maju perkembangannya. Helix sangat sering dijumpai dan mudah dipelajari. Ia biasa menghuni kebun. Siput ini mencari makan pada malam hari, atau tepat setelah hujan lebat turun sementara tubuhnya masih lembab. Ia beristirahat di tempat persembunyiannya pada siang hari. Ia merupakan hewan herbivora dan melakukan hibernasi (tidur musim dingin) di dalam tanah selama musim dingin.

Siput yang masih hidup bisa dimatikan dengan memasukkannya ke dalam botol yang penuh berisi air. Tutup mulut botol rapat-rapat dan hilangkan semua gelembung udara, maka ia akan mati dalam waktu singkat.

Amati struktur cangkang dengan mempelajari spiral suture, garis pertumbuhan dan aperture (lubang cangkang). Dengan hati-hati keluarkan tubuh binatang dari cangkangnya dan perhatikan spiral, sumbu pusat di sekitar mana tubuh siput menggulung. Ini disebut columella. Identifikasi bagian-bagian cangkang seperti periostrakum yang berpigmen, bagian tengah yang berwarna putih dan lapisan dalam yang mengandung mutiara. Amati bagian punggung (perut) yang bergulung, kepala dan kaki setelah tubuh siput dikeluarkan dari cangkang. Kepala mempunyai dua pasang tentakel. Tentakel anterior (depan) lebih pendek daripada tentakel posterior (belakang). Tentakel posterior mempunyai sebuah mata pada ujungnya. Carilah lokasi mulut beserta bibirnya (dua lateral dan satu ventral). Lubang saluran kelamin biasanya ada di bawah dan sedikit di belakang pangkal tentakel posterior kanan.

Perhatikan bentuk dan gerakan kaki pada siput hidup. Cari letak rongga mantel yang penuh dengan pembuluh yang merupakan alat respirasi udara. Ia terletak di bagian anterior pada punggung dan mungkin bisa dilihat dengan mengangkat mantel. Ruang eksternal kecil dari ruang respiratori dikenal sebagai pneumostome. Bagian atas anterior rongga tampak menebal menjadi sebuah “collar”. Ia berfungsi mensekresi bahan pembentuk cangkang di mana bahan ini ditambahkan ke tepi aperture. Letakkan siput di atas papan bedah, celupkan ke dalam air, dan potong melalui sisi kiri bagian atas rongga mantel sehingga tampak bagian-bagian dalam tubuh siput. Cari letak jantung dan pembuluh darah yang keluar dari jantung. Bedah dengan hati-hati rongga perikardial sehingga jantung terlihat jelas. Perhatikan auricle posterior yang berdinding tipis dan ventrikel berdinding tebal. Ginjal terletak di bagian atas rongga mantel posterior. Perhatikan dengan cermat saluran nefridial yang muncul dari bagian anterior ginjal.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Singkirkan dengan hati-hati selubung mantel yang menutupi viscera dan pisah-pisahkan organ. Buat irisan memanjang di bagian tengah dorsal melalui dasar rongga mantel dan teruskan irisan tadi sampai ke ujung kepala. Pembedahan ini akan menyebabkan kita dapat melihat rongga perivisceral atau haemocoel dan organ-organ yang ada di dalamnya. Perhatikan massa muscular buccal (rongga mulut berotot). Di sebelah posterior dari massa buccal terdapat cincin saraf yang dikelilingi oleh jaringan penghubung. Kerongkongan yang ramping memanjang dari massa muscular buccal melalui cincin saraf menuju ke bagian saluran pencernaan makanan yang bertugas mengumpulkan makanan. Kelenjar air liur kiri dan kanan akan dapat ditemukan pada kedua sisi organ pengumpul makanan tersebut Sebuah saluran memanjang ke arah anterior dari setiap kelenjar tadi melalui cincin saraf menuju ke massa buccal. Organ pengumpul makanan membawa makanan menuju ke lambung. Lambung ini terletak pada belokan visceral kedua. Saluran-saluran dari kelenjar pencernaan kiri dan kanan masuk ke dalam lambung. Kelenjar kiri berukuran lebih besar dan terletak di sepanjang sisi lambung. Kelenjar kanan yang lebih kecil terletak di bagian puncak visceral dan putaran cangkang terakhir. Usus menjulur dari lambung dan melengkung membentuk huruf “s” di daerah lambung sebelum menuju ke rektum.

Baca juga Pernafasan Udara dan Perilaku Makan Siput Amfibi (Gastropoda-Ampullaridae)

Pisahkan organ reproduksi dari saluran pencernaan dan cari lokasi ovo-testis protandri pada putaran visceral dalam di depan kelenjar pencernaan kanan. Sebuah saluran yang menggulung (yakni saluran hermafroditik) memanjang menuju ke pangkal sebuah kelenjar albumen besar yang terletak di dekat daerah lambung. Pada pintu masuknya terdapat sebuah rongga fertilisasi di mana telur dibuahi dan kemudian memperoleh albumen. Ada sebuah saluran yang lebih lebar keluar dari kelenjar albumen. Saluran ini mempunyai dua bagian, satu bagian berupa sacciform yang membentuk cangkang berkapur bagi telur, sedang bagian lain merupakan saluran licin yang mengangkut sperma. Sebuah sekat yang tak sempurna memisahkan unit-unit fungsional saluran lebar tadi. Di bagian anterior, saluran tersebut terpisah menjadi oviduct dan vas deferens. Yang terakhir ini menuju ke penis yang dapat dijulurkan. Oviduct dihubungkan dengan saluran spermathecal panjang yang melalui bagian posterior dan berakhir menjadi sebuah spermatheca bulat yang terletak di dekat kelenjar albumen. Spermatheca menyimpan sel sperma yang berasal dari siput lain. Sebuah diverticulum panjang-sempit biasanya ditemukan memasuki saluran spermathecal. Oviduct menuju ke vagina yang memiliki sepasang kelenjar lendir bercabang yang memasukinya pada salah satu sisi dan sebuah kantung penghasil jarum berotot (muscular dart sac) ada di dekatnya. Kantung ini mensekresi “jarum” berzat kapur yang ditembakkan ke sisi tubuh siput lain. Diduga bahwa “jarum” ini berfungsi sebagai perangsang seksual.

Baca juga Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Makan Pada Avertebrata

Anatomi Usus Gastropoda Pomacea

Siput Prosobranchia, famili Pilidae (= Ampullariidae) adalah gastropoda air tawar yang bersifat amfibi, yang terdapat di India, Afrika dan Amerika Selatan. Pila terdapat di rawa-rawa dataran rendah dan perairan yang mengalir tenang di India dan Afrika, serta dilaporkan juga hidup pada kondisi estuaria. Binatang ini memakan potongan-potongan besar tumbuhan air seperti Pistia dan Vallisneria. Genus asal Afrika Lanistes dan genus asal Amerika Selatan Pomacea mempunyai kebiasaan yang mirip. Turbinicola adalah genus asal India yang sangat mirip dengan Pila; ia hanya hidup di kali-kali pegunungan berarus-deras di mana tidak ada tumbuhan air berdaun-lebar. Makanannya adalah alga dan detritus, dan gigi radulanya mempunyai bentuk mirip sekop. Baik Pila maupun Pomacea juga memakan sisa-sisa binatang.

Struktur dan fungsi usus Pomacea canaliculata (D’Orb) telah dipelajari dengan menggunakan siput hidup dan siput yang telah diawetkan. Usus siput pilidae ternyata dikhususkan untuk memakan makanan berukuran besar (makrofagus), biasanya makanan tersebut berupa tumbuhan angiosperma air. Mid-oesophagus (kerongkongan-tengah) merupakan tempat penyimpanan makanan dan perutnya mempunyai gizzard, untuk melumatkan makanan, yang berkembang dari daerah gastric shield (selubung perut). Ini merupakan tempat bagi pencernaan ekstraseluler; tidak terdapat pencernaan intraseluler pada bagian usus manapun. Saluran-saluran kelenjar pencernaan bermuara ke bagian perut tertentu, yakni vestibula, yang secara histologis serupa dengan mereka. Proses pemadatan feses dimulai pada bagian yang disebut style sac, dan disempurnakan di dalam usus. Tidak ada bukti bahwa absorsi terjadi di dalam epitelium perut atau usus; produk pencernaan yang terlarut akan dibawa ke dalam kelenjar pencernaan , yang merupakan tempat utama penyerapan sari makanan. Aktivitasnya dibantu oleh sel-sel amubosit yang memasuki lumen style sac dan usus. Ada dua tipe sel di dalam kelenjar ini, satu tipe yang menghasilkan enzim pencernaan dan menyerap produk produk pencernaan yang terlarut, tipe lain berfungsi dalam proses ekskresi. Tidak ada tanda-tanda fagositosis (sifat memakan sel lain) pada kedua tipe sel tersebut. Aktivitas ekskresi ginjal dibantu lebih lanjut oleh kelenjar anal.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

Senin, 15 Mei 2017

Fisiologi Hibernasi dan Estivasi Pada Mimi, Katak dan Siput

Arsip Cofa No. A 067
donasi dg belanja di Toko One

Hibernasi Larva Mimi, Limulus

Larva mimi Limulus polyphemus berkembang dari telur yang ditimbun oleh induknya di dalam sedimen intertidal. Kebanyakan larva ini muncul dari sedimen selama musim panas. Botton et al. (1992) melaporkan bahwa sebagian kecil populasi larva mimi ini di pantai Teluk Delaware (New Jersey, USA) bisa menunda kemunculan tersebut, dan tetap hidup di dalam sedimen hingga musim semi berikutnya. Larva mimi yang melewati musim dingin ini ditemukan di dalam jalur selebar 3 meter di daerah mid-tide (pertengahan pasang surut) pada kedalaman sedimen lebih dari 15 cm. Sebanyak 1.000 sampai 10.000 larva mimi hidup per meter persegi telah ditemukan sepanjang musim dingin dan awal musim semi. Fenomena ini memiliki arti penting ekologis karena kemunculan larva pada awal musim semi (setelah melewati musim dingin) terjadi ketika pemangsaan oleh burung adalah minimal. Pengadukan sedimen oleh angin badai musim dingin bisa menjadi faktor utama yang membatasi kelangsungan hidup kelompok larva mimi yang melewati musim dingin tersebut.

Baca juga Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Makan Pada Avertebrata

Hibernasi Mengubah Sistem Kekebalan Kodok Rana

Cooper et al. (1992) menyatakan bahwa organ-organ limfomyeloid dan populasi leukosit darah pada kodok leopard, Rana pipiens, mengalami perubahan menyolok selama hibernasi (tidur musim dingin) pada suhu 4 °C. Di dalam darah, ginjal, timus, badan jugular dan sumsum tulang populasi jaringan pembentuk darah berkurang secara berkelanjutan yang mengakibatkan limfosit banyak berkurang. Penghentian periode hibernasi 135-hari menyebabkan pemulihan semua unsur pembentuk darah di dalam darah dan organ limfomyeloid dalam waktu 30 hari. Kodok yang menjalani hibernasi eksperimental dan diimunisasi menunjukkan lemahnya respon kekebalan bila dikeluarkan dari tempat hibernasi. Jumlah “Plaque Forming Cell” (PFC; sel pembentuk plak) berkurang dalam ginjal, badan jugular dan sumsum tulang, dan antibodi serum juga berkurang. Walaupun kinetika respon primer pada dasarnya sama, namun respon sekunder berbeda yang menunjukkan penyusunan-kembali secara besar-besaran dalam hubungannya dengan jumlah sel dan fungsinya dalam mensekresi antibodi. Aplasia (berhentinya pertumbuhan jaringan) limfosit bertanggung jawab atas ketiadaan respon imunologis selama periode hibernasi.

Free Download E-Book Perikanan

Peningkatan Konsentrasi Hemosianin Selama Estivasi Pada Siput

Reddy et al. (1978) menentukan kadar protein dan tembaga di dalam darah dan di dalam hemosianin murni dari siput Pila globosa yang aktif dan yang berestivasi (menjadi pasif atau “tidur” selama kondisi tak menguntungkan misalnya kekeringan). Hemosianin adalah sejenis pigmen pernafasan yang mengandung tembaga, mirip dengan hemoglobin. Hemosianin ditemukan terlarut di dalam limfa darah pada beberapa jenis moluska dan artropoda. Konsentrasi tembaga dalam hemosianin moluska berkisar dari 0,245 sampai 0,260 % sedangkan konsentrasi tembaga dalam hemosianin artropoda adalah 0,166 sampai 0,180 %. Disimpulkan bahwa ada peningkatan yang menyolok dalam hal kadar tembaga dan hemosianin pada darah siput yang berestivasi. Rasio persen tembaga/protein adalah sebesar 0,255 di dalam hemosianin murni dari siput yang aktif dan siput yang berestivasi, yang memperkuat dugaan bahwa hemosianin memiliki berat molekul minimal 24.910.

Reddy et al. (1978) menambahkan bahwa kadar tembaga dalam siput yang aktif adalah 46,97 mikrogram/ml. Konsentrasi tembaga pada siput yang berestivasi meningkat tajam sebesar 23 % (menjadi 57,79 mikrogram/ml), konsentrasi hemosianin juga meningkat dengan nilai yang sama karena konsentrasi tembaga dalam darah sebanding dengan konsentrasi hemosianin. Peningkatan konsentrasi tembaga dalam darah pada siput yang berestivasi mungkin disebabkan oleh pelepasan tembaga dari hepatopankreas. Konsentrasi tembaga dan protein dalam hemosianin murni juga meningkat pada siput yang berestivasi. Total konsentrasi protein dalam darah menurun sekitar 20,1 % pada siput yang berestivasi, mungkin disebabkan oleh pemanfaatan protein. Peningkatan konsentrasi hemosianin pada siput yang berestivasi mungkin merupakan respon terhadap kondisi hipoksik (konsentrasi oksigen di bawah normal) selama estivasi.

Pada siput aktif hanya 49,9 % dari total protein merupakan hemosianin sedangkan pada kebanyakan binatang yang darahnya mengandung hemosianin 90 % dari total protein darah merupakan hemosianin. Rendahnya persentase protein hemosianin pada binatang aktif mencerminkan bahwa cara hidup siput tersebut adalah pasif. Persentase protein sisanya (50,1 %) pada binatang aktif mungkin terdiri dari protein dengan berat molekul rendah. Pada siput yang berestivasi, sebanyak 76,7 % dari total protein merupakan hemosianin. Peningkatan ini mungkin disebabkan oleh adanya pemanfaatan protein berberat molekul rendah yang menurun sampai 23,3 %. Peningkatan konsentrasi tembaga dan penurunan konsentrasi protein berberat molekul rendah di dalam darah siput yang berestivasi menyebabkan meningkatnya konsentrasi hemosianin. Hal ini memberi petunjuk bahwa sintesa hemosianin mungkin berlangsung di dalam sel-sel darah seperti yang ditunjukkan oleh mimi (Limulus).

Peningkatan konsentrasi hemosianin pada gastropoda yang berestivasi mungkin merupakan respon terhadap kondisi hipoksik selama estivasi. Banyak peneliti melaporkan terjadinya peningkatan konsentrasi hemoglobin pada kondisi hipokosia. Arti penting aspek ini adalah kemampuan hemosianin dalam darah pada kondisi estivasi untuk mengikat sebagian besar molekul oksigen yang ada, sehingga selalu ada perbedaan konsentrasi antara oksigen di dalam dan di luar jaringan, dan akibatnya oksigen dengan cepat masuk ke dalam jaringan tersebut. Hal ini mungkin merupakan adaptasi berkaitan dengan kelangkaan (atau sama sekali tidak ada) mekanisme transpor aktif bagi oksigen molekular.

Berat molekul minimal hemosianin Pila globosa adalah sekitar 24.910. Nilai ini dengan mudah dapat dibandingkan dengan nilai untuk gastropoda lain. Karena satu molekul oksigen bergabung secara stoikiometri dengan dua atom tembaga, berat molekul unit fungsional oksihemosianin adalah sekitar 49.820. Berat molekul unit fungsional ini pada beberapa gastropoda menunjukkan nilai yang hampir sama. Hal ini memperkuat dugaan bahwa unit fungsional hemosianin pada semua gastropoda kurang lebih memiliki sifa-tsifat fisiko-kimia yang sama.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :
Baju Sauna Dengan Topi - Membakar Lemak Secara Efektif

Perubahan Metabolisme Protein Pada Siput Yang Berestivasi

Sing dan Nayeemunnisa (1977) mengamati perubahan konsentrasi RNA, protein, total asam amino bebas, amonia dan urea pada ganglia visceral, pleuropedal dan cerebral dari siput yang sedang aktif dan siput yang berestivasi selama sembilan bulan. Ada banyak informasi mengenai ketidaknormalan metabolisme protein pada berbagai jaringan siput Pila globosa selama berestivasi. Telah dilaporkan bahwa pada siput yang berestivasi konsentrasi protein dan asam amino meningkat dalam jaringan kaki, hepatopankreas dan mantel. Studi terdahulu mengenai estivasi menunjukkan bahwa rangsangan dehidrasi (kekeringan) atau tekanan osmotik yang lebih lama mendorong aktifnya RNA dan mekanisme pensintesis protein. Estivasi mempengaruhi sifat osmotik dan menyebabkan dehidrasi pada Pila globosa. Konsentrasi RNA, protein dan total asam amino bebas meningkat pada siput yang berestivasi. Konsentrasi asam glutamat meningkat dua kali lipat sedangkan konsentrasi amino transferase menurun tajam dalam sistem saraf Pila globosa selama estivasi. Konsentrasi amonia menurun pada siput yang berestivasi sedangkan konsentrasi urea meningkat pada ganglia visceral dan pleuropedal. Bagaimanapun, konsentrasi urea pada ganglion cerebral siput yang berestivasi telah dilaporkan mengalami penurunan.

Baca juga Pernafasan Udara dan Perilaku Makan Siput Amfibi (Gastropoda-Ampullaridae

Sumber Energi Selama Estivasi Pada Pila globosa

Sing dan Nayeemunnisa mempelajari perubahan konsentrasi glukosa dan glikogen pada ganglia cerebral, pleuropedal dan visceral selama estivasi pada siput Pila globosa. Pada umumnya penurunan konsentrasi glikogen dalam ganglia cerebral dan konsentrasi glukosa dalam ganglia viscera terlihat selama estivasi. Penurunan ini bisa jadi disebabkan oleh pemanfaatan karbohidrat sebagai sumber energi selama estivasi. Kebutuhan energi selama estivasi dipenuhi melalui pemanfaatan glikogen pada gastropoda Helix dan Pila virens. Penelitian lain menunjukkan bahwa lipida dan karbohidrat dimanfaatkan sebagai sumber energi cadangan selama estivasi pada Cryptosona.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

Jumat, 12 Mei 2017

Pernafasan Udara dan Perilaku Makan Siput Amfibi (Gastropoda-Ampullaridae)

Arsip Cofa No. A 066
donasi dg belanja di Toko One

Konsumsi Oksigen di Air dan di Udara Pada Siput Pomacea dan Marisa

Gastropoda, sebagaimana binatang ektoterm (berdarah dingin) lainnya, menunjukkan peningkatan konsumsi oksigen sejalan dengan peningkatan suhu. Hal ini telah diperlihatkan pada siput Prosobranchia dan Pulmonata. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa peningkatan bobot badan siput diikuti oleh peningkatan konsumsi oksigen, sedangkan beberapa penelitian lain menunjukkan tidak adanya hubungan yang jelas antara bobot badan siput dan konsumsi oksigen. Oksigen yang diambil per unit bobot badan siput menurun dengan meningkatnya ukuran pada 10 spesies Prosobranchia dan Pulmonata akuatik, tetapi hal ini tidak berlaku bagi Pulmonata darat seperti Helix pomacea dan Cepea hortensis (Freiburg dan Hazelwood, 1977).

Freiburg dan Hazelwood (1977) mempelajari konsumsi oksigen pada dua jenis siput amfibi, Pomacea paludosa dan Marisa cornuarietis. Kedua spesies dapat melakukan respirasi di dalam air maupun di udara terbuka. Analisis menujukkan bahwa pengambilan oksigen di dalam air dan di udara terbuka berbeda nyata pada Marisa, tetapi tidak berbeda nyata pada Pomacea. Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan laju respirasi kedua spesies. Gastropoda kecil menggunakan lebih banyak oksigen (mikroliter/gram berat kering/jam) dibandingkan siput besar. Akibatnya, per-siput pada berbagai berat badan mempunyai nilai total konsumsi oksigen yang sama. Pomacea yang lebih besar memperlihatkan standard deviasi dan standard error yang lebih rendah pada masing-masing suhu, yang berarti bahwa konsumsi oksigen gastropoda besar tidak begitu terpengaruh oleh peningkatan suhu. Analisis statistik memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan konsumsi oksigen menurut jenis kelamin pada Pomacea paludosa. Di laboratorium Pomacea paludosa lebih sering melakukan respirasi aerial (mengambil oksigen langsung dari udara) dibandingkan Marisa cornuarietis.

Baca juga Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Makan Pada Avertebrata

Rata rata konsumsi oksigen pada siput Pomacea paludosa menunjukkan peningkatan dengan naiknya suhu, dengan persentase sedikit menurun pada suhu tertinggi (nilai Q10 10-20 °C = 2,58 dalam air dan 2,97 di udara). Ini sesuai dengan gambaran kurva Krogh yang juga ditunjukkan oleh gastropoda lain. Marisa cornuarietis juga menunjukan peningkatan konsumsi oksigen dengan naiknya suhu tetapi dengan kecepatan yang agak lebih rendah (nilai Q10 10-20 °C = 1,18 di air dan 1,03 di udara).

Nilai Q10 untuk Pomacea pada suhu antara 10 – 20 °C lebih tinggi daripada antara suhu 20 – 30 °C baik di air maupun di udara. Nilai Q10 juga lebih tinggi pada suhu rendah untuk siput pulmonata baik di daerah tropis maupun di kutub utara serta pada pulmonata air tawar Physa hawnii. Sebaliknya, nilai Q10 untuk Marisa pada suhu 20 – 30 °C lebih tinggi daripada antara 10 – 20 °C baik pada respirasi udara maupun respirasi akuatik.

Siput Pomacea sangat beradaptasi untuk melakukan respirasi di darat maupun di dalam air. Penyerapan oksigen pada suhu 35 °C di udara berkurang dan mungkin menunjukkan stres respirasi yang lebih hebat pada suhu udara yang lebih tinggi. Sebaliknya, siput Marisa cornuarietis tampaknya lebih beradaptasi untuk melakukan respirasi di dalam air.

Suhu 10 – 35 °C dapat ditolerir dengan baik dan kecepatan respirasi pada gastropoda, baik di udara maupun di dalam air, kembali normal setelah dibiarkan pada suhu normal selama 24 jam. Pada suhu 40 °C, kedua spesies mati. Suhu maksimum yang dapat diterima adalah 35 °C (suhu letalnya 40 °C) untuk kedua spesies tersebut serta spesies-spesies lain. Suhu maksimum yang dapat ditolerir gastropoda adalah 38 °C untuk Physa virginiana, yang hidup di mata air panas, 35 °C (letal pada 43 °C) untuk suput Littorina littores, 37 °C (letal pada 41 °C) untuk Australorbis glabratus, 31 °C untuk dua siput limpet air tawar dan antara 40 – 45 °C untuk Pomacea urceus. Suhu letal 40 °C ditemukan pada pulmonata arktik Succinea strigata. Pomacea paludosa mampu hidup pada suhu rendah 5 °C. Kemampuan mentolerir kisaran suhu yang lebar serta kemampuan melakukan respirasi di udara maupun di dalam air mempertinggi daya hidup Pomacea paludosa dan Marisa cornuarietis di perairan tawar mengalir serta di kolam-kolam sementara.

Baca juga Pengaruh Suhu Terhadap Moluska

Hubungan antara berat badan dan konsumsi oksigen menunjukkan bahwa logaritma pengambilan oksigen bervariasi terbalik dengan logaritma berat badan kedua spesies pada suhu 10 °C. Sementara siput kecil menggunakan lebih banyak oksigen daripada siput besar, setiap individu siput dengan berat bervariasi mempunyai total konsumsi oksigen yang serupa.

Pada Pomacea paludosa, perbandingan konsumsi oksigen siput besar dan siput kecil menunjukkan bahwa siput besar memiliki tingkat penyerapan oksigen yang lebih rendah pada setiap 6 suhu yang berbeda baik di dalam air maupun di udara. Gastropoda besar tampaknya kurang dipengaruhi oleh peningkatan suhu. Siput Pomacea dewasa yang sedang melakukan estivasi (tidur musim panas) juga dapat mentolerir suhu yang lebih tinggi daripada siput muda.

Siput Marisa besar mempunyai tingkat penyerapan oksigen yang lebih rendah di dalam air tetapi tidak ada perbedaan nyata pada penyerapan oksigen di udara antara siput besar maupun siput kecil. Selama respirasi akustik pada kedua spesies, nilai Q10 pada suhu 10 – 20 °C dan 20 – 30 °C meningkat dengan makin besarnya tubuh siput. Data dari beberapa sumber juga menunjukkan bahwa Q10 umumnya makin besar dengan makin besarnya ukuran tubuh pada binatang ektoterm.

Baca juga Hubungan Tingkat Aktivitas Dengan Konsumsi Oksigen Pada Hewan Air

Sementara dua 2 jenis siput ampullariidae mampu bernafas di dalam air atau di udara saja selama percobaan, pengamatan di laboratorium menunjukkan bahwa siput yang dimasukkan ke dalam akuarium dengan aerial yang cukup akan melakukan respirasi akuatik (di dalam air) maupun aerial (di udara). Kedua spesies siput itu naik ke permukaan air pada selang waktu tertentu untuk mengambil udara. Siput-siput ini mempunyai tabung pernafasan panjang yang disebut sifon, yang dibentuk dari tepian mantel bagian anterior kiri. Sifon sepanjang 7 cm telah ditemukan pada Pomacea, jadi sama dengan panjang cangkangnya. Sifon pada gastropoda Marisa lebih pendek, panjangnya tidak pernah melebihi 12 mm, jadi hampir 1/3 diamater cangkangnya. Udara diambil melalui sifon kiri yang dijulurkan di atas permukaan air. Sementara gerakan aktif dan respirasi difusi sederhana terjadi pada siput pulmonata, udara dihisap ke dalam kantung pulmonary pada kedua spesies siput ampullariidae melalui gerakan otot. Gerakan memompa berlangsung 10 – 50 detik dan selama itu bagian anterior siput berayun-ayun ke depan dan ke belakang 10 – 20 kali, tampaknya untuk mendorong udara agar masuk ke kantong pulmonari. Di akuarium laboratorium, Pomacea yang sedang beristirahat (tidak menunjukkan kegiatan lain kecuali respirasi sifonal atau respirasi aerial) mengambil udara sebanyak 10 – 12 kali per jam; Pomacea yang sedang aktif mengambil udara sampai 20 kali per jam. Selama aktivitas makan, respirasi sifonal dilakukan dengan tidak teratur dan jarang.

Pada siput Marisa, penyerapan udara bersifat sporadis, biasanya tidak lebih dari 1 – 3 kali per jam dan kurang sering. Selang respirasi sifonal pada Marisa tergantung pada kualitas air dalam akuarium, di air yang kotor ia lebih sering melakukan respirasi udara. Kemampuan untuk memanfaatkan respirasi udara ketika kondisi air kurang optimal (sub-optimal) akan membantu mempertahankan kelangsungan hidup siput di lapangan.

Pomacea memanfaatkan respirasi udara lebih sering dibandingkan Marisa. Karena Pomacea merupakan makanan burung, maka adanya sifon yang panjang akan memungkinkan siput melakukan respirasi udara sementara tubuhnya sendiri tersembunyi di bawah permukaan air. Sifon yang panjang mungkin juga merupakan adaptasi untuk dapat menembus vegetasi permukaan air yang tebal (Freiburg dan Hazelwood, 1977).

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :
Laptop Vacuum Cleaner, Bersihkan Laptop Saat Berpergian

Pernafasan Udara dan Perilaku Makan Pomacea paludosa

Menurut McClary (1965) siput Pomacea paludosa menggunakan baik paru-paru maupun insangnya untuk bernafas. Insang memperoleh oksigen dari arus air yang mengalir melalui rongga mantel. Paru-paru mendapatkan oksigen melalui proses yang disebut “surface inspiration” (tarik-nafas permukaan). Meskipin makanan umumnya diperoleh melalui radula yang memarut makanan, Pomacea paludosa juga mendapatkan makanan dari lapisan permukaan air melalui tingkah laku yang disebut “ciliary feeding” (aktivitas makan dengan bantuan silia atau rambut getar).

Surface inspiration berlangsung dengan adanya lubang masuk di sebelah kiri mantel yang menuju ke sifon. Siput kemudian merangkak ke permukaan air dan menyentuhkan tentakel kiri pertama kali ke lapisan permukaan air. Sifon kemudian dijulurkan ke lapisan permukaan air dan udara dihisap masuk ke paru-paru yang ada di dalam rongga mantel melalui serangkaian kontraksi otot tubuh. Satu inspirasi tunggal terdiri dari hampir 16 kontraksi di mana setiap kontraksi berlangsung selama 1 detik. Siput biasanya kemudian akan memutar tubuh ke arah kanan dan merayap menuruni dinding wadah atau jatuh ke dasar. Rangsangan surface inspiration berkaitan dengan penurunan volume paru-paru. Tentakel mengarahkan gastropoda ke udara. Bagaimanapun, inspirasi terjadi bila sifon menyentuh udara. Peningkatan suhu, rasa pedas dalam air (NH4OH), penurunanan konsentrasi oksigen dalam air, dan rasa lapar yang diderita siput semuanya berperanan penting dalam meningkatkan kecepatan inspirasi. Penurunan suhu dan jumlah makanan terlarut dalam air sangat menurunkan kecepatan inspirasi. Makanan yang ada di lapisan permukaan air, sedimen di dalam air serta pemasukan nitrogen dari udara ke dalam air kurang berperanan dalam mempengaruhi kecepatan inspirasi.

Kecepatan inspirasi makin lama makin turun pada setiap percobaan. Hal ini menyebabkan jumlah siput yang akif makin sedikit. Distribusi frekuensi inspirasi pada siput adalah serupa untuk semua percobaan. Penurunan suhu air dan adanya makanan terlarut sangat mempengaruhi penurunan kecepatan gerak. Makanan terlarut juga menyebabkan siput terus menerus menggunakan radula untuk memarut makanan dari dinding wadah. Siput yang menghirup nitrogen mengulangi serangkaian kontraksi sampai 10 kali, dan cenderung tinggal di permukaan air. Siput menghindari permukaan air dengan berkumpul pada sisi bawah penghalang, meskipun air jenuh dengan oksigen.

Pada “ciliary feeding”, siput membentuk bagian anterior kaki menjadi cerobong sedangkan bagian tengahnya menjadi tabung. “Pedal cilia” (silia pada kaki) menarik makanan dari lapisan permukaan air ke dalam cerobong dan terus ke tabung. Makanan, yang terjerat lendir, terkumpul di pangkal tabung. Pada selang waktu tertentu, siput mendorong kepalanya ke dalam tabung untuk memakan makanan yang terkumpul tersebut. Cara makan biasa tidak lebih jarang daripada cara nakan ciliary feeding pada siput yang aktif. Rangsangan untuk memakan makanan yang terkumpul ini tidak berhubungan dengan berat makanan itu maupun derajat kelaparan. Tak ada bukti bahwa pengurangan lendir kaki (pedal mucus) menyebabkan siput memakan makanan. Penenggelaman kaki merangsang gastropoda untuk makan, tanpa memperdulikan jumlah makanan yang terkumpul. Ciliary feeding berlangsung tidak sering kecuali bila makanan ditempatkan pada lapisan permukaan air (McClary, 1965).

Baca juga Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Makan dan Konsumsi Makanan

Pernafasan Udara dan Perilaku Makan Pada Siput Ampullariidae Lain

Tingkah laku surface inspiration Pomacea paludosa mirip pada siput Pulmonata. Inspirasi pada pulmonata berkaitan dengan penurunan volume paru-paru. Tentakel dan sifon pulmonata berperanan sebagai alat indera yang penting dalam surface inspiration. Jadi, bila Physa dirangsang pada bagian kepala atau sifonnya dengan gelembung udara, sifon akan bereaksi. Lymnaea pareger akan berinspirasi hanya setelah tentakelnya dibengkokan pada sudut tertentu ke permukaan air. Tingkat surface inspiration pada pulmonata bervariasi sesuai dengan suhu air dan konsentrasi oksigen, dan pulmonata akan berkumpul di bagian atas wadah bila jalan untuk mencapai udara ditutup.

McClary (1965) mengulas hasil-hasil penelitian mengenai surface inspiration pada gastroda. Di antara siput Ampullaridae, studi surface inspiration telah dilakukan pada Ampullaria effusa, Ampullaria insularum, Ampullaria vermiformis, Pila globosa dan Lanistes bolteniana. Pada kebanyakan studi ini, uraian mengenai surface inspiration mirip dengan yang diberikan di sini untuk Pomacea paludosa. Pada 2 spesies, bagaimanapun, tampak adanya perbedaan penting. Pila globosa berenang ke permukaan air dengan mencambuk-cambukkan tentakelnya dan ia dapat mengapung di permukaan air dengan menggunakan sifonnya. Sifon pada spesies ini ketika dijulurkan dapat memiliki lubang selebar 15 mm pada bidang batas air-udara, dan surface inspiration ditandai dengan tidak adanya kontraksi. Lanistes bolteniana menjulurkan sifonnya sampai di atas permukaan air, dan berinspirasi dengan gerakan tubuh yang hampir tidak dapat dilihat. Data ini memperkuat dugaan bahwa studi perbandingan surface inspiration yang terperinci pada siput ampullariidae mungkin akan berguna. Studi semacam ini seharusnya dilakukan di lapangan bila mungkin, karena bukti-bukti dari studi pada pulmonata menunjukkan bahwa kondisi laboratorium sangat mengubah kecepatan surface inspiration. Pulmonata dapat hidup di alam tanpa harus menuju ke permukan air dan pada kondisi alami paru-paru siput pulmonata mungkin dipenuhi air atau berfungsi sebagai insang.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

Senin, 08 Mei 2017

Strategi Untuk Manajemen Perairan Pesisir

Arsip Cofa No. A 065
donasi dg belanja di Toko One

Ringkasan

Daratan sampai ke batas perairan di daerah pesisir (coastal) memiliki pasokan air melimpah yang berguna bagi industri, pantainya menarik untuk tempat rekreasi, sumber makanan alami dan sumberdaya hayati laut yang rentan terhadap pencemaran minyak dari laut atau pencemaran limbah dari daratan, serta menarik untuk dijadikan pertamanan. Strategi manajemen yang efektif harus memperhatikan ciri-ciri khusus ini. Pada tingkat daerah individual, strategi cenderung mengarah ke konservatif dan seringkali tidak memperhatikan fenomena-fenomena seperti kecepatan pengendapan lumpur di estuaria atau siklus perkembangan bukit pasir pada daerah pesisir yang terbuka. Pada tingkat regional, seperti yang dipelajari di Morecambe Bay, Wash dan Essex serta North Kent, diperlukan pengetahuan mengenai fungsi dan sumberdaya pantai. Mereka membutuhkan survei yang ekstensif serta penanganan data komputer dan studi yang lebih mendalam mengenai mekanisme kerja sistem pesisir. Strategi manajemen tradisional memerlukan pengetahuan tentang potensi sumberdaya habitat pesisir dan hal ini dapat diperoleh dengan mudah bila tersedia foto udara dan peta terbaru. Data terinci mengenai sumberdaya binatang liar membutuhkan survei yang ekstensif. Pelaksanaan penelitian, yang penting bagi strategi perencanaan manajemen, terhambat akibat kekurangan dana. Setiap ahli ekologi dapat memberikan sumbangan dalam penyusunan strategi manajemen nasional dengan mempelajari dan memperkenalkan spesies-spesies yang kurang dikenal, kemudian mengusulkan teknik untuk memanajemennya. Sejenis perdu yang biasa tumbuh di bukit pasir, Hippophae, dan sejenis herba Acaena serta rumput laut Sargassum merupakan contoh-contoh spesies seperti ini.

Baca juga Kebijakan Lingkungan Nasional dan Peran Masyarakat

Pengantar

Masalah umum yang berkenaan dengan manajemen sistem pesisir baik di Eropa maupun di Amerika Utara adalah :
1. Pertentangan antara kebutuhan ekonomi dan kebutuhan lingkungan.
2. Penentuan landasan umum oleh administrator dan pakar ekologi.
3. Pengumpulan dan penanganan sejumlah besar data perencanaan dan data ilmiah.
4. Penerapan hasilnya di lapangan.

Ada masalah-masalah komunikasi yang penting dan harus diatasi sebelum menerapkan strategi manajemen untuk sistem pesisir.

Kondisi-kondisi khusus di pantai yang berhubungan dengan pertentangan antara kebutuhan ekonomi dan kebutuhan lingkungan mencakup (a) pasokan air dingin yang melimpah untuk stasiun pembangkit tenaga dan pengaruhnya yang tampak terhadap daerah yang luas, (b) garis pantai di mana minyak yang berasal dari lepas pantai dapat terakumulasi dan merusak komunitas intertidal, (c) limbah cair dari darat yang kaya akan nitrat sehingga menyebabkan ledakan populasi alga dan meningkatnya kebutuhan oksigen pada komunitas bentik di estuaria, dan (d) daya tarik pesisir sebagai tempat rekreasi alam yang menyebabkan pemusatan kegiatan turisme yang sangat potensial dalam merusak lingkungan.

Pesisir juga menghadapi masalah yang terlalu khusus untuk dibicarakan bersama-sama oleh para administrator dan ahli ekologi karena administratif jarang ditentukan dalam membuat hubungan batas-silang (seperti perembesan nitrat ke dalam tanah) yang membuat habitat pesisir menarik perhatian para ahli ekologi. Aktivitas pasang-surut melahirkan masalah khusus dalam pengumpulan data, dan untuk mengetahui kecepatan perubahan di habitat pesisir yang tak stabil membutuhkan pengumpulan dan analisa data dalam jumlah besar bila proses-proses kompleks yang terjadi di habitat tersebut telah dipahami. Penerapan hasilnya di lapangan terbentur oleh masalah hak kepemiikan di zona pesisir dan kenyataan bahwa kegiatan manajemen di suatu bagian pesisir (misal pemecahan gelombang) bisa berpengaruh negatif terhadap proses lain (misal berkurangnya pasokan sedimen pantai).

Kebanyakan daerah di wilayah pesisir Eropa tidak dikelola dengan strategi manajemen yang tepat kecuali untuk wilayah laut luas yang bertujuan untuk perencanaan zonasi dan pertahanan. Studi kasus yang dilaporkan dalam naskah lain menunjukkan bahwa hal ini juga terjadi di negara-negara lain. Sementara masalah tumpahan minyak timbul di Laut Utara, pengelola belum mendapat gagasan bagaimana strategi manajemen dapat dikoordinasi dengan lebih baik di wilayah-wilayah pesisir Eropa.

Baca juga Konservasi Untuk Wilayah Pesisir Yang Kritis

Dalam memilih strategi manajemen adalah berguna untuk memperhatikan tiga pertanyaan ini : (a) Apa tujuannya ?, (b) Apa konteks lingkungan dan historisnya ?, (c) Apa pilihannya ?. Pilihan manajemen untuk wilayah pesisir dan daratan meliputi perbaikan, perlindungan, penyesuaian (modifikasi), penambahan, pengurangan atau penganekaragaman spesies-spesies yang ada di wilayah tersebut.

Strategi untuk manajemen sistem pesisir harus memperhatikan dinamika alam dan kerentanannya terhadap gangguan-gangguan dari tenaga erosi. Sebagai contoh, siklus temporal dan spasial yang berhubungan dengan pembentukan bukit pasir dan mobilitasnya seringkali tidak diketahui, namun setiap orang bisa menyusun rencana manajemen bagi wilayah pesisir yang memiliki bukit pasir. Siklus bukit pasir ini memakan waktu seumur manusia, 50 sampai 100 tahun, dan tampaknya data siklus ini tidak akan dapat dihubungkan bila tidak tersedia data dari satu generasi ke generasi lain.

Meskipun sistem pesisir mengalami perubahan yang periodik dan cepat, bekas perubahan ini jarang hilang. Yang lebih sering adalah bahwa proses yang terjadi beberapa ribu tahun yang silam masih meninggalkan bekas pada lingkungan hingga saat ini. Pengaruh kejadian-kejadian kecil bertumpang tindih membentuk “patina” di mana sisa-sisa kehidupan tumbuhan dan hewan membentuk suatu pola tertentu. Sebagai contoh, dataran lumpur seluas 6.000 are di Bridgewater Bay, Somerset yang dicirikan oleh adanya rawa asin berumur 50 tahun merupakan dataran bawah-air yang berusia 5 atau 6 ribu tahun ketika ia berubah menjadi hutan. Lubang-lubang lumpur bekas penggalian tanah liat untuk batu-bata bahan bangunan di London masih dapat dikenali di estuaria Midway Kent. Pada rangkaian bukit pasir Hebridean, permukaan tanah yang berumur 4000 tahun atau lebih bisa tersingkap kembali oleh erosi tenaga angin yang mengikis lapisan tanah di atasnya.

Kebanyakan ahli perencana sangat dipengaruhi oleh pandangan historis sampai-sampai pendirian bangunan diperhatikan, dan beberapa di antaranya memiliki pandangan historis ekologis yang berkaitan dengan pertamanan. Ahli-ahli ekologi dan arkeologi bisa bekerja sama untuk membahas pandangan historis pertamanan ini yang berguna bagi perencana, meskipun tidak realistik untuk mendukung pendapat bahwa strategi manajemen yang ditekankan pada pemeliharaan historis itu sendiri dapat dilakukan dengan ekstensif.

Baca juga Program Pengelolaan Wilayah Pesisir

Tingkat-Tingkat Operasi

Ada tiga tingkat operasi : (1) tingkat dearah individual, (2) tingkat regional, dan (3) tingkat nasional. Mereka didefinisikan sebagai berikut. Daerah individual dalam konteks pesisir Inggris melingkupi daerah seluas sampai 500 hektar atau lebih (seringkali lebih sempit) dan biasanya dicirikan oleh satu tipe habitat pesisir yang dominan, misalnya sistem bukit pasir, dataran lumpur atau rawa asin. Tempat ini merupakan daya tarik utama daerah itu dan pemanfaatanya disesuaikan dengan faktor-faktor politik dan sosio-ekonomi. Pada tingkat regional jalur-jalur ekstensif dari garis pantai yang seringkali memiliki tipe yang sangat beranekaragam dilibatkan dalam, dan faktor-faktor politik serta sosio-ekonomi diatur dengan, tata guna lahan dan struktur administratif dengan peraturan perpajakan dan kebijakan politik yang langsung ditangani pemerintah pusat. Tingkat nasional tampaknya sudah jelas dan berhubungan dengan sumberdaya pesisir seluruh negara, dan pemanfaatannya dipengaruhi oleh faktor-faktor politik dan sosio-ekonomi baik internal maupun eksternal.

Daerah Individual

Strategi manajemen untuk daerah lokal cenderung dititikberatkan ke arah perbaikan dan perlindungan pada saat itu. Hal ini terutama disebabkan oleh meningkatnya tekanan pembangunan terhadap garis pesisir Eropa, selain itu juga disebabkan oleh keengganan untuk memperbaiki kerusakan yang timbul. Kadang-kadang perlu dilakukan kegiatan mendadak untuk memperbaiki lingkungan, seperti terjadi di Camber, Sussex, di mana pesisir yang sifatnya labil dan mudah-longsor bila diinjak-injak kaki manusia, harus dibuat kontour sebelum ditanami kembali. Hal ini patut dipertimbnagkan dalam menganekaragamkan obyek-obyek wisata di daerah pesisir ini, namun strategi semacam ini belum diterapkan.

Bukti-bukti nyata menunjukkan bahwa erosi pesisir menimbulkan tekanan kuat terhadap strategi manajemen yang bertujuan menstabilkan wilayah pesisir tersebut. Dalam hal ini strategi manajemen tadi tidak hanya memakan biaya besar, tetapi juga tak perlu dilakukan. Sebagai contoh usaha menstabilkan bukit pesisir yang tererosi hebat mungkin tidak berhasil bila tidak ada jalan lalu lintas atau bangunan di belakangnya. Strategi yang masuk akal adalah membiarkan ia tererosi dan mengusahakan agar terbentuk bukit pasir baru di daerah pesisir tersebut. Strategi semacam ini harus memperhatikan sifat-sifat dinamika tipe habitat pesisir tersebut dan menyadari bahwa tipe komunitas sesaat (misal komunitas garis pantai, bukit pasir bagian depan dan bukit pasir primer yang masih mudah berubah) hanya ada pada waktu tertentu dalam siklus perkembangannya. Ini merupakan strategi untuk melindungi lebih banyak binatang liar dari pada strategi yang ada di daerah itu pada waktu-waktu sebelumnya.

Bergerak dari strategi manajemen daerah lokal ke sistem manajemen pesisir secara keseluruhan maka ada kecenderungan perubahan pengelola dari individu ke lembaga dengan perhatian utama pada jaminan keselamatan lingkungan dan keanekaragaman sudut pandang. Sebagian besar pertentangan dalam studi manajemen dan perencanaan, baik pada tingkat awal maupun tingkat profesional, dan pada skala individu maupun kelembagaan, merupakan efek negatif dari perbedaan persepsi dalam memahami masalah.

Bagi pemilik lahan pesisir, rumput rawa asin Spartina anglica membantu perluasan dataran lumpur tapi bagi atlet perahu layar rumput ini mempersempit daerah pelayaran. Tumbuhan sea buckthorn (Hippophae rhamnoides) merupakan penstabil bukit pasir bagi seorang insinyur teknik pesisir, sumber makanan burung di musim dingin bagi ahli burung (ornitologis), tempat berlindung bagi wisatawan, dan pedoman bagi pengawas cagar alam dalam mempertahankan keragaman flora bukit pasir.

Kompleks kerikil bervegetasi hanya terakumulasi pada tingkat tepat di atas garis air tinggi. Pertimbangan yang berlebihan terhaddap pertahanan laut membuatnya perlu untuk memindahkan kerikil ke dalam lubang-lubang dengan tujuan memperkecil kerusakan bila terjadi angin badai.

Dengan demikian perhatian khusus terhadap pantai kerikil bervegetasi yang luas dan tak terganggu oleh ulah manusia, seperti di Dungeness, Inggris, perlu diberikan, dan strategi manajemen umumnya ditekankan pada preservasi/pemeliharaan daerah semacam ini dari gangguan sejauh mungkin. Bagaimanapun, pertentangan yang baru-baru ini terjadi dan berhubungan dengan stasiun pembangkit tenaga dan penambangan kerikil menunjukkan bahwa strategi manajemen yang realistik harus diterima agar preservasi tidak menjadi pertimbangan utama. Penekanan ekologis dalam strategi manajemen dengan demikian mungkin bergeser ke arah pendekatan yang lebih dinamis yang berkaitan dengan rancangan habitat baru dalam menyelesaikan pembuatan habitat burung pantai, seperti yang dilakukan oleh organisasi Masyarakat Kerajaan Untuk Perlindungan Burung di Dungeness.

Dalam kasus sistem pesisir yang dapat-dipanen, misalnya rawa asin, strategi manajemen dapat didasarkan pada pemisahan kegiatan secara spasial (ruang) dan temporal (waktu). Di Bridgewater Bay National Nature Reserve, Somerset, sebagai contoh, telah diputuskan lebih dari 20 tahun yang lalu untuk membiarkan domba memakan rumput di bagian ujung rawa asin (sebagai daerah grazing/merumput) dan mencegahnya memasuki bagian tengah rawa (sebagai daerah non grazing). Hal ini menghasilkan dua komunitas rawa yang sangat berbeda, rawa-rawa rumput bertangkai panjang dan padang rumput asin bertangkai pendek akibat grazing. Masalahnya adalah Agropyron pungens (sejenis rumput dengan rasa kurang enak) memencar memasuki rawa daerah grazing melalui benih yang diproduksi di daerah non grazing. Cara yang mungkin untuk memelihara padang rumput asin agar Agropyron tidak menyebar luas adalah dengan memotong rumpun tumbuhan ini, tetapi menyabit rumput ini merupakan cara yang lebih praktis untuk mengendalikan penyebaran Agropyron yang tumbuh di padang rumput asin. Pada musim panas domba memakan rumput dan pada musim dingin burung liar menggantkan domba memakan rumput di padang rumput rawa asin yang subur ini, dan telah dibuktikan secara eksperimental bahwa pemanenan rumput dapat dilakukan setiap lima tahun atau lebih tanpa merusak daerah grazing kecuali secara sementara dan setempat. Ini merupakan strategi manajemen yang bagus dan melibatkan pertanian serta perlindungan binatang liar yang dioperasikan serentak dengan zonasi ruang dan waktu.

Bukit-bukit pasir di Teluk St. Quen’s, Jersey, Channel Islands, merupakan salah satu di antara sepuluh sistem bukit pasir tunggal terbesar di British Isles, dan nomor empat terkaya dalam hal keragaman tumbuhan berpembuluh. Daerah ini memiliki sejarah tata guna lahan yang sangat bervariasi namun sebagian relatif tak terganggu selama berabad-abad walaupun kebanyakan pulau tersebut telah sangat dipengaruhi oleh manusia. Rangsangan dalam mengembangkan strategi manajemen yang rasional untuk daerah ini berasal dari kerjasama yang baik antara perencana dan pihak yang berkepentingan dengan binatang liar. Di sini strategi manajemen diusahakan untuk mencoba mengeksploitasi sumberdaya mineral, pengembangan rekreasi, pembuangan sampah, tempat grazing bagi herbivora, penanaman pohon-pohonan dan perlindungan binatang liar dengan zonasi ruang dan waktu. Keberhasilan strategi semacam ini bergantung pada pandangan terhadap lanskap historis dan kesadaran untuk menyesuaikan semua bagian yang terkait.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :
Alat Penyemprot Air Untuk Cuci Mobil Dan Motor, Ez Water Cannon, Alat Semprot Air Untuk Tanaman Murah

Tingkat Regional

Studi ekologis di seluruh daerah British Isles seperti di Teluk Morecambe, Lancashire, Wash dan pantai Essex serta North Kent telah disempurnakan pada tahun-tahun terakhir ini. Masing-masingnya diberi dana sebagai hasil keputusan kebijakan yang berkaitan dengan sumberdaya air atau kebutuhan transport (pengembangan pelabuhan udara). Tak satu pun menghasilkan strategi manajemen, tetapi dasar informasi yang dipakai untuk membentuk strategi disusun dengan segera, sebelum perubahan besar terjadi.

Pelajaran apa yang dapat diperoleh dari studi skala besar ini dan apa implikasinya bagi strategi manajemen ? Baik studi di Teluk Morecambe maupun di Wash berkaitan dengan pendugaan pengaruh yang dialami oleh binatang liar akibat pembangunan bendungan air tawar di zona intertidal pada saluran pemasukan air pesisir besar ke dalam mana sungai-sungai besar menyalurkan airnya. Studi di Teluk Morecambe bertujuan mengamati pola sirkulasi sedimen dan distribusi binatang serta tumbuhan intertidal. Mereka menunjukkan tiga aspek yang berkaitan dengan efektivitas perencanaan strategi manajemen :
1. Kebutuhan akan survei yang ekstensif untuk menghasilkan berbagai informasi sehingga perubahan di masa datang dapat diketahui.
2. Kebutuhan untuk mengembangkan teknik komputer dalam menangani sejumlah besar data.
3. Kebutuhan akan studi proses tentang bagaimana sistem pesisir bekerja.

Studi di Wash diorganisir oleh Dr. Gray yang mencakup pengamatan di daerah antara dataran lumpur dan rawa asin di mana penelitian ini membantu memahami fungsi dan struktur khas zona perbatasan yang meliputi gundukan lumpur, mikro alga dan penimbunan sedimen. Batas antara tipe habitat utama tidak semata-mata merupakan penurunan dari satu ke yang lain, tetapi batas antara juga memiliki biologi dan fisik tertentu serta hubungan fungsional yang khas. Daerah semacam ini merupakan daerah perubahan yang penting ketika terjadi fase perkembangan tertentu di permukaan tanah pada waktu tertentu. Pada daerah dan waktu tertentu habitat mengalami perubahan alami, dan mungkin bisa dimanipulasi dengan paling efektif melalui manajemen.

Studi rawa asin yang dikembangkan oleh Dr. Randerson di pantai Norfolk dan Wash menghasilkan model pendugaan yang tepat dan dapat diuji dengan data dari Teluk Bridgewater. Arti penting model ini kurang tampak pada apa yang akan diduga tetapi tampak nyata pada kemampuannya menjelaskan fakta-fakta yang ada dan membandingkan hubungan-hubungan atau interaksi ekologis serta mampu menunjukkan penelitian apa yang harus dilakukan kemudian. Komponen dasar model mencakup faktor-faktor fisik tertentu seperti akresi (penimbunan sedimen) standar per seribu jam, ketergenangan pasang, perbandingan pasir dalam sedimen yang dihanyutkan air pasang-surut dan kecepatan akresi sedimen yang dibawa angin. Komponen biologis meliputi zonasi (batas-batas pertumbuhan bagi spesies-spesies yang hidup di daerah pasang surut), biomas (akar dan tunas dipisah), pertumbuhan (maksimum dan minimum) serta faktor grazing.

Studi rawa asin di Wash juga membantu memperkuat kesimpulan Kestner bahwa rawa asin tidak dapat meluas terus menerus ke arah laut akibat pembatasan-diri. Peningkatan kecepatan arus air surut tergantung pada peningkatan volume air pasang yang membanjiri rawa asin sehingga perluasan rawa ini akhirnya mencapai keadaan di mana efek erosi akibat arus air surut seimbang dengan efek penimbunan sedimen akibat arus banjir sedemikian hingga perluasan lebih lanjut rawa asin ke arah laut berhenti kecuali bila terjadi perubahan kondisi hidrolik atau diubah oleh reklamasi (penimbunan pantai).

Survei populasi binatang liar dan habitat pesisir Essex dan North Kent diorganisir oleh Dr. Boorman untuk mengetahui efek yang mungkin timbul akibat pembangunan pelabuhan udara di mulut estuaria Sungai Thames (pelabuhan udara Maplin) dan apa yang bisa dilakukan untuk memperkecil pengaruhnya terhadap pesisir dan binatang liar yang ada di sekitarnya. Studi ini difokuskan pada pendugaan kuantitatif populasi Zostera dan Enteromorpha. Hal ini memungkinkan untuk melakukan pendugaan kuantitatif sumberdaya makanan beserta nilai kalorinya yang tersedia bagi angsa Brent . Kemungkinan memanam kembali Zostera (makanan utama angsa Brent) telah dilakukan tetapi tampaknya bahwa daerah yang cocok untuk melakukannya tidak ada, mungkin akibat kegiatan reklamasi di masa silam.

Studi-studi ini menghasilkan banyak informasi berskala besar serta menarik perhatian akan arti penting tingkah laku burung. Studi pelabuhan udara Maplin juga menunjukkan adanya penyesuaian tingkah laku mencari makan angsa Brent yang dilakukan dengan sangat cepat ketika tingkat populasinya melebihi kapasitas normal yang bisa didukung oleh sumberdaya makanannya.

Strategi untuk manajemen pada tingkat regional tidak hanya membutuhkan banyak informasi untuk tujuan perbandingan, tetapi juga membutuhkan kesadaran yang tinggi akan arti penting fungsional daerah perbatasan, ambang batas, dan karakteristik tingkah laku baik unsur-unsur fisik maupun biologi suatu lingkungan. Penggunaan model matematika dan model konseptual dalam mengeksplorasi strategi regional tampaknya merupakan pendekatan yang rasional. Juga konsep unit lingkungan fungsional seperti “coastal cell” atau sel pesisir tampaknya merupakan basis yang berguna dalam menyusun model.

Re-organisasi pemerintahan regional yang dilakukan belum lama ini telah membuka jalan untuk mengembangkan strategi manajemen regional. Hal ini memungkinkan untuk merancang strategi yang lebih baik misalnya dengan menunjuk bagian tertentu pesisir East Anglian sebagai “feeder zone” untuk memungkinkan terjadinya akresi, dengan hasil yang lebih baik daripada strategi yang ada yaitu mendirikan bangunan-bangunan teknik yang memakan biaya besar untuk membangun dan memeliharanya. Strategi ini bisa dilakukan bersama-sama dengan meregenerasi tumbuhan pesisir yang sanggup mempertahankan sedimen agar tetap ada di tempatnya sementara akresi terjadi.

Baca juga Kebijakan Wisata Bahari Dalam Kaitannya Dengan Manajemen Wilayah Pesisir

Tingkat Nasional

Adalah tidak mungkin untuk memberi contoh strategi manajemen pesisir nasional. Sebagai gantinya, dua aspek yang berkaitan dengan strategi ini, yakni survei nasional sumberdaya habitat dan masalah spesies yang menyebar luas di seluruh pesisir suatu negeri akan dibahas.

Sumberdaya Habitat

Dalam manajemen sistem pesisir harus diketahui ukuran di mana sistem-sistem yang berbeda diwakilkan dalam sebuah area tertentu. Di negara Inggris, sebagai contoh, diduga bahwa dataran pasang surut, rawa asin, bukit pasir dan pantai kerikil bervegetasi, menempati daerah dengan rasio hampir 5 : 1 : 1: 0,5 dengan luas dataran pasang surut 500.000 are dan pantai kerikil bervegatasi hanya 40.000 are. Untuk memperoleh gambaran ini kita harus cermat menjumlah semua unit unit individual dan selain itu kami mengetahui bahwa lebih dari separoh bukit pasir di Inggris Raya terletak di Skotlandia, lebih dari seperempat rawa asin di Inggris Tenggara, dan dimana unit area terbesar dari setiap tipe habitat di temukan. Bahwa dataran lumpur Maplin yang terletak di mulut Estuaria Thames merupakan dataran lumpur terluas di Inggris adalah berhubungan dengan kenyataan bahwa ia menyokong populasi terbesar Zostera noltii, makanan utama seperlima populasi angsa Brent di seluruh dunia. Juga kami mengetahui bahwa Dungeness, Kent, itu sendiri memiliki luas seperlima dari luas total pantai kerikil bervegetasi di Inggris. Fakta-fakta semacam ini adalah, atau seharusnya, sangat diperhatikan dalam perencanaan strategi manajemen pada tingkat nasional. Tidak mahal untuk memperoleh foto udara dan peta seluruh pesisir Eropa.

Untuk memperoleh informasi mengenai distribusi spesies individual memakan banyak waktu dan biaya. Sebagian orang mengusulkan untuk mendaftar flora dan fauna serta komunitas sistem pesisir, sedangkan yang lain ingin mengetahui di mana dan dalam jumlah berapa spesies individual serta komunitas sistem pesisir dapat ditemukan. Institut of Terrestrial Ecology telah mengusahakan untuk mensurvei flora yang ditemukan di 94 daerah (terutama bukit pasir) di Skotlandia bagi kepentingan Nature Conservancy Council (Dewan Perlindungan Alam). Hal ini tidak hanya mencakup tumbuhan berbunga, tetapi juga lumut kerak (lichenes) dan bryophyta (lumut) darat. Selain itu juga mencatat rona lingkungan secara luas. Tujuan survei ini adalah mencatat sampel dengan tepat pada waktu tertentu ketika sampel itu ada di daerah pengamatan, sehinga analisa komputer dapat dilakukan untuk membandingkan berbagai daerah bagi kepentingan perencanaan dalam hubungannya dengan pengaruh aktivitas manusia terhadap garis pesisir Skotlandia. Pengetahuan tentang flora dan dampak manusia diperluas dengan membuat penafsiran subyektif terhadap hasil-hasil yang diperoleh. Survei pada skala ini mahal, tetapi mereka menyumbangkan banyak informasi mengenai basis kuantitatif yang dapat diulang dan rasional, serta membantu menemukan latar belakang fakta yang menjadi dasar pemilihan strategi manajemen. Mekipun demikian, ada masalah serius dalam menafsirkan data yang dikumpulkan pada suatu saat mengenai suatu fenomena yang berfluktuasi. Sebagai contoh ada laporan bahwa jumlah liang kelinci dalam daerah seluas 200 x 200 meter persegi adalah 4..000 buah. Orang dapat menduga bahwa nilai ini lebih menunjukkan lahan yang dapat digali daripada menunjukkan kepadatan populasi kelinci.

Dilengkapi dengan informasi mengenai sistem bukit pasir Skotlandia, maka mudah untuk merencanakan strategi manajemen nasional berskala luas di mana kebutuhan akan – sebagai contoh penggalian pasir, pertanian, arkeologi, perlindungan binatang liar, rekreasi dan tata guna perkotaan atau industri – sebegitu jauh dikaitkan dengan pengelolaan sistem bukit pasir. Strategi aktual harus disesuiakan karena tata guna lahan yang ada akan terus berpengaruh paling tidak selama beberapa waktu. Terakhir mungkin kita harus belajar untuk bertindak hati-hati agar kerusakan lingkungan minimum sedemikian hingga kita dapat memanfaatkan secara maksimum potensi lahan yang ada.

Baca juga Konsep-Konsep Ekologi Berkenaan Dengan Manajemen Ekosistem Pesisir

Spesies Yang Menyebar Luas (Invasive Species)

Berikut akan ditunjukkan bagaimana seorang ahli ekologi dapat mempengaruhi strategi manajemen nasional, setidaknya dalam skala kecil. Sebagai contoh adalah kelompok studi yang dibentuk oleh Nature Conservancy untuk mengusulkan kebijakan manajemen nasional bagi tumbuhan Sea Buckthorn (Hippophae rhampoides) pada bukit pasir di Inggris Raya. Setelah informasi yang terkumpul diulas dengan cermat oleh satu kelompok kecil dengan kepentingan dan pandangan yang berbeda-beda akhirnya diusulkan untuk memanajamen spesies ini di 45 daerah (terutama cagar alam), usul ini diterima dan dilaknasakan di banyak daerah. Strategi ini meliputi berbagai pilihan berbasis nasional mulai dari pencegahan penstabilan pertumbuhan, pembasmian, kontrol parsial sampai tanpa kontrol.

Untuk mencegah penstabilan tumbuhan ini maka penerapan manajemen sumberdaya harus diawasi dengan teratur dan dilakukan terus menerus. Sulit untuk menjelaskan kebutuhan akan hal ini kepada pengelola bukit pasir yang tidak melihat dengan mata kepala sendiri pengaruh Hippophae rhampoides terhadap sistem bukit pasir (hampir semua flora yang ada di bawah kerimbunan Hippophae rhampoides akan musnah sama sekali), sehingga kunjungan langsung ke daerah yang terserang berat harus dilakukan dengan teratur. Hippophae rhampoides menyebar luas di suatu daerah ketika – dengan sedikit kekecualian – musim dingin mendorong burung seperti Fieldfare (Turdus plilaris) aktif memakan buah dan menyebarkan benih-benihnya. Pengawasan khusus diperlukan bila kondisi semacam ini terjadi bersamaan dengan rendahnya populasi kelinci akibat penyakit jamur myxomatosis.

Pembasmian hanya layak dilakukan bila Hippophae rhampoides ada dalam jumlah relatif sedikit (misal kurang dari 2 hektar) seperti di Whiteford Burrow, South Wales di mana kombinasi pembasmian benih dan pemotongan serta pembabatan tumbuhan dewasa merupakan cara yang efektif menyingkirkan semak belukar ini. Keraguan dalam memutuskan kebijakan pembasmian pada awal waktu sudah cukup untuk menyebabkan populasi tumbuhan ini sangat sulit dan memakan biaya besar untuk dikendalikan dalam waktu satu atau dua dekade. Populasi di Spurn Head, Yorkshire menjadi dua kali lipat lebih dalam waktu tujuh tahun dan mengubah bukit pasir yang ditumbuhi berbagai jenis flora dengan flora yang dominan Ammophila arenaria menjadi bukit pasir yang lebat ditumbuhi semak belukar Hippophae rhampoides.

Baca juga Program Manajemen dan Pemanfaatan Sumberdaya Wilayah Pesisir

Kontrol parsial (atau kontrol-sebagian) membutuhkan usaha yang terus menerus dalam mempertahankan suatu daerah agar bebas dari Hippophae rhampoides, jalur bebas- Hippophae rhampoides dibuat melalui hamparan padat tumbuhan ini seperti di ujung Gibraltar, Lincolnshire, dengan lebar sedemikian hingga kelinci yang makan rumput pada kedua batas jalur tadi dapat membantu mempertahankannya bebas dari semak pengganggu ini. Bagaimanapun timbul masalah baru di daerah di mana dilakukan pembatasan terhadap Hippophae rhampoides yang telah lama tumbuh di situ. Hippophae rhampoides mempunyai bintil-bintil akar dengan bakteri pengikat nitrogen sehingga pertumbuhan semak ini menambah kadar zat hara di dalam tanah sehingga Urtica dioicia dan Chamaenerion angustifolium tumbuh sangat lebat di dalam komunitas bukit pasir alami yang tumbuhannya telah dibabat.

Laporan Hippophae rhampoides beserta usulan praktisnya mempengaruhi strategi manajemen untuk spesies tersebut di beberapa daerah di luar daerah yang diusulkan.

Kita tidak mempunyai strategi manajemen yang efektif untuk mengenal, memonitor tingkah laku dan mengendalikan masalah potensial suatu spesies. Tampak bagi kita adanya daerah di mana para ahli ekologi mempunyai suatu kekuatan tetapi peranannya kurang dikenal.

Sebagai contoh sebenarnya mungkin untuk mengenal dan menduga (sebelum mereka muncul) karakteristik khusus spesies yang bisa menjadi gulma yang mampu menyebar luas dan tumbuh subur di suatu negara. Sesungguhnya hal ini telah dilakukan ketika terjadi kasus rumput laut Sargassum muticum, salah satu pendatang yang paling baru dan menyebar sangat luas di pantai-pantai Eropa.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...